“Dunia
Para Ahli (Penulis sekaligus Penemu)”
Author : (Hanifatus Sholihah)
Pagi
merayap dengan sejuk menggantikan kegelapan. Menandakan akan munculnya sang
penyinar alam semesta yang bertugas menghangatkan seluruh umat manusia yang ada
didunia ini. Waktunya untuk menggapai suatu keberhasilan. Pagi ini, tepatnya
hari Senin, 17 maret 2014 pas pukul 09.00 WIB, kita akan melalui perjalanan
yang ekstrim lagi bersama pemandu kita, yaitu Mr. Lala Bumela.
Pagi
ini, sebelum memulai pembahasan materi yang crucial selanjutnya, Mr.
Lala memperlihatkan alamat web yang sering beliau kunjungi, yaitu Republika
Online dan www.tempo.co/bola/. Saat halaman Republica
Online dibuka, disitu terdapat salah satu informasi yang berjudul “Kurang
Apa Lagi, David Moyes?”
Disitu
terlihat seorang pelatih sepakbola yang menunduk, terlihat raut kekecewaan
menimpa pelatih tersebut. Dari topik tersebut, terlihat sebuah sense of
dissapointed.
Alamat
web kedua yaitu www.tempo.co/bola/, yang salah satu
berita (news)nya “Bantai MU 0-3, Gerrald : Hari yang fantastis”. Pada
kasus ini, terlihat suatu hiforia, atau lebih tepatnya Gerrald merasakan sense
of happiness, sense of hiforia, dan juga merasakan sense of pride.
Minggu
kemarin, tugas kita adalah uncover new possibilities of understanding itu
adalah cara baru untuk memakai sebuah tulisan kita. Tugas kita adalah membuat free
writing yang ternyata harus berlandaskan kepada komponen-komponen yang
terdapat dalam critical review.
Kita
sebagai penulis, mempunyai tiga fase yang sangat penting sekali (rumit) yaitu emulate-discover-create.
Pertama,
Emulate adalah suatu
usaha dalam menulis yang ingin menyamai, melebihi atau menandingi tulisan
penulis yang karyanya sudah diakui oleh dunia. Kedua, Discover adalah
melihat, mendapatkan pengetahuan, mempelajari, mengeksplor,menemukan (sesuatu
yang sebelumnya tidak terlihat atau diketahui). Ketiga, create adalah
alasan dari adanya sesuatu atau memproduksi sesuatu melalui artistik atau karya
yang imaginatif (penuh daya khayal) atau mengajak pada pekerjaan yang kreatif.
Lalu
menulis sendiri itu apa sih? Writing adalah suatu hal dari usaha
menciptakan dan menjelajahi (mengembangkan maksud potensial dalam artian sumber
daya.
Menulis
juga disebut semogenesis yaitu disitu kita mempelajari memahami setelah
paham kita memaknainya sendiri.
Saat
menulis, yang terpenting adalah thesis statement karena merupakan hal
yang sangat rumit sebagai milestones (batu lompatan) untuk membuat
permulaan dalam dialog dengan atau sesuai harapan pembacanya.
Berdasarkan
komentar Milan Kundera pada L’Art duroman tahun 1986, menulis
berarti untuk para penyair (pujangga) untuk menghancurkan dinding di belakang
yang “selalu ada sesuatu yang disembunyikan disana”. Sebagai contoh : Mungkin
seorang penulis, atau historian, Howard Zinn yang tidak mengungkap
dengan gamblang, jika penemu Amerika adalah seorang muslim.
Dari
wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas, sastrawan adalah sebutan
bagi penulis sastra, pujangga; ahli sastra; atau cendekia dan jauhari dalam
diksi klasik. Menurut Soe Hok Gie, sejarawan adalah orang yang harus
mengetahui dan mengalami hidup lebih berat. Seorang sejarawan adalah orang yang
mempelajari dan menulis tentang masa lalu dan dianggap sebagai otoritas di
atasnya. Perkembangan ilmu sejarah tidak bisa dilepaskan dengan sejarawan itu
sendiri sebagai subjek pengembang ilmu. Oleh karena perkembangan zaman membawa
dampak bagi perkembangan ilmu pengetahuan, termasuk didalamnya ilmu sejarah,
maka sejarawan pun mesti juga mengalami perkembangan dalam peran
intelektualnya. Sejarawan juga diartikan sebagai penghubung antara masa lalu
dan masa kini serta masa depan, karena seorang sejarawan adalah penjaga masa
lalu sehingga akan tetap dikenang sampai akhir dunia. Ahli bahasa adalah
seseorang yang mempelajari dan meneliti tentang bahasa, sedangkan sebutan untuk
seseorang yang ahli dalam bidang bahasa adalah munsyi.
Itulah
perbedaan antara poet (sastrawan), historian (sejarawan) dan linguist
(ahli bahasa), lalu persamaannya apa? Persamaannya adalah dalam hal mereka
adalah sebagai orang yang mempelajari dan menulis dalam bidangnya
masing-masing., serta ketiganya harus memahami nilai-nilai yang terkandung
didalam karya yang dihasilkannya, seperti seorang sastrawan dalam syair, puisi
atau pantunnya, sejarawan dalam sejarah-sejarah yang ada dan juga ahli bahasa
dalam bidang kebahasaannya.
Dalam
hal ini, tugas dari seorang sastrawan tidak jauh berbeda dari pekerjaan
sejarawan yang juga menemukan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya
dibandingkan hanya sekedar membuat-buat hal tidak perlu.
Sejarah,
seperti yang dilakukan sejarawan yang menemukan atau membongkar di situasi baru
yang ada, kemungkinan manusia masih menyembunyikannya sampai sekarang.
Sejarawan bukanlah sesosok orang yang mengungkapkan fakta-fakta tetapi itu misi
sang sastrawan.
Reaksi
dari misi ini, sastrawan harus menolak tugas untuk mengetahui kebenaran
sebelumnya, kebenaran telah jelas karena tersebar di permukaan (awal mula).
Sejak
sejarah adalah akhir dari proses kreasi setiap manusia, itu tidak untuk alasan
yang sama, tidak adanya akhir untuk proses manusia itu sendiri dalam menemukan.
Sejarah juga merupakan proses penciptaan manusia yang tanpa putus (penemuan
diri).
Melihat
mengenai sejarawan, saya teringat akan sesosok sejarawan, penulis, kritikus,
dan juga seorang dosen, yaitu Howard Zinn, yang mengungkapkan suatu kebenaran
lewat buku, atau artikel yang kita kenal yaitu speaking truth to power with
books. Disitulah buku (suatu bacaan) berperan sangat penting untuk
sejarawan, memproduksi suatu kebenaran, terutama dalam sejarah.
Selain
dari seorang sejarawan, sastrawan juga pasti jika menuliskan sebuah sastra
(puisi, syair, dan sebagainya) berdasarkan dari pengalaman para sastrawan saat
membaca buku-buku serta berdasarkan pengalaman yang telah terjadi (dialami).
Seorang ilmuan pun sama, yang spesifik tugasnya adalah reviewing something atau
mengolah asumsi-asumsi yang terlontar dari para ahli, untuk mendapatkan asumsi
yang terbaik.
Salah
satu bagian dari kreatifitas manusia yaitu praktek literasi, yang mana dalam
literasi (menulis literasi) harus mencakup dua parameter pokok, yaitu Unity dan
juga coherence. Unity adalah satuan (bagian-bagian) yang diperlukan pada
setiap paragraf per kalimatnya, atau setiap paragraf isinya harus sangat
berkaitan dengan topiknya. Sedangkan coherence adalah mencakup kepada
dunia proposisi (dunia gagasan) yang pada setiap paragraf atau komposisinya
tidak hanya memerlukan atau mewajibkan adanya unity, tetapi juga
berdasarkan pemikiran yang logis, lembut dan aliran yang dialami (natural) dari
salah satu ide yang lainnya.
Jadi
untuk seorang linguist, historian atau penulis yang lainnya, harus
terpaku pada kaidah (aturan) yang mengharuskan diterapkannya unity dan coherence.
Apa yang akan dituliskan (dihasilkan) harus tepat secara faktanya, kaidah
penulisannya, fungsinya serta tujuannya dari setiap pakar masing-masing (ahli
bahasa, sejarawan, ilmuan, sastrawan dan lain-lain). Serta saat seseorang
menghasilkan sebuah karya (disini yaitu tulisan) harus mengerti atau memahami
nilai-nilai dari apa yang akan mereka tulis. Seseorang yang menciptakan sesuatu
tanpa memiliki values, maka orang tersebut dianggap biadab karena tidak
menjunjung tinggi values.