Petuah
untuk Pencipta dan Penikmat Tulisan dari Howard Zinn
Author: Aulia Priangan
Segala hal yang diciptakan pasti memiliki tujuan
tertentu. Begitu pula dengan sebuah tulisan. Tentu tulisan diciptakan oleh sang
penulis memiliki maksud tertentu, baik tersirat maupun tersurat. Sedikit banyak
tujuan diciptakannya tulisan tersebut dapat berpengaruh juga pada pembaca. Jika
sang penulis terampil dalam menuangkan ide-ide berilian yang ia punya tentu
tujuan awal penulisan dapat dengan mudah terlaksana. Seperti seorang pemain
drama yang lihai dan lincah dalam memainkan perannya, sang penikmat drama
(penonton) akan mengerti arti pementasan drama tersebut.
Tulisan lazimnya dikumpulkan menjadi sebuah buku. Buku
adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah
satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar. Setiap sisi dari selembar kertas
pada buku disebut sebuah halaman. Perkembangan zaman dan perkembangan bidang
informatika menyebabkan munculnya istilah lain untuk buku yaitu e-book atau buku-e (buku elektronik)
yaitu mengandalkan perangkat seperti komputer, laptop, tablet pc, ponsel dan
lainnya serta menggunakan software
tertentu untuk membacanya.
Sang penulis yang menuangkan ide-ide cemerlangnya dalam
bentuk buku tentu telah memiliki tujuan tertentu, misalnya membangun kesadaran
pembaca. Sering kita dengar orang-orang berkata bahwa dengan membaca suatu buku
tertentu hidupnya menjadi berubah, menjadi lebih baik dari sebelumnya. Secara
tidak langsung, hal ini menggambarkan hubungan yang tak kasat mata antara buku
yang diciptakan oleh sang penulis dengan perubahan kesadaran sang pembaca.
Dengan kata lain, buku dapat mempengaruhi pembacanya.
Bersumber dari sebuah buku pula-lah nama R.A Kartini
(1879-1904) lebih dikenal dari pada Rohana Kudus atau Dewi Sartika. Berkat
kumpulan surat-suratnya yang diterbitkan menjadi sebuah buku berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang” nama
Kartini harum dan tak lekang oleh zaman. Bahkan, anak Sekolah Dasar pun lebih
familiar dengan nama Kartini dari pada Rohana Kudus maupun Dewi Sartika. Padahal
sebenarnya ketiga nama wanita yang disebutkan di atas tadi berperan sama besar
dan pentingnya dalam memajukan wanita Indonesia. Bahkan sebelum era Kartini pun
telah ada wanita yang ikut berjuang dalam perang, sebut saja Cut Nyak Dien
(1848-1908). Akan tetapi, nama Kartini-lah yang lebih dikenal oleh seantero
penduduk Indonesia sebagai tokoh emansipasi.
Artikel bertajuk “Speaking
Truth to Power with Books” karya Howard Zinn berbicara tentang hal senada.
Menurut Howard Zinn secara keseluruhan bahwa setiap buku yang pernah dibaca
akan mempengaruhi kehidupan seseorang. Mengubah kehidupan seseorang dengan
mengubah kesadarannya. Menurut Howard Zinn pula bahwa meningkatnya kesadaran
seseorang akan berpengaruh terhadap perubahan dunia. Dengan demikian dapat kita
ketahui bahwa buku memiliki digdaya yang sungguh tak terkira jika sang pembaca
dapat menangkap maksud dan tujuan dari penulisan buku tersebut.
Howard Zinn mencontohkan dirinya sendiri ketika
membuktikan bahwa buku yang dibaca berpengaruh besar terhadap pola pikir dan
kehidupannya. Dimulai ketika Howard Zinn kecil mulai menggemari dunia membaca.
Saat itu ia membaca harian New York Post yang
menyuguhkan Dickens. Membaca Dickens selagi masih kecil tentu menghasilkan efek
yang hebat dalam pemikiran Howard Zinn. Setelah dewasa, Howard Zinn adalah
seorang awak pesawat terbang yang membidikkan bom pada perang dunia ke dua.
Saat itu Howard Zinn tidak mengetahui apa yang terjadi pada kehidupan manusia
ketika bom dijatuhkan. Hal ini karena ia berada di ketinggian 30.000 kaki.
Howard Zinn merasa bersalah telah membunuh orang-orang yang tak berdosa tapi
dia tetap masih belum mengerti apa yang telah ia lakukan. Setelah perang usai,
Howard Zinn membaca buku karangan John Hersey yang berjudul “Hiroshima”. Setelah membacanya dia
mengetahui apa yang terjadi pada manusia ketika bom dijatuhkan. Selain buku
karya John Hersey, novel Dalton Trumbo yang berjudul Johnny Got His Gun pula mengisnpirasi Howard Zinn. Sejak saat itu
ia berhenti dari tugasnya sebagai seorang awak pesawat perang United State.
Selain bercerita mengenai kehebatan buku yang mampu
mengubah hidupnya, Howard Zinn juga menceritakan sedikit tentang sisi lain dari
Christoper Columbus yang tidak diketahui oleh banyak orang. Ia menuliskannya
dalam sebuah buku yang berjudul “A
People’s History of United States”. Buku yang ditulisnya menimbulkan
kontroversi. Hal ini karena buku yang ditulisnya sangat bertentangan dengan
pengetahuan masyarakat luas yang mengagungkan Christoper Columbus sebagai
pahlawan, penemu hebat, pembaca Bibel yang soleh. Para pembaca yang disuguhkan
fakta bahwa Chrisoper Columbus adalah seorang pembunuh, orang serakah yang
mencari emas atau orang yang berkeinginan memutilasi orang merupakan hal yang
mengejutkan para pembaca bukunya.
Seperti yang telah penulis jelaskan di awal bahwa buku
dapat mempengaruhi pembaca. Penulis sependapat dengan apa yang dikatakan oleh
Howard Zinn mengenai kekuatan buku. Memang buku merupakan salah satu agen
perubahan yang ikut berperan menciptakan kesadaran seseorang terhadap sesuatu.
Buku pula lah yang menjadikan kita mengerti akan hal-hal yang kita tidak
mengerti. Bentuk kesadaran itu timbul karena kita mengerti dan mengetahui.
Sejatinya setelah membaca buku, akan timbul kesadaran dalam diri kita.
Buku adalah jendela dunia dan membaca kuncinya. Kita
tentu tidak asing lagi dengan pepatah seperti yang disebutkan tadi. Buku memang
berisi banyak pengetahuan mengenai segala hal. Membaca merupakan kunci pembuka
jendela tersebut. Akan tetapi sebelum membaca buku dan memilih buku mana yang
hendak kita baca, tentu kita membutuhkan minat membaca yang besar terlebih
dahulu. Minat membaca bersumber dari dalam diri kita. Itu murni kesadaran dalam
diri kita yang menganggap bahwa membaca buku tersebut penting bagi kehidupan
kita. Oleh karena itu, menurut paham penulis buku memang memiliki pengaruh yang
besar terhadap kehidupan pembacanya dengan mengubah kesadaran sang pembaca.
Namun, diperlukan kesadaran dari dalam diri (motivasi) terlebih dahulu guna
melaksanakan kegiatan membaca tersebut.
Motivasi adalah dorongan atau semangat yang mampu
menggerakan semua anggota tubuh untuk melakukan suatu pekerjaan. Motivasi
memiliki tiga komponen utama, yakni kebutuhan, dorongan serta tujuan. Dari
pengertian tersebut dapat kita lihat bahwa sebelum melakukan sebuah kegiatan
selalu membutuhkan motivasi sebagai penggeraknya. Sama halnya ketika kita
membaca sebuah buku, ada elemen-elemen yang menyebabkan kita membacanya.
Misalnya saja Howard Zinn yang ingin mengetahui apa yang terjadi pada manusia
ketika bom-bom dijatuhkan maka ia membaca buku Hiroshima karya John Hersey.
Buku memang memiliki pengaruh yang besar terhadap
perubahan dunia. Ini dapat kita lihat jika minat membaca seseorang telah tumbuh
dan ia membaca sebuah buku yang membuat hidupnya akan menjadi lebih baik.
Kehidupan seseorang tersebut tentu akan berpengaruh kepada orang-orang
disekitarnya. Jika telah berpengaruh terhadap orang disekitarnya, tentu seiring
dengan berjalannya waktu akan mempengaruhi dunia pula. Dengan kata lain, buku
yang dapat mengubah kehidupan seseorang dapat pula mengubah dunia.
Pepatah yang
mengatakan ‘pena lebih tajam daripada
pedang’ memang benar adanya. Voltaire, sang pujangga besar Perancis-lah
yang melontarkan quotasi tersebut ketika Perancis masih di bawah cengkraman ancienne regime atau di bawah sistim
Kerajaan yang dikuasai oleh Dinasti Bourbon. Pada masa itu Voltaire mengkritisi
kemampanan status quo melalui tulisan. Voltaire yang pernah tinggal di Inggris
selama tiga tahun mengagumi sistem demokrasi di Inggris dan berharap hal yang
sama diterapkan juga di Perancis. Di Inggris, monarki hanya sekedar simbol,
sedangkan kekuasan berada di tangan parlemen dan kebebasan agama terjamin. Menulis
menjadi jalan Voltaire dalam upayanya mewujudkan harapannya. Tulisan-tulisan
Voltaire seperti I’ingenue, zadig dan
Lettres philosophiques sur les Anglais telah berhasil menginspirasi
generasi-generasi setelahnya. Tokoh yang terinspirasi tulisan Voltaire adalah D’Anton,
Marat dan Robespierre yang menjadi tokoh sentral dalam Revolusi Perancis pada
14 Juli 1789 dan berhasil menumbnagkan Dinasti Bourbon. Perancis pun menjadi
Republik. (http://netsains.net/2009/07/penulis-penulis-yang-mengubah-dunia/)
New England pada awal 1770an adalah salah satu koloni
Inggris yang paling maksur di Amerika Utara. Komoditi utama yang diimpor dari
sana adalah tembakau, coklat, gandum dan gula. Para petani yang tinggal di sana
adalah para pelarian dari Eropa yang mencari penghidupan lebih baik dari
tekanan ekonomi atau politik di tanah air mereka. Adapun pada akhirnya pihak
kolonial Inggris bertindak semakin represif terhadap New England. Pajak untuk
komoditas-komoditas unggulan tersebut dinaikkan untuk pasar Inggris dan
perjualan komoditas ke negara Eropa lain dibatasi. Hal ini menimbulkan keresahan
di New England. Seorang penulis, Thomas Paine menulis krtikinnya terhadap
sistim kolonial Inggris pada buku “Common
Sense”. Dalam buku tersebut Thomas Paine menjabarkan secara lugas mengenai
ketidak adilan perpajakan dan penindasan yang dilakukan Inggris terhadap New
England. Buku “Common Sense” karya
Thomas Paine memang tidak memiliki pengaruh langsung terhadap draft penyusunan
deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat pada 4 Juli 1776. Akan tetapi buku
tersebut berhasil menginspirasi debat publik mengenai kemerdekaan New England
di Inggris. (http://netsains.net/2009/07/penulis-penulis-yang-mengubah-dunia/)
Negara tercinta kita, Indonesia pun pernah merasakan
perubahan yang terjadi akibat dari kritik melalui tulisan. Buku “Max Havelaar” karangan Multatuli
merupakan salah satu karya klasik dalam kesusastraan Indonesia. Semenjak HB
Jasin menterjemahkannya dari bahasa belanda ke bahasa Indonesia dan menjadi
salah satu bacaan wajib pada sastra Indonesia. Tulisan Multatuli di buku
tersebut mengkritisi praktek tanam paksa oleh kolonial Belanda. Buku ini pernah
difilmkan dan membukakan kesadaran para borjusi Eropa (terutama Belanda) bahwa
kekayaan dan kemakmuran yang selama ini mereka nikmati adalah merupakan hasil
darah dan keringat bangsa jajahan mereka. Buku tersebut menginspirasi para
politis belanda untuk menggulirkan politik etis, dimana dilakukan semacam ‘balas
jasa’ terhadap Indonesia atas penjajahan yang telah mereka lakukan selama ini. Salah
satu dari balas jasa tersebut adalah akses terhadap pendidikan. Akses
pendidikan tersebut justru dimanfaatkan oleh bapak bangsa kita, diantaranya
Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir dan lainnya sebagai bekal intelektual untuk
melawan imperialisme Belanda. Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945 merupakan
buah dari politik etis. (http://netsains.net/2009/07/penulis-penulis-yang-mengubah-dunia/)
Dari penggalan di atas kita dapat mengetahui digdaya dari
sebuah buku. Buku memang dapat mengubah dunia melalui para pembacanya. Kekuatan
pikiran dalam buku sangat berpengaruh secara massif dalam masyarakat pembaca.
Napoleon Bonaparte pernah berkata bahwa, “Seribu
meriam tidak akan membuat aku mundur dari peperangan, tetapi satu ujung pena
membuatku berpikir seribu kali untuk melawan.”
Dalam artikelnya yang bertajuk “Speaking Truth to Power with Books” Howard Zinn mengerti betul
tentang pengaruh buku terhadap perubahan dunia. Oleh karena itu, Howard Zinn
menghimbau seyogianya sebuah tulisan itu ditulis berdasarkan fakta serta nyata.
Hal ini karena ia menyadari bahwa pemikiran dalam buku dapat mempengaruhi
pembacanya yang pada akhirnya akan berakibat pada perubahan dunia pula. Hal ini
tidak akan menjadi masalah jika buku ditulis dengan fakta, namun apa yang
terjadi ketika sudah tidak sesuai dengan fakta. Banyak hal-hal yang akan
dikaburkan kebenarannya. Seperti sejarah yang dalam penulisannya mengaburkan
beberapa fakta dan membuat narasi yang sesuai dengan penguasa.
Howard Zinn menyadari adanya korelasi diantara ide-ide
yang dituangkan oleh penulis dengan pembacanya. Penulis yang telah ahli mampu
menghadirkan kekuatan dari tulisan atau buku yang diciptakannya. Sadar akan
kekuatan tersebut maka Howard Zinn mengajak para penulis untuk menciptakan
tulisan atau buku berdasarkan sesuatu yang nyata dan berdasarkan fakta juga.
Penulisan ide-ide cemerlang yang nantinya akan memepengaruhi dunia dan awalnya
mempengaruhi kehidupan pembaca. Zinn pun menyadarkan kita tentang peran penting
yang diemban oleh seorang penulis.
Sejarah memiliki korelasi yang kuat dengan tulisan atau
buku. Hal ini karena dari tulisan-tulisan masa lampau-lah kita dapat
mempelajari sejarah. Tulisan laksana sebuah mesin waktu yang mampu membawa kita
menembus dan menjelajahi waktu. Semua peristiwa penting yang terjadi di masa
lampau direkam melalui tulisan. Hal ini bertujuan agar suatu saat kelak kita
dapat belajar dari pengalaman.
Sejarah yang kita pelajari sekarang ini tidak lagi
berdiri sendiri namun sudah dipengaruhi kebijakan politik dengan tujuan
mengamankan kepentingan penguasa. Para penguasa sadar betul jika generasi muda
mempelajari sejarah dengan sungguh-sungguh akan mengganggu jalannya suatu
pemerintahan. Oleh sebab itu, berbagai peristiwa sejarah dipolitisir dengan
mengaburkan narasi peristiwa sesungguhnya. Demi mendukung kebijakan ini,
pemerintah mengajak sejarawan untuk menuliskan narasi sejarah sesuai selera
penguasa. Beberapa ciri histografi sejarah versi penguasa adalah pertama
mengedepankan aktor sejarah yang berasal dari kalangan penguasa. Perubahan
dalam sejarah hanya muncul dari kelompok penguasa. Rakyat kecil sebatas pelengkap
saja. Kedua, monopoli kebenaran. Sejarah pesanan penguasa menabukan adanya
perbedaan sudut pandang penulisan sejarah. Ketiga, histografi sejarah buatan
penguasa tidak hanya sebagai bahan bacaan semata, tetapi juga digunakan sebagai
media indoktrinisasi yang didukung dengan bantuan media elektronik seperti
pembuatan film. Keempat, teks sejarah versi penguasa bertujuan untuk “mencuci”
otak alam pikiran masyarakat. Dimana status quo akan aman ketika kondisi sosial
masyarakat bisa dikendalikan, yaitu dengan menanamkan rasa benci atau permushan
terhadap kelompok lain yang dianggap bersalah atau bertanggung jawab atas suatu
peristiwa sejarah.
Winston Chruchill, yang merupakan mantan jurnalis dan
seorang penulis memoar berpengaruh pernah pula berkata “Sejarah akan baik padaku, karena aku akan menulisnya.” Winston
Churchill bukan secara literat merujuk pada karya tulisnya, tetapi sekedar
mengulang sebuah kutipan mengenai filsafat sejarah yang terkenal “Sejarah ditulis oleh sang pemenang.”.
Maksudnya, sering kali pemeang sebuah konflik kemanusiaan menjadi lebih
berkuasa dari taklukkannya. Oleh karena itu, ia lebih mampu untuk meninggalkan
jejak sejarah –termasuk di dalamnya pemelesetan fakta sejarah- sesuai dengan
apa yang mereka rasa benar. (http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah)
Misalnya saja sejarah mengenai Christoper Columbus. Sejak
dari bangku Sekolah Dasar kita mengetahui bahwa Columbus-lah yang menemukan
Benua Amerika. Pada mulanya, tujuan awal Columbus berlayar adalah untuk mencari
emas di Benua Asia. Setelah melakukan perjalan panjang mengarungi lautan
Atlantik, di kejauhan nampak sebuah daratan. Melihat hal tersebut Columbus
beranggapan bahwa daratan tersebut adalah Benua Asia yang sedang dicarinya. Ia
menamakan daratan yang ditemukannya sebagai “Dunia Baru”. Ternyata, daratan tersebut bukanlah daratan tak
berpenghuni. Penduduk daratan tersebut disebut sebagai Indian oleh Christoper Columbus, karena ia mengira bahwa itu adalah
daratan Asia.
Kehebatan Christoper Columbus membuatnya dielu-elukan
oleh bangsa Eropa yang memerintahkannya dalam melakukan pelayaran. Columbus
dianggap sebagai pahlawan karena berhasil menemukan benua Amerika.
Sampai-sampai Senin kedua di bulan Oktober diperingati warga negara Amerika
sebagai hari Columbus.
Ternyata sejarah yang telah lama diketahui dunia
menyembunyikan beberapa fakta mencengangkan. Seperti yang telah dijelaskan
bahwa narasi sejarah telah diubah dan disesuaikan dengan keinginan penguasa.
Oleh sebab itu, sejarah mencatat bahwa Christoper Columbus-lah orang yang
berhasil menemukan Benua Amerika. Padahal, pada kenyataannya, Christoper
Columbus bukanlah bangsa Eropa pertama yang menginjakkan kakinya di daratan
yang ia juluki sebagai “Dunia Baru”.
Sebelum Columbus, orang-orang
Skandinavua
(Viking) menjelajahi benua Amerika Utara pada abad ke-11 dan mendirikan koloni L’Anse aux Meadow. Selain itu Columbus
tidak pernah tiba di daratan Amerika Utara. Perjalannya membawa dia ke Amerika
Tengan dan Amerika Selatan, Puerto Rico, Kepulauan Virgin Bahama dan kepulauan
Karibia lainnya.
Dalam buku A
People’s History of United States yang ditulisnya, Howard Zinn mengatakan bahwa Christoper Columbus tidak
pantas disebut sebagai pahlawan dan penemu hebat bahkan pembaca Bibel yang
soleh. Hal ini karena pada kenyatannya Christoper Columbus adalah orang yang
melakukan pelayaran karena ingin mencari kekayaan. Dilihat dari tujuan awalnya
saja pelayaran Columbus sudah didasarkan kepada haus akan kekayaan. Selain itu,
Christoper Columbus juga melakukan kejahatan terhadap para penduduk pribumi
daratan yang ia juluki sebagai “Dunia
Baru”. Kejahatan yang Christoper Columbus lakukan adalah menyiksa penduduk
pribumi, menjadikannya budak dan melakukan kejahatan genosida. Data-data yang
diperoleh Howard Zinn bersumber dari jurnal yang ditulis sendiri oleh
Christoper Columbus.
Memepelajari sebuah sejarah berkaiatan erat dengan
tulisan atau buku yang berkaiatan dengan sejarah tersebut. Penguasa selalu
memonopoli alur narasi sebuah sejarah demi kelangsungan jalannya pemerintahannya.
Maka sering sekali kita temui adanya sebuah fakta yang tersembunyi dari sebuah
sejarah. Setiap sejarah yang ada memang terkesan lebih mementingkan penguasa
pada saat itu. Hal ini seperti yang telah penulis sampaikan di atas bahwa
penulisan sebuah buku memiliki maksud dan tujuan tertentu ketika menciptakan
sebuah buku.
Howard Zinn menulis buku yang bertajuk A People’s History of United States bertujuan
agar masyarakat dunia tahu kebenaran mengenai pelayaran yang dilakukan oleh
Christoper Columbus. Mengenalkan sisi-sisi lain yang jarang diangkat ke media
masa mengenai perlakuan Christoper Columbus terhadap para pribumi yang ia temui
serta kejahatan genosida yang telah lakukannya. Sesuai dengan yang Zinn tulis
dalam artikelnya, “facts, nothing but
facts”.
“There is something about words. In expert
hands, manipulated deftly, they take you prisoner. Wind themselves around your
limbs like spider silk, and when you are so enthralled you cannot move, they
pierce your skin, enter your blood, numb your thoughts. Inside you they work
their magic.” –Diane Setterfield.
“One must always be careful of books”,
said Tessa, “and what is in side them,
for words have the power to change us.” –Cassandra Clare.
Kata-kata begitu mempunyai kekuatan maha dahsyat dalam
mengubah pikiran kita. Oleh sebab itu tidak diragukan lagi bahwa buku yang
merupakan kumpulan dari rangkian kata-kata memiliki efek yang besar pula pada
terhadap para pembacanya. Pembaca yang telah terpengaruh oleh pemikiran yang
terdapat di dalam buku tertentu akan membuat beberapa perubahan dalam hidupnya.
Ketika ia menciptakan perubahan, tentu lingkungan di sekitar pembaca pun akan
ikut berubah. Hal ini karena kehidupan manusia adalah sebab akibat. Dan pada
akhirnya, setelah lingkungan yang ikut berubah, perlahan seiring berjalannya
waktu perubahan dari pembaca tersebut akan sampai pada zona yang lebih besar
cakupannya, yakni dunia.
Penulis berperan penting dalam menciptakan ide-ide
brilian yang dituangkan ke dalam tulisan atau sebuah buku. Penulis pula-lah
yang melatar belakangi beberapa perubahan yang terjadi pada diri pembacanya.
Penulis yang ahli dapat menciptakan kata-kata yang memiliki magis bagi pembacanya.
Oleh sebab itu, penulis dapat dikatakan sebagai agen pembangun kesadaran
seseorang.
Pembaca dan penulis memiliki kertikatan yang tak dapat
terpisahkan. Penulis yang ahli tidak akan mampu menyadarkan pemabacanya jika
minta untuk membaca saja masih rendah. Sebagus apapun tulisannya atau bukunya
tidak akan mengubah apa-apa jika tidak dibaca. Tulisan atau buku bukan apa-apa
tanpa pembaca. Pembaca dan penulis merupakan sebuah hubungan yang saling
melengkapi satu sama lain. Pembaca dan penulis memegang peranan penting dalam
upaya perubahan kesadaran manusia demi mencapai kehidupan yang lebih baik dan
berujung pada perubahan yang terjadi di dunia berkat keduanya.
Artikel yang ditulis oleh Howard Zinn membukakan jendela
pengetahuan kita yang sempat tertutup. Dengan membaca artikel Zinn yang
bertajuk “Speaking Truth to Power with
Books” mengajarkan kita tentang amanah yang diemban oleh seorang penulis
ketika menyampaian ide-ide cemerlangnya ke dalam tulisan atau buku. Penulis
seyogianya memberikan fakta ketika menciptakan sebuah tulisan. Hal ini karena
kita tahu bahwa tulisan atau buku yang kita tulis dapat mempengaruhi sang
pembaca. Dengan kata lain, yang ingin disampaikan oleh Howard Zinn adalah
penulis dapat ikut serta dalam upaya merubah dunia dengan cara menuangkan
pemikiran mereka ke dalam bentuk tulisan maupun buku. Penulis yang berhasil
dalam mencapai maksud dan tujuan penulisannya dapat dengan mudah mempengaruhi
para pembaca tulisannya. Penulis dan pembaca merupakan agen penggerak
kesadaran.
Referensi: