Critical Review 2


Petuah untuk Pencipta dan Penikmat Tulisan dari Howard Zinn
Author: Aulia Priangan

Segala hal yang diciptakan pasti memiliki tujuan tertentu. Begitu pula dengan sebuah tulisan. Tentu tulisan diciptakan oleh sang penulis memiliki maksud tertentu, baik tersirat maupun tersurat. Sedikit banyak tujuan diciptakannya tulisan tersebut dapat berpengaruh juga pada pembaca. Jika sang penulis terampil dalam menuangkan ide-ide berilian yang ia punya tentu tujuan awal penulisan dapat dengan mudah terlaksana. Seperti seorang pemain drama yang lihai dan lincah dalam memainkan perannya, sang penikmat drama (penonton) akan mengerti arti pementasan drama tersebut.
Tulisan lazimnya dikumpulkan menjadi sebuah buku. Buku adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar. Setiap sisi dari selembar kertas pada buku disebut sebuah halaman. Perkembangan zaman dan perkembangan bidang informatika menyebabkan munculnya istilah lain untuk buku yaitu e-book atau buku-e (buku elektronik) yaitu mengandalkan perangkat seperti komputer, laptop, tablet pc, ponsel dan lainnya serta menggunakan software tertentu untuk membacanya.
Sang penulis yang menuangkan ide-ide cemerlangnya dalam bentuk buku tentu telah memiliki tujuan tertentu, misalnya membangun kesadaran pembaca. Sering kita dengar orang-orang berkata bahwa dengan membaca suatu buku tertentu hidupnya menjadi berubah, menjadi lebih baik dari sebelumnya. Secara tidak langsung, hal ini menggambarkan hubungan yang tak kasat mata antara buku yang diciptakan oleh sang penulis dengan perubahan kesadaran sang pembaca. Dengan kata lain, buku dapat mempengaruhi pembacanya.
Bersumber dari sebuah buku pula-lah nama R.A Kartini (1879-1904) lebih dikenal dari pada Rohana Kudus atau Dewi Sartika. Berkat kumpulan surat-suratnya yang diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang” nama Kartini harum dan tak lekang oleh zaman. Bahkan, anak Sekolah Dasar pun lebih familiar dengan nama Kartini dari pada Rohana Kudus maupun Dewi Sartika. Padahal sebenarnya ketiga nama wanita yang disebutkan di atas tadi berperan sama besar dan pentingnya dalam memajukan wanita Indonesia. Bahkan sebelum era Kartini pun telah ada wanita yang ikut berjuang dalam perang, sebut saja Cut Nyak Dien (1848-1908). Akan tetapi, nama Kartini-lah yang lebih dikenal oleh seantero penduduk Indonesia sebagai tokoh emansipasi.
Artikel bertajuk “Speaking Truth to Power with Books” karya Howard Zinn berbicara tentang hal senada. Menurut Howard Zinn secara keseluruhan bahwa setiap buku yang pernah dibaca akan mempengaruhi kehidupan seseorang. Mengubah kehidupan seseorang dengan mengubah kesadarannya. Menurut Howard Zinn pula bahwa meningkatnya kesadaran seseorang akan berpengaruh terhadap perubahan dunia. Dengan demikian dapat kita ketahui bahwa buku memiliki digdaya yang sungguh tak terkira jika sang pembaca dapat menangkap maksud dan tujuan dari penulisan buku tersebut.
Howard Zinn mencontohkan dirinya sendiri ketika membuktikan bahwa buku yang dibaca berpengaruh besar terhadap pola pikir dan kehidupannya. Dimulai ketika Howard Zinn kecil mulai menggemari dunia membaca. Saat itu ia membaca harian New York Post yang menyuguhkan Dickens. Membaca Dickens selagi masih kecil tentu menghasilkan efek yang hebat dalam pemikiran Howard Zinn. Setelah dewasa, Howard Zinn adalah seorang awak pesawat terbang yang membidikkan bom pada perang dunia ke dua. Saat itu Howard Zinn tidak mengetahui apa yang terjadi pada kehidupan manusia ketika bom dijatuhkan. Hal ini karena ia berada di ketinggian 30.000 kaki. Howard Zinn merasa bersalah telah membunuh orang-orang yang tak berdosa tapi dia tetap masih belum mengerti apa yang telah ia lakukan. Setelah perang usai, Howard Zinn membaca buku karangan John Hersey yang berjudul “Hiroshima”. Setelah membacanya dia mengetahui apa yang terjadi pada manusia ketika bom dijatuhkan. Selain buku karya John Hersey, novel Dalton Trumbo yang berjudul Johnny Got His Gun pula mengisnpirasi Howard Zinn. Sejak saat itu ia berhenti dari tugasnya sebagai seorang awak pesawat perang United State.
Selain bercerita mengenai kehebatan buku yang mampu mengubah hidupnya, Howard Zinn juga menceritakan sedikit tentang sisi lain dari Christoper Columbus yang tidak diketahui oleh banyak orang. Ia menuliskannya dalam sebuah buku yang berjudul “A People’s History of United States”. Buku yang ditulisnya menimbulkan kontroversi. Hal ini karena buku yang ditulisnya sangat bertentangan dengan pengetahuan masyarakat luas yang mengagungkan Christoper Columbus sebagai pahlawan, penemu hebat, pembaca Bibel yang soleh. Para pembaca yang disuguhkan fakta bahwa Chrisoper Columbus adalah seorang pembunuh, orang serakah yang mencari emas atau orang yang berkeinginan memutilasi orang merupakan hal yang mengejutkan para pembaca bukunya.
Seperti yang telah penulis jelaskan di awal bahwa buku dapat mempengaruhi pembaca. Penulis sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Howard Zinn mengenai kekuatan buku. Memang buku merupakan salah satu agen perubahan yang ikut berperan menciptakan kesadaran seseorang terhadap sesuatu. Buku pula lah yang menjadikan kita mengerti akan hal-hal yang kita tidak mengerti. Bentuk kesadaran itu timbul karena kita mengerti dan mengetahui. Sejatinya setelah membaca buku, akan timbul kesadaran dalam diri kita.
Buku adalah jendela dunia dan membaca kuncinya. Kita tentu tidak asing lagi dengan pepatah seperti yang disebutkan tadi. Buku memang berisi banyak pengetahuan mengenai segala hal. Membaca merupakan kunci pembuka jendela tersebut. Akan tetapi sebelum membaca buku dan memilih buku mana yang hendak kita baca, tentu kita membutuhkan minat membaca yang besar terlebih dahulu. Minat membaca bersumber dari dalam diri kita. Itu murni kesadaran dalam diri kita yang menganggap bahwa membaca buku tersebut penting bagi kehidupan kita. Oleh karena itu, menurut paham penulis buku memang memiliki pengaruh yang besar terhadap kehidupan pembacanya dengan mengubah kesadaran sang pembaca. Namun, diperlukan kesadaran dari dalam diri (motivasi) terlebih dahulu guna melaksanakan kegiatan membaca tersebut.
Motivasi adalah dorongan atau semangat yang mampu menggerakan semua anggota tubuh untuk melakukan suatu pekerjaan. Motivasi memiliki tiga komponen utama, yakni kebutuhan, dorongan serta tujuan. Dari pengertian tersebut dapat kita lihat bahwa sebelum melakukan sebuah kegiatan selalu membutuhkan motivasi sebagai penggeraknya. Sama halnya ketika kita membaca sebuah buku, ada elemen-elemen yang menyebabkan kita membacanya. Misalnya saja Howard Zinn yang ingin mengetahui apa yang terjadi pada manusia ketika bom-bom dijatuhkan maka ia membaca buku Hiroshima karya John Hersey.
Buku memang memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan dunia. Ini dapat kita lihat jika minat membaca seseorang telah tumbuh dan ia membaca sebuah buku yang membuat hidupnya akan menjadi lebih baik. Kehidupan seseorang tersebut tentu akan berpengaruh kepada orang-orang disekitarnya. Jika telah berpengaruh terhadap orang disekitarnya, tentu seiring dengan berjalannya waktu akan mempengaruhi dunia pula. Dengan kata lain, buku yang dapat mengubah kehidupan seseorang dapat pula mengubah dunia.
Pepatah yang mengatakan ‘pena lebih tajam daripada pedang’ memang benar adanya. Voltaire, sang pujangga besar Perancis-lah yang melontarkan quotasi tersebut ketika Perancis masih di bawah cengkraman ancienne regime atau di bawah sistim Kerajaan yang dikuasai oleh Dinasti Bourbon. Pada masa itu Voltaire mengkritisi kemampanan status quo melalui tulisan. Voltaire yang pernah tinggal di Inggris selama tiga tahun mengagumi sistem demokrasi di Inggris dan berharap hal yang sama diterapkan juga di Perancis. Di Inggris, monarki hanya sekedar simbol, sedangkan kekuasan berada di tangan parlemen dan kebebasan agama terjamin. Menulis menjadi jalan Voltaire dalam upayanya mewujudkan harapannya. Tulisan-tulisan Voltaire seperti I’ingenue, zadig dan Lettres philosophiques sur les Anglais telah berhasil menginspirasi generasi-generasi setelahnya. Tokoh yang terinspirasi tulisan Voltaire adalah D’Anton, Marat dan Robespierre yang menjadi tokoh sentral dalam Revolusi Perancis pada 14 Juli 1789 dan berhasil menumbnagkan Dinasti Bourbon. Perancis pun menjadi Republik. (http://netsains.net/2009/07/penulis-penulis-yang-mengubah-dunia/)
New England pada awal 1770an adalah salah satu koloni Inggris yang paling maksur di Amerika Utara. Komoditi utama yang diimpor dari sana adalah tembakau, coklat, gandum dan gula. Para petani yang tinggal di sana adalah para pelarian dari Eropa yang mencari penghidupan lebih baik dari tekanan ekonomi atau politik di tanah air mereka. Adapun pada akhirnya pihak kolonial Inggris bertindak semakin represif terhadap New England. Pajak untuk komoditas-komoditas unggulan tersebut dinaikkan untuk pasar Inggris dan perjualan komoditas ke negara Eropa lain dibatasi. Hal ini menimbulkan keresahan di New England. Seorang penulis, Thomas Paine menulis krtikinnya terhadap sistim kolonial Inggris pada buku “Common Sense”. Dalam buku tersebut Thomas Paine menjabarkan secara lugas mengenai ketidak adilan perpajakan dan penindasan yang dilakukan Inggris terhadap New England. Buku “Common Sense” karya Thomas Paine memang tidak memiliki pengaruh langsung terhadap draft penyusunan deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat pada 4 Juli 1776. Akan tetapi buku tersebut berhasil menginspirasi debat publik mengenai kemerdekaan New England di Inggris. (http://netsains.net/2009/07/penulis-penulis-yang-mengubah-dunia/)
Negara tercinta kita, Indonesia pun pernah merasakan perubahan yang terjadi akibat dari kritik melalui tulisan. Buku “Max Havelaar” karangan Multatuli merupakan salah satu karya klasik dalam kesusastraan Indonesia. Semenjak HB Jasin menterjemahkannya dari bahasa belanda ke bahasa Indonesia dan menjadi salah satu bacaan wajib pada sastra Indonesia. Tulisan Multatuli di buku tersebut mengkritisi praktek tanam paksa oleh kolonial Belanda. Buku ini pernah difilmkan dan membukakan kesadaran para borjusi Eropa (terutama Belanda) bahwa kekayaan dan kemakmuran yang selama ini mereka nikmati adalah merupakan hasil darah dan keringat bangsa jajahan mereka. Buku tersebut menginspirasi para politis belanda untuk menggulirkan politik etis, dimana dilakukan semacam ‘balas jasa’ terhadap Indonesia atas penjajahan yang telah mereka lakukan selama ini. Salah satu dari balas jasa tersebut adalah akses terhadap pendidikan. Akses pendidikan tersebut justru dimanfaatkan oleh bapak bangsa kita, diantaranya Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir dan lainnya sebagai bekal intelektual untuk melawan imperialisme Belanda. Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 merupakan buah dari politik etis. (http://netsains.net/2009/07/penulis-penulis-yang-mengubah-dunia/)
Dari penggalan di atas kita dapat mengetahui digdaya dari sebuah buku. Buku memang dapat mengubah dunia melalui para pembacanya. Kekuatan pikiran dalam buku sangat berpengaruh secara massif dalam masyarakat pembaca. Napoleon Bonaparte pernah berkata bahwa, “Seribu meriam tidak akan membuat aku mundur dari peperangan, tetapi satu ujung pena membuatku berpikir seribu kali untuk melawan.
Dalam artikelnya yang bertajuk “Speaking Truth to Power with Books” Howard Zinn mengerti betul tentang pengaruh buku terhadap perubahan dunia. Oleh karena itu, Howard Zinn menghimbau seyogianya sebuah tulisan itu ditulis berdasarkan fakta serta nyata. Hal ini karena ia menyadari bahwa pemikiran dalam buku dapat mempengaruhi pembacanya yang pada akhirnya akan berakibat pada perubahan dunia pula. Hal ini tidak akan menjadi masalah jika buku ditulis dengan fakta, namun apa yang terjadi ketika sudah tidak sesuai dengan fakta. Banyak hal-hal yang akan dikaburkan kebenarannya. Seperti sejarah yang dalam penulisannya mengaburkan beberapa fakta dan membuat narasi yang sesuai dengan penguasa.
Howard Zinn menyadari adanya korelasi diantara ide-ide yang dituangkan oleh penulis dengan pembacanya. Penulis yang telah ahli mampu menghadirkan kekuatan dari tulisan atau buku yang diciptakannya. Sadar akan kekuatan tersebut maka Howard Zinn mengajak para penulis untuk menciptakan tulisan atau buku berdasarkan sesuatu yang nyata dan berdasarkan fakta juga. Penulisan ide-ide cemerlang yang nantinya akan memepengaruhi dunia dan awalnya mempengaruhi kehidupan pembaca. Zinn pun menyadarkan kita tentang peran penting yang diemban oleh seorang penulis.
Sejarah memiliki korelasi yang kuat dengan tulisan atau buku. Hal ini karena dari tulisan-tulisan masa lampau-lah kita dapat mempelajari sejarah. Tulisan laksana sebuah mesin waktu yang mampu membawa kita menembus dan menjelajahi waktu. Semua peristiwa penting yang terjadi di masa lampau direkam melalui tulisan. Hal ini bertujuan agar suatu saat kelak kita dapat belajar dari pengalaman.
Sejarah yang kita pelajari sekarang ini tidak lagi berdiri sendiri namun sudah dipengaruhi kebijakan politik dengan tujuan mengamankan kepentingan penguasa. Para penguasa sadar betul jika generasi muda mempelajari sejarah dengan sungguh-sungguh akan mengganggu jalannya suatu pemerintahan. Oleh sebab itu, berbagai peristiwa sejarah dipolitisir dengan mengaburkan narasi peristiwa sesungguhnya. Demi mendukung kebijakan ini, pemerintah mengajak sejarawan untuk menuliskan narasi sejarah sesuai selera penguasa. Beberapa ciri histografi sejarah versi penguasa adalah pertama mengedepankan aktor sejarah yang berasal dari kalangan penguasa. Perubahan dalam sejarah hanya muncul dari kelompok penguasa. Rakyat kecil sebatas pelengkap saja. Kedua, monopoli kebenaran. Sejarah pesanan penguasa menabukan adanya perbedaan sudut pandang penulisan sejarah. Ketiga, histografi sejarah buatan penguasa tidak hanya sebagai bahan bacaan semata, tetapi juga digunakan sebagai media indoktrinisasi yang didukung dengan bantuan media elektronik seperti pembuatan film. Keempat, teks sejarah versi penguasa bertujuan untuk “mencuci” otak alam pikiran masyarakat. Dimana status quo akan aman ketika kondisi sosial masyarakat bisa dikendalikan, yaitu dengan menanamkan rasa benci atau permushan terhadap kelompok lain yang dianggap bersalah atau bertanggung jawab atas suatu peristiwa sejarah.
Winston Chruchill, yang merupakan mantan jurnalis dan seorang penulis memoar berpengaruh pernah pula berkata “Sejarah akan baik padaku, karena aku akan menulisnya.” Winston Churchill bukan secara literat merujuk pada karya tulisnya, tetapi sekedar mengulang sebuah kutipan mengenai filsafat sejarah yang terkenal “Sejarah ditulis oleh sang pemenang.”. Maksudnya, sering kali pemeang sebuah konflik kemanusiaan menjadi lebih berkuasa dari taklukkannya. Oleh karena itu, ia lebih mampu untuk meninggalkan jejak sejarah –termasuk di dalamnya pemelesetan fakta sejarah- sesuai dengan apa yang mereka rasa benar. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah)
Misalnya saja sejarah mengenai Christoper Columbus. Sejak dari bangku Sekolah Dasar kita mengetahui bahwa Columbus-lah yang menemukan Benua Amerika. Pada mulanya, tujuan awal Columbus berlayar adalah untuk mencari emas di Benua Asia. Setelah melakukan perjalan panjang mengarungi lautan Atlantik, di kejauhan nampak sebuah daratan. Melihat hal tersebut Columbus beranggapan bahwa daratan tersebut adalah Benua Asia yang sedang dicarinya. Ia menamakan daratan yang ditemukannya sebagai “Dunia Baru”. Ternyata, daratan tersebut bukanlah daratan tak berpenghuni. Penduduk daratan tersebut disebut sebagai Indian oleh Christoper Columbus, karena ia mengira bahwa itu adalah daratan Asia.
Kehebatan Christoper Columbus membuatnya dielu-elukan oleh bangsa Eropa yang memerintahkannya dalam melakukan pelayaran. Columbus dianggap sebagai pahlawan karena berhasil menemukan benua Amerika. Sampai-sampai Senin kedua di bulan Oktober diperingati warga negara Amerika sebagai hari Columbus.
Ternyata sejarah yang telah lama diketahui dunia menyembunyikan beberapa fakta mencengangkan. Seperti yang telah dijelaskan bahwa narasi sejarah telah diubah dan disesuaikan dengan keinginan penguasa. Oleh sebab itu, sejarah mencatat bahwa Christoper Columbus-lah orang yang berhasil menemukan Benua Amerika. Padahal, pada kenyataannya, Christoper Columbus bukanlah bangsa Eropa pertama yang menginjakkan kakinya di daratan yang ia juluki sebagai “Dunia Baru”. Sebelum Columbus, orang-orang Skandinavua (Viking) menjelajahi benua Amerika Utara pada abad ke-11 dan mendirikan koloni L’Anse aux Meadow. Selain itu Columbus tidak pernah tiba di daratan Amerika Utara. Perjalannya membawa dia ke Amerika Tengan dan Amerika Selatan, Puerto Rico, Kepulauan Virgin Bahama dan kepulauan Karibia lainnya.
Dalam buku A People’s History of United States yang ditulisnya, Howard Zinn mengatakan bahwa Christoper Columbus tidak pantas disebut sebagai pahlawan dan penemu hebat bahkan pembaca Bibel yang soleh. Hal ini karena pada kenyatannya Christoper Columbus adalah orang yang melakukan pelayaran karena ingin mencari kekayaan. Dilihat dari tujuan awalnya saja pelayaran Columbus sudah didasarkan kepada haus akan kekayaan. Selain itu, Christoper Columbus juga melakukan kejahatan terhadap para penduduk pribumi daratan yang ia juluki sebagai “Dunia Baru”. Kejahatan yang Christoper Columbus lakukan adalah menyiksa penduduk pribumi, menjadikannya budak dan melakukan kejahatan genosida. Data-data yang diperoleh Howard Zinn bersumber dari jurnal yang ditulis sendiri oleh Christoper Columbus.
Memepelajari sebuah sejarah berkaiatan erat dengan tulisan atau buku yang berkaiatan dengan sejarah tersebut. Penguasa selalu memonopoli alur narasi sebuah sejarah demi kelangsungan jalannya pemerintahannya. Maka sering sekali kita temui adanya sebuah fakta yang tersembunyi dari sebuah sejarah. Setiap sejarah yang ada memang terkesan lebih mementingkan penguasa pada saat itu. Hal ini seperti yang telah penulis sampaikan di atas bahwa penulisan sebuah buku memiliki maksud dan tujuan tertentu ketika menciptakan sebuah buku.
Howard Zinn menulis buku yang bertajuk A People’s History of United States bertujuan agar masyarakat dunia tahu kebenaran mengenai pelayaran yang dilakukan oleh Christoper Columbus. Mengenalkan sisi-sisi lain yang jarang diangkat ke media masa mengenai perlakuan Christoper Columbus terhadap para pribumi yang ia temui serta kejahatan genosida yang telah lakukannya. Sesuai dengan yang Zinn tulis dalam artikelnya, “facts, nothing but facts”. 
There is something about words. In expert hands, manipulated deftly, they take you prisoner. Wind themselves around your limbs like spider silk, and when you are so enthralled you cannot move, they pierce your skin, enter your blood, numb your thoughts. Inside you they work their magic.” –Diane Setterfield.
One must always be careful of books”, said Tessa, “and what is in side them, for words have the power to change us.” –Cassandra Clare.
Kata-kata begitu mempunyai kekuatan maha dahsyat dalam mengubah pikiran kita. Oleh sebab itu tidak diragukan lagi bahwa buku yang merupakan kumpulan dari rangkian kata-kata memiliki efek yang besar pula pada terhadap para pembacanya. Pembaca yang telah terpengaruh oleh pemikiran yang terdapat di dalam buku tertentu akan membuat beberapa perubahan dalam hidupnya. Ketika ia menciptakan perubahan, tentu lingkungan di sekitar pembaca pun akan ikut berubah. Hal ini karena kehidupan manusia adalah sebab akibat. Dan pada akhirnya, setelah lingkungan yang ikut berubah, perlahan seiring berjalannya waktu perubahan dari pembaca tersebut akan sampai pada zona yang lebih besar cakupannya, yakni dunia.
Penulis berperan penting dalam menciptakan ide-ide brilian yang dituangkan ke dalam tulisan atau sebuah buku. Penulis pula-lah yang melatar belakangi beberapa perubahan yang terjadi pada diri pembacanya. Penulis yang ahli dapat menciptakan kata-kata yang memiliki magis bagi pembacanya. Oleh sebab itu, penulis dapat dikatakan sebagai agen pembangun kesadaran seseorang.
Pembaca dan penulis memiliki kertikatan yang tak dapat terpisahkan. Penulis yang ahli tidak akan mampu menyadarkan pemabacanya jika minta untuk membaca saja masih rendah. Sebagus apapun tulisannya atau bukunya tidak akan mengubah apa-apa jika tidak dibaca. Tulisan atau buku bukan apa-apa tanpa pembaca. Pembaca dan penulis merupakan sebuah hubungan yang saling melengkapi satu sama lain. Pembaca dan penulis memegang peranan penting dalam upaya perubahan kesadaran manusia demi mencapai kehidupan yang lebih baik dan berujung pada perubahan yang terjadi di dunia berkat keduanya.
Artikel yang ditulis oleh Howard Zinn membukakan jendela pengetahuan kita yang sempat tertutup. Dengan membaca artikel Zinn yang bertajuk “Speaking Truth to Power with Books” mengajarkan kita tentang amanah yang diemban oleh seorang penulis ketika menyampaian ide-ide cemerlangnya ke dalam tulisan atau buku. Penulis seyogianya memberikan fakta ketika menciptakan sebuah tulisan. Hal ini karena kita tahu bahwa tulisan atau buku yang kita tulis dapat mempengaruhi sang pembaca. Dengan kata lain, yang ingin disampaikan oleh Howard Zinn adalah penulis dapat ikut serta dalam upaya merubah dunia dengan cara menuangkan pemikiran mereka ke dalam bentuk tulisan maupun buku. Penulis yang berhasil dalam mencapai maksud dan tujuan penulisannya dapat dengan mudah mempengaruhi para pembaca tulisannya. Penulis dan pembaca merupakan agen penggerak kesadaran.

Referensi:

Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment