Literacy is the Perfect Vehicle
(by Desi Diana)
Jalan yang kita
lalui bersama writing4 ini selalu bertegur sapa dengan literasi. Seperti judul yang saya sematkan untuk class
review ini, bahwa literacy is the perfect vehicle, literasi adalah wahana atau
kendaraan yang sangat sempurna untuk kita dalam belajar writing. Literasi adalah kemampuan membaca dan menulis
(7th Edition Oxford Advanced Learner’s Dictionary, 2005:898). Dalam sejarah umat manusia, menulis adalah
kemahiran yang paling banyak dari pada berbicara. Walaupun begitu, masih banyak saja orang yang
belum bisa memahami sebuah teks tertulis.
Sama seperti apa yang sedang saya alami, tugas critical review kedua
saya sangat kacau. Hanya karena belum
memahami benar apa maksud dari teks bacaan yang saya baca.
Kesalahan dan kelemahan
pada critical review kami yang membahas tentang “Speaking Truth to Power with Books” suatu kebenaran dari Negara
besar lewat sebuah buku dari Howard Zinn sangat jauh dari ekspetasi tentang apa
yang harus dikritik. Mr. Lala Bumela memberikan
pemahaman dan penjelasan, agar kami tidak sampai ignorance dalam mengkritik
teks. Tentunya kita harus mengetahui
terlebih dahulu tentang history literacy, yaitu context, literacy, culture, technology, genre dan identity. Semua itu adalah kata kunci agar kita dapat
memahami suatu bacaan atau pada saat kita menulis. Mari kita telusuri dan pahami semuanya.
1)
Writing and Context
Cara kita untuk memahami tulisan dapat dikembangkan melalui pemahaman yang
semakin canggih dari konteks. Kita
menyadari bahwa makna bukanlah sesuatu yang berada pada kata-kata yang kita
tulis, tetapi itu semua diciptakan dalam interaksi antara penulis dan pembaca. Menurut Van Dijk (dalam Ken Hyland 2008:Viii) “Hal ini bukanlah situasi social yang
mempengaruhi (atau dipengaruhi) wacana, tetapi cara pembaca dalam
mendefinisikan situasi tersebut. Konteks
bukanlah semacam ‘obyek’ atau penyebab langsung, melainkan (inter) subyektif
karena konteks adalah gagasan dari pembaca”.
Cutting (2002:3) dari buku Ken Hyland menyatakan bahwa ada 3 aspek
utama dari konteks, yaitu:
1.
The situational context, apa orang tahu tentang apa yang
dapat mereka lihat disekitarnya.
2.
The background Knowledge context, apa orang tahu tentang
dunia, apa mereka tahu tentang aspek kehidupannya.
3.
The co-textual content, apa orang tahu tentang apa yang
telah mereka katakana.
Menurut Halliday (1985) ada 3 dimensi tentang konteks yaitu, field, tenor
dan mode. Konteks memainkan peran
penting dalam apa yang digambarkan sebagai pemahaman dari teks.
2)
Literacy and Expertise
Menulis selalu berbarengan dengan membaca, ini adalah sebuah tindakan dari
literasi. Gambaran dari literasi modern
melihat tulisan sebagai politik social, bukan sebagai skill abstrak. As
Scribner and Cole (dalam Ken Hyland 1981:236) mengatakan bahwa “Literasi adalah bukan hanya mengetahui cara
untuk membaca dan menulis naskah tertentu, tetapi menerapkan pengetahuan ini
untuk tujuan tertentu dalam konteks tertentu yang digunakan.” Barton (2007:34-5) mengatakan bahwa ada
pandangan social dari literasi, yaitu literasi adalah kegiatan social dan jauh lebih
baik dijelaskan dalam praktik literasi, orang-orang memiliki kemahiran yang
berbeda yang berhubungan dengan berbagai domain kehidupan, praktik literasi
masyarakat terletak dalam hubungan social yang lebih luas, praktik literasi
berpola oleh lembaga, dan sebuah peristiwa literasi juga memiliki sejarah social
yang membantu menciptakan arus praktik.
Semua keterampilan membaca dan menulis benar-benar tergantung pada
pelatihan yang disengaja dan belajar terus menerus. Pastinya harus serius.
3)
Writing and Culture
Ide bahwa pengalaman menulis, dari praktik literasi masyarakat yang berbeda
akan mempengaruhi pilihan linguistic mereka.
Untuk itu para guru harus mempertimbangkan bagian budaya yang dimainkan
dalam menulis khususnya untuk siswa. Menurut
Lantolf (dalam Ken Hyland 1999), budaya secara umum dipahami sebagai historis
ditransmisikan dan jaringan sistematis dari makna yang memungkinkan kita untuk
memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan pengetahuan dan keyakinan kita
tentang dunia. Akibatnya, bahasa dan
pembelajaran adalah yang dikelilingi oleh budaya (Kramsch,1993). Hal ini terjadi karena sebagian nilai-nilai
budaya kita tercermin melalui bahasa.
4)
Writing and Technology
Untuk menjadi orang yang literate berarti memiliki control atas berbagai
media cetak dan media elektronik. Banyak
dampak yang besar pada cara kita menulis, genre yang kita buat, dan cara kita
terlibat dengan pembaca. Dibawah ini
adalah pengaruh teknologi elektronik pada penulisan, diantaranya yaitu,
1.
change creating, mengedit,
dan proof reading.
2.
Kombinasikan teks tertulis dengan media visual dan audio
lebih mudah.
3.
Mendorong menulis non-linier dan proses membaca melalui link
hypertext.
4.
Mengubah hubungan antara penulis dan pembaca sehingga
pembaca bisa sering menulis kembali.
5.
Memfasilitasi masuk ke komunikasi wacana baru dengan online.
Teknologi elektronik, pada kenyataannya mempercepat pertumbuhan suatu
preferensi untuk gambar diatas sebuah teks dalam banyak domain sehingga
kemampuan untuk memahami dan bahkan menghasilkan text multimodal semakin
menjadi kebutuhan praktik literasi ilmiah, pendidikan, bisnis, media dan
pengaturan lainnya. Menurut Kress (2003),
menulis sekarang berarti perakitan teks dan gambar dalam desain visual yang
baru, dan penulis sering perlu untuk memahami cara tertentu.
5)
Writing and Genre
Genre menjadi salah satu konsep yang paling penting dalam pendidikan
bahasa. Ada tiga pendekatan untuk
mengidentifikasi genre (Hyen,1996; Johns, 2002) yaitu, tampilan fungsional
sistematis, English for specific purposes (ESP), dan the new rhetoric. Menurut John Friske, genre merupakan elemen
yang paling berpengaruh dari factor intertextual. Genre tidak hanya terdiri dari sebuah
teks, tetapi pembaca dapat membawa teks dan mempengaruhi teks tersebut saat
membaca. Menurut Bakhtin’s (dalam Ken Hyland 1986), menulis mencerminkan jejak
kegunaan sosialnya karena terkait dan selaras dengan teks-teks lain. Genre dianggap sebagai bagian dari situasi social
yang berulang dan ditandai, dari pada bentuk-bentuk tertentu. Pengertian intertextuality menurut Bakhtin’s (1986) menunjukkan bahwa wacana
selalu terkait dengan wacana lain, baik saat mereka berubah dari waktu ke waktu
dan sama pada saat tiap titik waktu. Ini
menghubungkan teks –pengguna ke jaringan teks sebelum dan sebagainya
menyediakan sistem pilihan untuk membuat makna yang dapat dikenali oleh teks
lain. Fairclough (1992:117) membedakan 2
jenis intertextuality, yaitu :
1.
Manifest
intertextuality, mengacu pada berbagai cara untuk menggabungkan atau
menaggapi teks-teks lain melalui kutipan, paraphrase, ironi dan sebagainya.
2.
Interdiscursivity, menyangkut
penggunaan penulis set konvensi ditarik dari jenis teks dikenali atau
genre. Teks kemudian berhubungan dengan beberapa
makna social.
Teori intertextuality awalnya
diperkenalkan oleh Julia Kresteva seorang peneliti dari Perancis mengungkapkan
dalam (Culler,1981:104) bahwa jumlah pengetahuan yang dapat membuat suatu teks
sehingga memiliki arti, atau intertekstualitas merupakan hal yang tak bisa
dihindari, setiap teks bergantung, menyerap, atau merubah rupa dari teks
sebelumnya. Teks merupakan satu permutasian
teks-teks lain. Intertekstual memandang teks berada di dalam ruang satu teks yang
ditentukan, teks merupakan bermacam-macam tindakan ujaran, teks diambil dari
teks-teks lain, serta teks bersifat tumpang tindih dan saling menetralkan satu
sama lain (Kristeva, 1980:36-37). Menurut
Julia Kristeva (dalam Hutomo, 1993b:13-14) teori Intertekstuality itu mempunyai kaidah dan prinsip tertentu,
diantaranya:
1. Pada hakikatnya sebuah teks itu
mengandung berbagai teks, dan
2. Studi intertekstualitas menganalisis
unsure intrinsic dan ekstrinsik sebuah teks.
6) Writing and Identity
Pengertian
saat ini identitas melihatnya sebagai konsep plural, yang didefinisikan secara social
dan dinegosiasikan melalui pilihan buat penulis dalam wacana mereka. Pilihan ini sebagian dibatasi oleh ideology dominan
dari kemahiran istimewa di masyarakat tertentu, dan sebagian terbuka untuk
interpretasi penulis sebagai akibat dari pribadi dan pengalaman social budaya. Identitas penulis mengacu pada “diri” penulis
mempekerjakan dalam konteks yang berbeda, proses hubungan mereka dengan masyarakat
khusus dan tanggapan mereka terhadap hubungan kekuasaan tertulis didalamnya. Ivanic identitas penulis, menurut (Ivanic dan
Weldon, 1999) dari buku Ken Hyland, yaitu:
1. The
autobiographical self,
2. The discoursal
self, and
3. The authorial self shows
itself in the degree of authoritativeness with which a writes.
Dari uraian diatas dapat saya ambil
kesimpulan, bahwa pembelajaran literasi di dalam hidup ini sangatlah penting. Banyak sekali aspek didalamnya, untuk kita
dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan praktik literasi yang kita
gunakan. Membaca dan menulis adalah
suatu keterampilan yang disengaja dan dilatih terus menerus. Literasi dapat terdiri dari berbagai macam
kegiatan. Penyebaran literasi dapat
diperkirakan telah berdampak pada konsepsi perubahan pada diri seseorang. Sebagai individu, kita semua harus
mengembangkan literasi melalui berbagai tahapan dan pengalaman.