Kebenaran tak selamanya
dibenarkan
(By: Iiz Lailatus
Saidah)
Berbicara
mengenai kebenaran adalah suatu yang dapat dikatakan relative, tergantung dari
perspektif masing- masing individu. Banyak penyebab mengpapa jawaban dari
masing- masing individu berbeda, hal tersebut tidak lain disebabkan karena
pengalaman yang dialami masing-masing individu untuk memperoleh kebenaran yang
berbeda.
Ketika kita berbicara
sejarah adalah kita berbicara tentang sesuatu yang tidak pernah tuntas. Artinya
selalu saja ada kemungkinan penulisan kembali sejarah apabila ditemukan
bukti-bukti baru dan fakta-fakta yang baru.. Sejarah adalah catatan peristiwa
masa lampau, studi tentang sebab dan akibat. Sejarah kita adalah cerita hidup
kita. Sejarah selalu berkembang karena kita hidup adalah mengukir sejarah.
Kata-kata
adalah sumber kekuatan, entah terucap atau tertuliskan sehingga mampu abadi,
kata-kata yang baik akan membangun pribadi yang baik, ketika kita berbicara
atau menulis, apa yang akan kita bicarakan dan tuliskan harus sesuai denga
fakta dan kebenaran yang ada, jangan sampai menyimpang atupun mengada-ngada.
Kita
bisa mengetahui kebenaran itu dengan cara kita baca buku, sebuah buku bisa
meubah pemikiran orang yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, kemudian kita cari
tahu informasi yang sebenarnya, jangan hanya mengandlkan buku saja dan jangan
hanya mendengarkan oomongan orang, belum tentu apa yang dibicarakannya itu
sesuai dengan fakta yang ada.
Howard
Zinn dalam artikelnya yang berjudul “Speaking Truth to Power with Books” dari
buku “Antropology off the self” dari pengalama beliau, awalnya beliau sama
sekali tidak mempunyai buku dan orang tuanya pun tidak mmilikinya, akan tetapi
ketika beliau berusia 14 tahun beliau menemukan buku dijalan. Dicken adalah
salah satu buku yang beliau baca, buku itu memiliki efek yang kuat pada
pemikiran beliau. Itu adalah buku pertama yang diberikan oleh orang tuanya
kepada beliau, karena orang tuanya tahu bahwa beliau gemar membaca.
Dari
pengalaman beliau banyak orang mengatakan bahwa buku dapat merubah hidup seseorang, dapat merubah pola
fikir orang. Dan jika buku mengubah hidup seseorang dengan mengubah kesadaran
seseorang, itu akan memiliki efek pada dunia, dalam satu atau cara lain, cepat
atau lambat. Ada sejumlah cara dimana buku dapat mengubah kesadaran. Pertama,
mereka (penulis) dapat memperkenalkan sebuah ide yang pembaca tidak pernah
terpikirkan sebelumnya. Hal ini terjadi pada banyak dari kita. Kita membaca
Herman Melville, Billy Budd, dan kita dihadapkan dengan situasi dimana semua
orang mematuhi hukum, semua orang patuh mengikuti aturan.
Ketika
seorang penulis menuliskan bukunya, itu harus sesuai dengan fakta-fakta yang
ada, jangan hanya mengetahuinya dari segi pengalaman si penulisnya saja, akan
tetpai harus sesuai dengan fakta dan realita yang ada. Mengapa demikian, karena
tulisan yang ada di buku tersebut akan memberikan informasi kepada orang lain,
dan ketika informasi itu salah maka orang-orang yang membacanya pun akan salah
dalam informasi tersebut apalagi dalam sejarah.
Seperti apa
yang telah dialami oleh Howard Zinn, ketika Zinn menerbitkan bukunya yang
berjudul “Sejarah Rakyat Amerika” yang menceritakan tentang “Christopher
Columbus”, orang-orang asli Amerika tidak sejalan dengan apa yang diceritakan
oleh Zinn dibukunya itu, mereka yang dibesarkan di Amerika Serikat belajar
bahwa Colombus itu adalah seorang pahlawan Columbus penemu besar, Columbus
pembaca Alkitab yang saleh. Untuk membaca tentang Columbus sebagai pembunuh,
penyiksa, penculik, mutilator orang pribumi, munafik, orang yang tamak mencari
emas, bersedia untuk membunuh orang dan mencincang orang,mereka terkejut dan
tidak terima akan hal itu.
Pada
satu titik, Zinn menerima surat dari seorang guru di California, ketika itu
Seorang siswa membawa pulang bukunya Zinn tentang Colombus, ibunya membaca bab
pertama atau mungkin satu sampai lima halaman dari bab pertama, dan ibunya
menganggap bahwa Zinn adalah seorang komunis. Itu kasus di mana hanya untuk
mempelajari fakta-fakta tentang Columbus dapat menyebabkan revolusi dalam
pemikiran seseorang.
Masih
ada cara lain yang dimana buku dan menulis sangat berpengaruh, yaitu melalui
literatur absurditas. Selain itu ada cara lain di mana buku dapat memiliki efek
yang kuat. Sangat sering, orang percaya bahwa mereka tahu sesuatu ketika mereka
benar-benar tidak mengetahui sesuatu apapun.
Disini saya
akan mengkritik Howard Zinn dalam artikelnya yang berjudul “Speaking Truth to Power with Books” dari
buku “Antropology off the self”. Dalam artikelnya Zinn berpendapat bahwa
berbicara tentang kebenaran kekuasaan melalui buku- buku. Zinn dengan
pengalamannya mengatakan bahwa buku bisa merubah hidup seseorang dan bisa
merubah pola fikir seseorang.
Memang buku
itu adalah gudangnya ilmu pengetahuan, buku juga bisa menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan. Pepatah lama yang mengatakan bahawa buku merupakan jendela dunia.
Banyak yang mengatakan buku adalah jendela dunia. Betul sekali, buku adalah
jendela dunia. Dengan membuka buku berarti kita membuka jendela dunia. Kita
bisa melihat keluar, sesuatu yang baru atau pemandangan yang berbeda dengan apa
yang ada di rumah kita. Yang dimaksud rumah adalah pikiran kita saat ini.
Sebagian orang mengatakan bahwa dengan membaca sebuah buku berarti kita membuka
cakrawala. Selain itu buku juga sebagai gudangnya ilmu, bebagai informasi bisa
kita dapatkan melalui buku.
Membaca
buku adalah kita menyelami dunia lain, yaitu sebuah dunia yang ada di dalam
pikiran orang lain. Sementara setiap orang memiliki dunia masing-masing. Dengan
membaca buku kita akan menyelami berbagai dunia orang lain yang akan memberikan
kita kebijaksanaan yang lebih mendalam dalam menghadapi hidup.
Akan
tetapi kebenaran kekuasaan selalu ditutup- tutupi dan buku- bukunya pun selalu
disimpan dan disembunyikan, orang-orang yang memilki kekuasaanlah yang menyembunyikan
buku-buku tetang kebenaran itu, karena mereka takut akan kebenaran yang
sesungguhnya. Kekuasaan bisa mengambil dan merebut segalanya, dengan kekuasaan
orang bisa melakukan apapun atau berbuat seenaknya. Sikap- sikap dan
tindakan-tindakan yang tidak wajar pun dilakukannya.
Berbicara
tentang “kebenaran”, kebenaran terkadang selalu ditutup- tutupi dan
disembunyikan dan kebenaran tidak selamanya dibenarkan. Contohnya saja Howard
Zinn menerbitkan buku yang berjudul “Sebuah Sejarah Rakyat Amerika”, dalam buku
tersebut menceritakan tentang Christopher Columbus dimana orang-orang Amerika
mengnggap bahwa Columbus adalah seorang pemimpin, diplomat dan penemu benua
Amerika, tapi kenyataannya Columbus bukanlah penemu benua Amerika, dia sangat
jahat, dia seorang penjahat, penakluk dan pembunuh.
Sejarah Sebuah Rakyat Amerika Serikat dimulai dengan
menceritakan kembali dari pertemuan pertama dari masyarakat adat di Karibia
dengan ekspedisi Christopher Columbus . di mana Columbus digambarkan sebagai ,
penjelajah damai tercerahkan, setelah ia menemukan dan berada
di tanah baru, berteman dengan orang-orang pribumi . Menggambar dari jurnal
Columbus sendiri serta tulisan-tulisan lain sezaman , Columbus adalah agen
penaklukan dengan nafsu untuk emas dan sumber daya
lainnya yang juga memiliki keinginan untuk menyiksa
dan membunuh orang lain untuk mencapai
tujuan tersebut.
Columbus dan motivasinya merupakan bentrokan pertama
nilai-nilai yang terjadi di Dunia Baru. Dalam tulisan-tulisannya, Columbus
melihat bahwa penduduk Kepulauan Bahama damai, akomodatif dan tidak memiliki
unsur-unsur yang terorganisir untuk membela diri. Dalam pikiran Columbus,
faktor-faktor ini membuat orang-orang pribumi matang untuk ditakllukan
oleh Spanyol dan Negara Eropa lainnya.
Pada
pertengahan dekade kedua abad ke-20 , kekuatan Eropa sedang berperang . Konflik
Perang Dunia I yang mencakup krisis kekuasaan kolonial pertempuran untuk sumber
daya dan wilayah . Meskipun nominal mulai karena ketegangan politik antara
Eropa , inti dari pertempuran itu atas tanah , wilayah dan pengaruh di Afrika ,
Asia dan Amerika Latin.
Periode ini
juga melihat penindasan gerakan Anarkis , dilambangkan dengan penuntutan
terkenal dari dua anarkis , Nicola Sacco dan Bartolomeo Vanzetti pada tahun
1920.
Pada saat itu banyak orang
Amerika mulai mengubah pemikiran mereka pada hari-hari krisis dan pemberontakan. Akhir Perang
Dunia I untuk sementara membawa kemakmuran ke Amerika Serikat . Dengan
pengaruhnya yang berkembang di dunia, campuran bisnis besar dan pemerintah yang
semakin mencari untuk memperluas kekuasaan Amerika di luar negeri.
Apakah
ada kebenaran dalam sejarah? Apakah yang diuraikan dalam buku tersebut adalah
benar- benar peristiwa yang terjadi? Pertanyaan mendasar seperti ini seringkali
timbul ketika kita membaca sebuah uraian sejarah tentang sebuah peristiwa.
Namun kita seringkali mengabaikan arti dari “kebenaran” dalam sebuah sejarah
atau cenderung menganggap kebenaran sejarah itu adalah apa yang diuraikan dalam
uraian sejarah yang kita baca.
Melompat
pada masa Soeharto, ketika sejarah diseragamkan. Pada masa orde baru penulisan
sejarah harus ‘restu’ dari Soeharto supaya tidak menimbulkan instabilitas
politik dan ekonomi. Para sejarawan yang memilki pandangan yang berbeda
diamankan dan hasil karyanya dirapikan. Selain itu tekanan-tekanan terus
diberikan terhadap lawan politiknya melalui penulisan sejarah yang
‘menyimpang’.
Tetapi
keadaan sekarang cenderung berbeda dengan masa lalu, kita setelah reformasi
dibebaskan dalam berkarya dan mengeluarkan pendapat. Kita mengharapkan tuah
reformasi untuk mendapatkan sejarah yang kritis, yang objektif tanpa ada sebuah
fakta yang ditutup-tutupi atau bahkan dihilangkan. Sekarang sudah terbukti para
sejarawan bungkam atau dipaksa bungkam berlomba-lomba menyajikan suatu
‘kebenaran’ tentang masa lalu. Seperti jamur yang tumbuh dimusim hujan.
Terlepas dari keragaman sejarah tersebut, semuanya adalah khazanah yang pantas
untuk dibaca dalam beruasaha menemukan kembali ‘kebenaran’ sebuah peristiwa.
Dimuat
dari Harian Kaltim Post, Edisi Sabtu, 20 Oktober 2007, tragedi G 30 S/PKI,
kejadiah pahit. Dalam peristiwa memilukan itu, beberapa petinggi militer
dibunuh. Kejadian tragis berikutnya adalah ribuan manusia mengalami penyiksaan
dan pembantaian akibat perbedaan ideology. Orang-orang yang ditudung sebagai
penganut komunisme disingkirkan atau mengalami pengasingan berkepanjangan.
Episode penuh kepahitan itu ditutup oleh sebuah layar yang bernama kesaktian pancasila.
Menurut
Firos Fauzan, dengan menggunakan istilah G 30-S masyarakat hanya akan mengingat
peristiwa penculikan jendral dan gerakan militer di Jakarta, sehingga tidak
menganggap pristiwa itu sebagai kudeta yang dilakukan oleh PKI, sebagai mana
partai palu Arit tersebut melakukan coup dengan menculik para jendral dan aksi
di daerah-daerah. Sebenarnya sejarah 1 Oktober itu penghianatan pancasila bukan
kesaktian pancasila.
Sebanarnya
dalang adri G 30 S/PKI bukan hanya CIA, tetapi juga KGB, awalnya sungguh sebuah
statement yang mengagetkan, akan tetapi dengan dilengkapi fakta pendukung yang
sungguh menarik. Ketika didalam tahanan (Orde Baru) tokoh- tokoh PKI maupun
tokoh- tokoh yangdiindikasikan terlibat G30S. Mereka antara lain Jendral
Supardjo (wakil pemimpin Senko/ sentaral komando G30S), Letkol Untung (pemimpin
Senko G30S), Jendral Sabur (komandan Cakra Birawa) dan Pono (biro khusus PKI).
Kesaksian-kesaksian
tersebut kemudian terangkai menjadi sebuah fakta baru, yang sjatinya lebih
memperkuat dari fakta- fakta yang sudah lama terbongkar. Antara lain, bahwa
“Bung Karno” sama sekali tidak terlibat baik langsung maupun tak langsung
dengan G30S, bahwa ada keterlibatab CIA, M16 dan KGB di dalam tragedy tersebut
bahwa Soeharto mengetahui aka nada pergerakan malam 30 september 1965, bahwa
jendral A. Yani kepada Bung Karno pernah membenarkan tentang adanya “DEwan
Jendral” dan masih banyak fakta lain.
Dilihat
dari kedua contoh diatas, bahwa kebaenaran sejarah selalu disembunyikan dan
ditutup- tutupi oleh orang- orang yang memilki kekuasaan. kekuatan
adalah uang dan harta, kekuasaan adalah kedudukan pangkat dan jabatan,
kemanusiaan hanya sebagai semboyan belaka dan hanya ucapan bibir saja, dan
Keadilan adalah milik sang penguasa, orang kaya dan bukan rakyat biasa,
kesemuanya itu hanya satu kata yaitu rekayasa, manipulasi dan pemutar balikan
fakta demi adanya suatu kepentingan”. Fakta terbukti bahwa kebenaran
& keadilan selalu dikalahkan oleh mereka yang menginginkan kebatilan, serta
kejujuran & kebenaran selalu dijadikan korban oleh adanya kepentingan,
kekuasaan, Uang maupun kehormatan & Pangkat.
Sejarah yang diketahuai sekarang ini adalah
merupakan hasil penelitian, dan tidak semua sejarah yang telah diungkapkan
mempunyai saksi hidup yang bisa dijadikan nara sumber. Jika “kebenaran” sejarah
tidak diungkap, samapai kapan bangsa ini hidup dalam kebohongan sejarah.
Ada
beberapa hal yang menyebabkan seseorang keliru dalam menulis sejarah. Hal-hal
tersebut dapat berwujud factor-faktor yang datangnya dari dalam diri si penulis
itu sendiri, ada pula yang datangnya dari luar luar. Factor-faktor dari dalam
yang dikemukakan ole (Shiddiqi, 1984: 15-16)
misalnya:
1. Terlalu
fanatic terhadap apa yang dituliskannya. Dalam hal seperti ini, penulis adalah
orang seorang yang membela gigih kebenaran golongannya sendiri tanpa mau
melihat kesalahan-kesalahan yang dperbuat
2. Terlalu
percaya dengan sikap yang berlebihan terhadap kebenaran sumber informasi. Dia
penolak semua informasi yang datang dari sumber lain
3. Keyakinan
yang salah terhadap sesuatu hal yang benar atau sebaliknya
4. Tidak
mampu memahami masalah
5. Tidak
mampu menempatkan peristiwa pada proporsi yang benar
6. Mencari
muka agar disenangi oleh orang lain (penguasa)
7. Adanya
tekanan-tekanan yang datang dari luar dirinya baik dari penguasa maupun dari
masyarakat lingkungannya.
Dalam
konteks sejarah, ada dua macam kebenaran yaitu, kebenaran yang yang berdasarkan
fakta dan yang berdasarkan tulisan. Keobjektifan
dalam penulisan sejarah mengacu pada peristiwa yang sebenarnya terjadi dan
tidak bisa terulang lagi. Sedangkan sejarah yang subjektif yang ditulis oleh
seorang sejarawan. Karena kedua duanya merupakan bagian dari penulisan sejarah.
Namun pada dasrnya sejarah adlah ilmu yang bersifat subjektif (Abu Su’ud 2012).
Sejarah
dapat dilihat dari arti subjektif dan objektif. Sejarah dalam arti sujektif
adalah suatu konstruk, yaitu suatu bangunan yang disususn oleh subjek/
sejarawan/ penulis sebagai suatu uraian atau cerita (Kartodirjo, 1992: 14-15).
Oleh karena itu sejarah dalam arti subjektif tidak terlepas dari penagruh
penulis. Uraian atau cerita tersebut merupakan suatu kesatuan yang mencakup
fakta-fakta yang dirangkaikan untuk
menggambarkan suatu gejala sejarah, baik proses maupun struktur.
Disetiap
tempat, setiap orang dan setiap peristiwa pasti ada sejarahnya, mengapa bisa
dikatakan demikian, semua itu karena ada sejarahnya. Akan tetapi sejarah yang
terjadi itu tidak semua orang mengetahuinya, kebanyakan orang tidak mengetahui
sejarah tentang kota mereka masing-masing. Banyak sejarah-sejarah yang sengaja
disembunyikan, entah mengapa hal itu tejadi.
Banyak
fakta- fakta sejarah yang sengaja disembunyikan dari penetahuan masyarakat
luas. Mungkin karena adanya keburukan atau kejahatan yang dilakukan oleh
penguasa pada masa lalu atau bisa juga untuk menyembunyikan konspirasi-
konspirasi jahat untuk kepentingan politik dan ekonomi kelompok- kelompok
tertentu. Atau barang kali karena ada kejadian yang memang tidak tercatat
dengan baik.
Seperti
pelajaran- pelajaran sejarah di bangku sekolah dimaterinya terlihat seolah-
olah bukunya itu benar, didalam buku sejarah itu ditulis denagn jelas sekali
tentang tempat kejadian, tokoh dan lain
sebagainya, akan tetapi itu semua belum terlalu terbukti dengan benar.
Seharusnya, harus ada bukti yang nyayta agar sejarah bukan hanya dianggap
sebagai pelajaran khayalan. Hal yang seperti
inilah yang harus dirubah, bahwa seorang penulis harus menuliskan apa
yang dituliskannya sesuai dengan fakta yang benar- benar terjadi, terutam untuk
penulis yang menuliskan tentang sejarah.
Masalah
antar hubungan sejarah dan kekuasaan sudah lama diungkap di tanah air. Idealnya
sejarah neruoakan catatan dari apa yang dinamakan peristiwa sejarah. Namun,
dalam praktiknya, interpretasi terhadap peristiwa itu sendiri menjadi tak
terhindarkan akibat ketidakjelasan peristiwa, keanekaan sumber dan perbedaan
informasi dari sumber serta perbedaan pandangan penulis atau pembuat sejarah.
Karena itulah, dalam praktiknya masalah interpretasi menjadi sangat penting dan
lebih penting lagi ketika sejarah menjadi kepentingan kekuasaan atau penguasa.
Sejarah
memilki arti penting bagi sebuah kekuasaan, sejarah juga merupakan fondasi atau
penopang sebuah kekuasaan. Maksudnya, selama rakyat masih mempercayai kebenaran
sebuah sejarah tertentu, dukungan mereka penguasa akan tetap berjalan. Namun,
begitu muncul keraguan akan kebenaran sejarah tersebut, dukungan mereka pun
mulai goyah.
Kita
ketahui bahwa banyak undur yang mempengaruhi penulis sejarah dalam kerjanya,
lalu bagaimana dengan fenomena penggunaan sejarah sebagai alat legitmasi
kekuasaan? Kekuasaan atau penguasa sengaja meminta pada sejarawan atau penulis
sejarah untuk menuliskan sejarah berdasarkan “pesanan” mereka sag penguasa.
Kemudian sejarah yang aslinya mereka sembunyikan, agar tidak mengetahui sejarah
yang aslinya seperti apa, yang mereka tahu hanya sejarah yang dituliskan oleh
penulis yang sudah dipesan berdasasrkan keinginnan para penguasa.
Dalam
menjelaskan fakta-fakta secara umum/general, bisa benar dan salah. Jadi butuh
waktu yang lama untuk mengidentifikasi keadaan /kondisi kebenaran. Salah
seorang filosof sejarah F.R. Ankersmith memaparkan bahwa mendeskrisikan kembali
peristiwa masa lampau secara umum tidak dapat dikatakan benar, karena
tidakmenunjukkan setiap kenyataan dunia. Ankersmith menyatakan bahwa peristiwa
khusus/particular adalah nyata, tapi generalisasi hanya merupakan konstruksi
konsep.
Dapat
disimpulkan bahwa proses penulisan sejarah memang tidak bisa dilepaskan dengan
sifat subjektivitas baik yang datang dari pribadi sejarawan itu sendiri maupun
pengaruh dari luar dirinya. Namun yang terpenting bahwa usaha untuk
meningkatkan objektivitas dalam ilmiah perlu terus ditigktakn. Penulis sejarah
tidak bisa dilepaskan dengan factor ideologi dan system politik.
Kebenaran
itu tidak selamanya dibenarkan, banyak buku-buku sejarah yang isinya berbeda
dengan faktanya, mereka (penulis) hanya mengetahui sejarahnya saja tidak
disertai dengan fakta-fakta yang terkait dengan sejarah tersebut. Dalam
mengungkapkan kebenaran itu dinilai lebih kongkrit, dengan adanya keterkaitan
tersebut akan memudahkan dalam mengungkap kebenaran dari fakta sejarah dan
sumber yang didapat didukung dengan
pengakuan akan lebih dipercaya lagi bahwasanya sejarah tersebut bukan hanya
peristiwa tanpa bukti, tetapi peristiwa dengan bukti yang kuat.
Sekarang
sudah terbukti para sejarawan bungkam atau dipaksa bungkam berlomba-lomba
menyajikan suatu ‘kebenaran’ tentang masa lalu. Seperti jamur yang tumbuh
dimusim hujan. Terlepas dari keragaman sejarah tersebut, semuanya adalah
khazanah yang pantas untuk dibaca dalam beruasaha menemukan kembali ‘kebenaran’
sebuah peristiwa.
Referensi:
Howard
Zinn. Anthropology off the Shelf: Speaking Truth to Power with Books. Desember
2005