Fakta-fakta Terselubung yang Terungkap Melalui Buku
(by : Friska Maulani Dewi)
Pernahkah Anda berpikir tentang pengaruh yang
ditimbulkan membaca terhadap kehidupan Anda?
Apa manfaat dari buku terhadap kelangsungan hidup Anda? Mengapa Anda membaca? Jawabannya mungkin akan beranekaragam karena
pola pikir seseorang terhadap suatu hal akan berbeda satu sama lainnya. Jawaban yang beranekaragam tersebut
setidaknya lebih baik dari pada orang-orang yang tidak bisa menjawab pertanyaan
sederhana tersebut. Pasalnya, ternyata
masih banyak orang-orang yang pintar tapi bodoh di dunia ini. Masih banyak orang yang bisa melihat dengan
jelas namun bertindak seperti layaknya orang buta.
Literasi. Ya,
semua ini tentu saja masih tentang dunia literasi karena membaca merupakan
salah satu pilar pokok dari dunia literasi.
Mungkin bagi sebagian orang di dunia ini, membaca adalah suatu hal yang
menyenangkan yang akan mereka lakukan dengan sukarela dan senang hati. Namun, bagi sebagian orang lainnya, membaca
adalah suatu hal yang amat sangat menyiksa dan paling tidak disukai. Orang-orang seperti inilah yang matanya masih
terpejam, mereka belum “melek” literasi.
Mereka tidak menyadari pentingnya dari membaca.
Tahukah Anda bahwa selain asupan gizi dari makanan
yang kita konsumsi sehari-hari, tubuh kita pun butuh asupan gizi dan nutrisi
lain? Otak kita lah yang memerlukan
asupan gizi dan nutrisi lain yang berupa informasi-informasi. Dan asupan gizi tersebut akan bisa kita
penuhi dengan membaca. Seperti halnya
tubuh kita yang akan melemah jika asupan gizi dan nutrisi tidak terpenuhi,
begitu pula dengan otak kita. Otak kita
memerlukan gizi dan nutrisi yang berupa informasi-informasi baru untuk
mengupdate pengetahuan yang kita miliki.
Dan jika asupan nutrisi tersebut tidak terpenuhi, niscaya otak kita akan
melemah, semakin lemah hingga pada akhirnya otak kita akan tumpul atau bahkan
macet.
Mari kita berhenti sejenak dan memikirkan posisi
kita sekarang ini. Pernahkan ada seseorang
yang bertanya kepada Anda, “Apa yang membuat Anda akhirnya menjadi diri Anda
seperti sekarang ini?” atau jika memang
tidak ada orang lain yang bertanya seperti itu, pernahkah Anda berpikir untuk
berani bertanya pada diri Anda sendiri dengan pertanyaan yang sama? Mungkin Anda akan menjawab ini adalah karena
pelajaran yang saya dapatkan dari orang tua, guru di sekolah dan
lain-lainnya. Ya, itu memang benar. Namun, pernahkah Anda berpikir bahwa Anda
yang sekarang ini merupakan hasil bentukan dari buku-buku yang telah Anda baca? Mendengar hal ini, mungkin Anda akan
mengernyitkan dahi dan berkata, “Sebegitu dahsyatnyakah pengaruh yang
ditimbulkan oleh buku terhadap kehidupan seseorang?” Nyatanya, survey telah membuktikan dengan
amat mengejutkan bahwa ternyata jawabannya adalah “Ya”.
Kualitas suatu bangsa (kemajuan dan peradaban suatu
bangsa) dapat terlihat dari suatu kualitas (mutu) dan kuantitas (jumlah) buku
yang diterbitkan setiap tahunnya. Bisa
dibilang buku sebagai indikator penting bagi kemajuan suatu negara. Lalu, apakah hanya sampai diterbitkan
saja? tentu saja tidak! Akan percuma jika banyak buku yang diterbitkan
(dipublikasikan) namun tidak ada yang membacanya. Itu hanya akan menjadi informasi informasi
yang ‘mati’ atau bahkan bisa dikatakan sebagai ‘kuburan informasi’ belaka. Lehtonen dalam bukunya yang berjudul The Cultural Analysis of Text bahkan
mengatakan bahwa suatu teks/bacaan (dalam hal ini buku) hanya akan “hidup” jika
ada yang “menghidupkannya”. Memangnya
buku bisa hidup? Bisa jika ada pembaca
yang “menghidupkannya”. Ya, karena tugas
pembacalah yang pada akhirnya menciptakan makna-makna yang terkubur dalam suatu
teks bacaan (buku) tersebut.
Lalu, pernahkah Anda mendengar seseorang yang
berkata “Buku ini dengan begitu dahsyatnya telah mengubah hidup saya”. Wow, pertama kali mendengarnya mungkin akan
membuat orang lain terkejut. Bahkan ada
juga yang akan mengatakan “Ah, itu berlebihan.
Mana mungkin sebuah buku yang notabene adalah sebuah benda mati bisa
memiliki pengaruh yang sebegitu dahsyatnya bagi kehidupan seseorang?” Dibawah ini saya akan menyebutkan beberapa
contoh betapa dahsyatnya pengaruh yang ditimbulkan oleh sebuah buku.
Saya pernah mendengar bahwa ada seorang dokter gigi
yang benar-benar merasa hidupnya berubah setelah dia membaca sebuah novel. Ya, sebuah novel yang notabene dibuat dengan
tujuan untuk menghibur para pembacanya dengan alur cerita yang
dipersembahkan. Namun, ternyata bagi
seorang dokter gigi tersebut, novel tersebut telah memberikan lebih dari
sekedar ‘hiburan’ kepada kehidupannya.
Novel tersebut adalah tetralogy Laskar Pelangi yang ditulis oleh Andrea Hirata. Dalam novel tersebut terdapat salah satu
tokoh yang bernama Mahar yang diceritakan begitu mahir dalam seni, tetapi
hidupnya hanya menjadi seorang pelatih beruk (monyet) yang dipekerjakan menjadi
pengambil kelapa. Sebenarnya dia
memiliki kemampuan lebih yang bisa menjadi modalnya untuk mengejar mimpi-mimpi
besarnya. Namun, akibat terlalu fokus
menunggu panggilan untuk menjadi honorer Pegawai Negeri, mimpi-mimpi indah itu
pun harus Mahar telan kembali seperti layaknya sebuah pil pahit.
Sang dokter yang membaca novel tadi awalnya seperti
Mahar yang bertekad untuk menjadi seorang Pegawai Negeri, namun sekarang dia
bahkan sudah memiliki tempat praktek sendiri dan melupakan impiannya untuk
menjadi seorang Pegawai Negeri.
Alasannya? Karena dia tidak ingin berakhir seperti Mahar. Dia tidak ingin hanya menunggu nasib yang
mendatangi dirinya, dan menyia-nyiakan apa yang bisa dia lakukan. Karena itu dia lebih memilih untuk berusaha
dan mendekati nasib baik yang ada.
Buku memiliki kekuatan rahasia yang tersembunyi
dalam setiap lembarannya. Banyak
perubahan yang terjadi hanya karena pengaruh dari sebuah buku. Seperti yang terjadi pada beberapa teman saya
(saya telah melakukan sedikit riset terhadap mereka). Ketika saya bertanya “Apa sih pengaruh yang
ditimbulkan dari sebuah buku terhadap diri kamu?” Teman-teman saya menjawab, “Tentu saja
banyak”. Lalu, mereka pun mulai
bercerita kepada saya tentang buku-buku yang menurut mereka telah membawa
pengaruh besar untuk kehidupan mereka sekarang ini.
Buku yang dimaksud dengan teman saya yang pertama
memanglah bertema motivasi. Sayangnya,
dia lupa apa judul bukunya, dia hanya ingat nama pengarangnya yaitu Andre
Wongso. Dia mengambil sebuah kutipan
penting dari buku tersebut yang dia rasa telah berpengaruh pada hidupnya
kini. Dalam bukunya tersebut Andre
Wongso mengatakan,”Jika Anda meyakini Anda gagal, maka Anda akan gagal. Dan jika Anda meyakini Anda sukses, maka Anda
akan sukses.” Berangkat dari kutipan
sederhana itulah teman saya mulai merubah pola pikirnya. Dia sekarang ini selalu berusaha sekuat
tenaga untuk terus berpikiran positif.
Karena telah terbentuk dalam pola pikirnya bahwa pikiran positif akan
selalu membawa hal-hal positif bersamanya.
Begitu pula sebaliknya, pikiran-pikiran negatif akan membawa hal-hal
yang negatif pula bersamanya.
Lain lagi dengan yang terjadi pada teman saya
lainnya. Dia bercerita bahwa akhir-akhir
ini dia sedang senang membaca buku-buku islami.
Kabar baiknya, ternyata buku-buku tersebut dengan suksesnya merasuk ke
dalam dirinya dan membawa pengaruh positif kepada teman saya itu. Bahkan jika diperhatikan lagi, terdapat
perubahan-perubahan yang signifikan yang terjadi pada teman saya akibat
pengaruh buku yang dia baca tadi. Dia
yang sekarang terlihat lebih dewasa dan selalu berusaha keras agar ibadahnya
tidak putus. Dia juga sekarang menjaga
penampilannya agar menjadi muslimah seutuhnya (yang notabene harus
berpenampilan selalu tertutup). Dia
bahkan berkata kepada saya, “Pola pikir saya berubah karena buku itu. Saya yang tadinya mengira bahwa seorang
muslimah berhijab harus menunggu siap mental dan hatinya siap lahir bathin itu
ternyata salah. Muslimah itu punya
kewajiban untuk menutup auratnya terlepas apakah dirinya sudah siap ataupun
belum siap sekalipun.”
Itulah kehebatan dari sebuah buku yang bisa dengan
suksesnya memberikan pengaruh atau bahkan mengubah pola pikir seseorang tentang
suatu hal. Selain pada teman-teman saya,
buku pun telah memberikan pengaruhnya terhadap hidup saya. Disini saya juga akan bercerita tentang
novel-novel yang saya rasa telah memberikan dampak positif terhadap kehidupan
saya. Mengapa novel? Jawabannya adalah karena saya memang pecinta
novel. Ya, saya memang lebih suka untuk
membaca novel jika dibandingkan dengan buku-buku jenis lainnya yang ada di muka
bumi ini. Setidaknya masih sedikit lebih
baik dari pada orang-orang diluar sana yang tidak suka membaca buku sama
sekali, kan?
Novel-novel yang saya maksud adalah tetralogy Laskar
Pelangi dan trilogy Negeri 5 Menara.
Novel-novel ini memang berlatar belakang tentang dunia pendidikan. Novel-novel ini juga sama-sama menceritakan
tentang upaya keras dari anak-anak negeri yang memiliki mimpi-mimpi besar yang
pada awalnya terlihat sangat mustahil untuk mereka raih. Apalagi dengan keadaan mereka yang sama-sama
kurang beruntung secara finansial, semakin membuat mimpi-mimpi mereka terlihat
semakin jauh dan sulit diraih. Namun,
ketika takdir sudah berbicara, mimpi-mimpi mereka yang pada awalnya terlalu
tinggi dan sering menjadi bahan cemoohan orang lain, ternyata dapat
direalisasikan dengan amat sangat sukses.
Novel-novel inilah yang pada akhirnya telah dengan sukses mengubah pola
pikr saya, yang tadinya berpendapat, “Hanya sekedar mimpi-mimpi belaka yang
terlalu tinggi untuk dicapai” menjadi “Tidak ada yang tidak mungkin terjadi di
dunia ini. Semua hal yang terlihat
sangat mustahil pun bisa menjadi kenyataan apabila kita terus berusaha mengejar
mimpi-mimpi kita. Jika anak-anak
Belitong dan anak rantauan Sumatra saja bisa meraih semua mimpi-mimpi mereka,
mengapa saya tidak bisa?” Saya berharap
dengan pola pikir yang seperti ini akan membawa saya ke kehidupan yang lebih
baik lagi dari sebelumnya.
Pada dasarnya bukan seberapa banyak buku yang telah
Anda baca, atau seberapa mahal dan bagus buku yang Anda baca, namun yang
terpenting adalah seberapa banyak buku tersebut mempengaruhi Anda. Dan apa yang Anda lakukan dengan pengaruh
yang diberikan buku tersebut. Karena apa
yang Anda lakukan akan berhubungan dengan apa yang orang lain lakukan. Dan apa yang Anda dan orang lain lakukan
kemudian akan berhubungan dengan apa yang akan terjadi pada dunia ini. Rumit? Mungkin. Dahsyat? Pastinya. Namun kenyataannya buku yang notabene memang
hanya sebuah benda mati dengan dahsyatnya mampu menimbulkan pengaruh yang
begitu besar terhadap peradaban di dunia ini.
Seperti yang telah dikatakan oleh seorang Howard
Zinn dalam artikelnya yang berjudul Speaking
Truth to Power with Books, buku dapat memperkenalkan ide-ide baru yang
tidak pernah terpikirkan oleh sang pembaca sebelumnya. Inilah “warning” bagi si penulis buku. Pasalnya sebagai seorang penulis, yang harus
Anda tanamkan pada pola pikir Anda adalah “Jika ingin menulis, maka haruslah
menulis dengan jujur dan sesuai dengan fakta yang ada.” Oke, akan lain ceritanya jika Anda ingin
menulis sebuah cerita fiksi, Anda bisa dengan bebas membentangkan imajinasi
Anda seluas apapun. Namun, jika selain
cerita fiksa, faktalah yang akan berbicara.
Seperti yang dikatakan oleh seorang karakter dalam sebuah buku yang
berjudul Hard Times yang ditulis oleh
Charles Dickens, diceritakan karakter itu adalah seorang kepala sekolah yang
sedang menasihati seorang guru muda, dia mengatakan “Remember, just give them
facts, nothing but facts.” Howard Zinn
bahkan menggarisbawahi “facts, nothing but facts”. Disini benar-benar ditekankan bahwa kita
harus jujur dalam memberikan informasi kepada orang lain. Haruslah sesuai
dengan fakta yang ada.
Coba kita bayangkan, jika ada seorang penulis yang
ternyata tidak memberikan fakta-fakta dalam tulisannya (informasi-informasi
yang diberikannya ternyata palsu belaka), lalu bagaimana nasib para
pembacanya? Tidak akan menjadi masalah
yang serius jika yang membaca tulisannya adalah seorang pembaca yang kritis (yang
tidak akan menerima begitu saja apa yang dibacanya) karena dia pasti tidak akan
langsung percaya dan terpengaruh dengan informasi-informasi palsu
tersebut. Akan tetapi, bagaimana jika
yang membaca informasi-informasi palsu tersebut ternyata seorang pembaca
“innocent”? pastinya pembaca “innocent”
tersebut akan mengira bahwa yang dikatakan oleh si penulis tersebut adalah
benar adanya dan sesuai dengan fakta yang ada.
Jika informasi-informasi palsu tadi ternyata telah sukses mengubah pola
pikir pembaca “innocent” tersebut, lalu akan berpengaruh dengan apa yang dia
katakan dan dia lakukan terhadap orang lain, maka akan semakin luaslah dampak
yang telah ditimbulkan dari sebuah bacaan yang diproduksi dari seorang penulis
yang tidak jujur (yang tidak menulis sesuai dengan fakta yang ada).
Buku beroperasi dalam banyak cara untuk mengubah
suatu pandangan dan kesadaran masyarakat.
Contoh yang sangat tepat dalam hal ini adalah buku-buku tentang
sejarah. Sejarah yang notabene memiliki
fungsi utama untuk mengungkapkan dan menceritakan segala sesuatu yang telah
terjadi, haruslah berisi tentang fakta-fakta.
Namun, bagaimana jika sejarah tentang suatu hal yang selama ini telah
Anda ketahui dan telah terpatri dalam pikiran Anda ternyata salah atau lebih
parahnya lagi hanya sekedar kebohongan belaka?
Shock dan tidak percaya, mungkin itulah hal pertama yang akan Anda
rasakan. Apalagi jika fakta baru yang
terungkap ternyata berbeda 180 derajat dari versi aslinya (versi yang selama
ini Anda anggap benar dan telah terpatri dalam otak Anda). Bahkan beberapa orang akan langsung
berpendapat bahwa sang penulis tersebut pasti sudah gila karena dia menulis
informasi-informasi baru yang 180 derajat berbeda (walaupun hal tersebut memang
fakta yang sesungguhnya).
Seperti yang terjadi pada Howard Zinn ketika bukunya
yang berjudul A people’s History of the
United States diterbitkan, dia bahkan mendapat masalah yang berupa banyak
e-mail yang diterimanya dari seluruh negeri.
Parahnya lagi, mayoritas isi dari e-mail yang dia terima berisi tentang
kemarahan orang-orang yang telah membaca bukunya tersebut. Anehnya, rata-rata orang-orang tersebut hanya
membahas bab pertama dari buku yang merupakan sebuah karya masterpiece dari
seorang Howard Zinn. Lalu, apakah itu
berarti mereka semua hanya membaca bab satunya saja? Mungkin saja begitu, atau bisa juga mereka
semua memang telah membaca bukunya dari awal hingga akhir, namun dikarenakan
terdapat suatu hal dalam bab pertama itu yang membuat mereka semua “berkicau”
tentang bab pertama dari buku tersebut.
Ketika saya mencoba membaca buku yang merupakan
masterpiece dari tangan seorang Howard Zinn tersebut, akhirnya saya pun
paham. Saya dapat mengerti mengapa ia
mendapatkan hadiah berupa banyak “kicauan” dari orang-orang yang telah membaca
bukunya, terutama pada bab pertamanya. “Dia
sangat berani.” Mungkin itulah yang ada dipikiran saya ketika saya mencoba
untuk membaca buku tersebut. Dia sangat
berani atau justru sangat gila?
Bayangkan saja, seorang Howard Zinn dengan beraninya mengungkap siapa
Christopher Columbus yang sesungguhnya.
Jika ada pertanyaan “Siapakah Christopher Columbus itu?” Pasti Anda akan
menjawab “Dia adalah yang menemukan benua Amerika”. Ya, memang sudah terpatri dalam anggapan
setiap orang di dunia ini bahwa Christopher Columbus adalah orang yang
menemukan benua Amerika. Dia “nyasar”
dan beranggapan bahwa dirinya telah berada di daratan Asia, meskipun pada
kenyataannya dia masih berada pada Kepulauan Bahama. Terlepas dari kegiatan “kesasar”nya itu,
selama ini Christopher Columbus memang disebut-sebut sebagai “penemu benua
Amerika”. Dia telah dikenal sebagai
pahlawan, penemu (penjelajah) yang hebat dan berani karena dia telah gagah
berani mengarungi “samudera yang gelap dan berkabut”.
Namun, apa yang terjadi ketika Anda disuguhkan
dengan fakta-fakta baru tentang Christopher Columbus yang ternyata 180 derajat
sangatlah berbeda. Dengan lantangnya
Howard Zinn menyatakan bahwa Christopher Columbus adalah seorang munafik yang
merangkap sebagai penculik, penyiksa, dan seorang pria tamak yang tidak segan
untuk membunuh dengan keji bahkan memutilasi orang-orang pribumi di “dunia
baru” yang dia temukan tersebut. Hal
inilah yang memicu kemarahan dari orang-orang yang selama ini telah diajarkan
bahwa Christopher Columbus adalah seorang pahlawan dan penjelajah hebat. Menurut saya, orang-orang seperti inilah yang
disebut sebagai orang-orang dengan pikiran yang sempit. Setiap harinya pasti akan muncul fakta-fakta
dan informasi-informasi baru karena ilmu pengetahuan tidak akan “mandeg” pada
suatu titik saja, dia bersifat revolusioner.
Disinilah kita dituntut untuk bisa menjadi seorang pembaca yang
kritis. Pembaca kritis tidak akan dengan
mudah menerima suatu informasi begitu saja, namun dia juga tidak akan langsung
menolak informasi baru tersebut begitu saja.
Seperti yang telah disebutkan diatas, pertama kali
membaca tentang fakta-fakta baru tentang Christopher Columbus ini, saya pun
merasa terkejut. Selama ini saya hanya
sebatas mengetahui bahwa Christopher Columbus adalah penemu benua Amerika. Lalu, ketika saya membaca tulisan Howard Zinn
tersebut, saya langsung berusaha mencari informasi-informasi tambahan mengenai
hal tersebut. Dan betapa terkejutnya
saya ketika saya menemukan banyak orang yang juga membahas secara gamblang
informasi baru tersebut. Bahkan dalam sebuah
situs forum di internet, dijelaskan secara gamblang bagaimana kekejian dari
seorang Christopher Columbus.
Dalam forum tersebut dijelaskan bahwa Christopher
Columbus telah memperbudak banyak penduduk lokal dan bahkan membantai mereka
secara besar-besaran. Christopher
Columbus dan anak buahnya ternyata ‘hobi’ memotong tangan para penduduk lokal
dan membiarkan mereka semua berdarah sampai mati. Mereka dikenal juga sering melakukan
penggantungan manusia secara massal. Orang-orang
dipanggang di pantai dan bahkan mereka sering memenggal kepala anak-anak untuk
kemudian diberikan sebagai makanan anjing sebagai hukuman untuk kesalahan yang
paling kecil sekalipun. Inilah yang
menjadi bukti mencengangkan atas kekejaman dan kebiadaban yang telah dilakukan
oleh Christopher Columbus bersama para pengikutnya. Lalu, masihkah Anda menganggap Christopher
Columbus sebagai pahlawan yang telah melakukan ekspedisi dan
penjelajahan-penjelajahan hebat?
Berkenaan dengan “dunia baru” yang ditemukan oleh
Christopher Columbus, ternyata terdapat fakta-fakta mengejutkan tentang hal
itu. Banyak fakta yang menyatakan bahwa
Christopher Columbus bukanlah orang pertama yang tiba di Amerika. Karena ketika dia tiba disana, ia mendapati
“dunia baru” tersebut telah dihuni masyarakat.
Ia juga bukanlah orang Eropa pertama yang sampai ke benua itu karena
sekarang telah diakui secara meluas bahwa orang-orang Viking dan Eropa Utara
telah berkunjung ke Amerika Utara pada abad ke 11. Bahkan jauh sebelumnya diyakini orang-orang
Tiongkok dan kaum Muslim telah menginjakkan kaki mereka di benua Amerika
terlebih dahulu.
Menurut catatan Wikipedia, Columbus mengira pulau
tersebut masih perawan dan belum berpenghuni sama sekali. Mereka berorientasi akan menjadikan pulau
tersebut sebagai perluasan wilayah Spanyol.
Akan tetapi, setelah menerobos masuk ke pulau itu, Columbus terkejut
karena menemukan sebuah bangunan yang persis seperti yang pernah dia lihat
sebelumnya ketika mendarat di Afrika.
Anda tahu bangunan apakah itu?
Ternyata bangunan megah itu adalah Masjid yang dipakai orang-orang Islam
untuk beribadah. Lalu, mengapa bisa ada
Masjid disana? Karena seperti yang telah
dikatakan diatas, ternyata Islam telah terlebih dahulu tiba di benua
tersebut. Namun, berbeda dengan niat
Christopher Columbus yang ingin bertindak jahat terhadap penduduk pribumi
disana, kaum Muslim tersebut ternyata hanya ingin berdagang. Karena diterima oleh penduduk lokal disana,
akhirnya pun orang-orang Islam tersebut melakukan asimilasi perkawinan dengan
orang-orang Indian dari suku Iroquois dan Algonquin. Pernahkah Anda mendengar tentang Ibnu Batutah
dan laksamana Cheng Ho? Merekalah yang
terlebih dahulu tiba di benua Amerika, bahkan jauh sebelum kedatangan
Christopher Columbus. Bahkan menurut
salah satu suku Indian Cherokee (yang ternyata adalah orang Islam!) mengatakan,
“Laksamana inilah yang sepatutnya dinobatkan sebagai penemu pertama benua
Amerika”. Jadi, masihkah Anda berpendapat bahwa Christopher Columbus adalah
penemu benua Amerika?
Secara mengejutkan itulah keajaiban dari sebuah
buku, ia bisa melampaui batas ruang dan waktu dengan leluasa. Dengan membaca buku kita dapat menjelajahi
berbagai tempat di dunia dan mengungkapkan fakta-fakta baru tanpa perlu
mengunjunginya. Seperti ketika kita membahas tentang sejarah benua Amerika
tadi, apakah kita harus pergi ke Amerika untuk mengungkapkan fakta-fakta
tersebut? Tentu saja tidak. Hanya dengan membaca buku, kita dapat
mengetahui segala sesuatu tentang benua Amerika. Fakta-fakta terselubung pun pada akhirnya
bisa terungkap secara gamblang melalui sebuah buku. Dengan catatan bahwa informasi-informasi yang
ada dalam buku tersebut haruslah benar dan sesuai dengan fakta-fakta yang ada.
Saya merasa sangat setuju dengan ‘final word’ yang
dituliskan oleh Howard Zinn dalam artikelnya yang berjudul Speaking Truth to Power with Books, yang dia kutip dari Kurt
Vonnegut. Ketika ditanya “Why do you
write?” Vonnegut menjawab, “I write so you would know there are people who feel
the way you do about the world, that you are not alone.” Ya, seringkali orang-orang merasa seakan dia
sendirian di dunia ini. Namun, ketika
dia membaca buku dan merasa satu pemikiran dengan si penulis, maka dia tidak
akan merasa sendirian lagi. Ia akan
menyadari bahwa di dunia ini ada orang lain yang seperti dia, yang melihat
dunia ini dengan cara yang dia lakukan.
Itulah keajaiban dari sebuah buku yang notabene
hanyalah sebuah benda mati. Buku mempunyai kekuatan besar yang sering memberikan
pengaruhnya kepada pola pikir kita. Melalui buku kita bisa melihat dunia. Melalui buku peradaban bisa berubah. Melalui buku fakta-fakta terselubung pun
dapat terungkap.
“The
truth is that every book we read, like every person we meet, has capacity to
change our lives.” – Susan Cooper
“The
more you read, the more things you will know, the more that you learn, the more
places you’ll go.” – Dr. Seuss, “I
Can Read with My Eyes Shut!”
References