TERKUAKNYA SEJARAH
By: Daroni
Bumi
serta segala isinya merupakan bidang kajian yang menarik perhatian para ilmuwan
Islam di era keemasan. Peradaban Islam
terbukti lebih awal menguasai ilmu bumi dibandingkan masyarakat Barat. Ketika Eropa terkungkung dalam kegelapan dan
masih meyakini bahwa bumi itu datar, para sarjana Muslim pada abad ke-9 M telah
menyatakan bahwa bumi bundar seperti bola.
Para ilmuan mulai dari India kuno, Yunani kuno, dan Eropa dan Arab di zaman
pertengahan menjelang Renaissanse.
Menariknya justru China tidak menemukan bahwa bumi itu bulat, namun
menurut China, bumi berbentuk persegi dan langit berbentuk bulat.
Di Yunani kuno,
paradigma kalau bumi itu bulat telah dimulai semenjak abad ke-enam sebelum
masehi oleh Pitagoras. Sebelum
Pitagoras, kepercayaan di Yunani kuno adalah bumi itu datar. Aristoteles tahun 330 SM menerima pendapat
Pitagoras kalau bumi ini bulat dan ia sudah memiliki banyak bukti empiris yang
menunjukkan demikian. Semenjak itu
pengetahuan mengenai bulatnya bumi telah menyebar di kalangan intelektual
Yunani kuno. Sebagaimana ditentukan
dengan alat modern, bumi berbentuk bulat namun tidak sempurna. Ketidak
sempurnaan ini karena rotasi bumi pada porosnya yang membuat bagian tengah bumi
sedikit lebih menggelembung dari kutub.
Pitagoras mendasarkan keyakinannya
pada pengamatan mengenai ketinggian bintang yang bervariasi di berbagai tempat
di Bumi. Ia juga mendapat dukungan dari pengamatan bagaimana kapal lenyap di
cakrawala saat ia pergi dari pelabuhan.
Saat kapal datang ke pelabuhan, yang pertama terlihat adalah ujung atas
layar kapal, kemudian layarnya dan akhirnya badan kapal perlahan terlihat. Aristoteles menambah bukti dari bagaimana
bayangan Bumi terlihat di bulan saat gerhana matahari. Saat cahaya menyinari sebuah bola, ia
menunjukkan bayangan yang sama.
Erastothenes pada abad
ke 3 SM juga memberikan bukti tambahan.
Beliau saat itu bekerja di Mesir dan menemukan kalau sinar matahari
memberikan bayangan yang berbeda di dua kota berbeda pada saat yang sama. Di kota Syene ia melihat sinar matahari tegak
lurus pada jam X. Tapi di kota Iskandariah ia melihat sinar matahari
tidak tegak lurus, padahal jamnya sama. Bukan hanya jamnya yang sama, tapi
tanggalnya juga sama, walaupun terpisah satu tahun lamanya. Ia menyuruh orang mengukur jarak antara kedua
kota tersebut dan kemudian dengan bayangan kalau bumi itu bulat, ia mengukur
sudutnya dan memperkirakan diameter dan keliling bumi dengan rumus bola. Ia menghitung kalau Bumi berbentuk bulat
dengan keliling 40 ribu kilometer. Nilai
yang nyaris tepat dan sesuai dengan ukuran bumi berdasarkan perhitungan
modern, yaitu 40075.16 km untuk keliling di khatulistiwa.
Bentuk bumi bundar baru berkembang di Barat pada abad ke-16 M, di tengah kekuasaan Gereja yang dominan,
Copernicus yang lahir di Polandia melawan arus dengan menyatakan bahwa seluruh
alam semesta merupakan bola. Sejarah
Barat kemudian mengklaim bahwa Copernicus-lah ilmuwan pertama yang menggulirkan
teori bumi bulat. Klaim Barat selama
berabad-abad itu akhirnya telah terpatahkan.
Sejarah kemudian mencatat bahwa para sarjana Islam-lah yang mencetuskan
teori bentuk bumi itu. Para sejarawan
bahkan memiliki bukti bahwa Copernicus banyak terpengaruh oleh hasil pemikiran
ilmuwan Islam. Hasil penelitian yang dilakukan Edward S Kennedy
dari American University of Beirut menemukan adanya kesamaan antara
matematika yang digunakan Copernicus untuk mengembangkan teorinya dengan
matematika yang digunakan para astronom Islam –dua atau tiga abad sebelumnya.
Copernicus ternyata banyak terpengaruh oleh astronom Muslim seperti Ibn
al-Shatir (wafat 1375), Mu'ayyad al-Din al-'Urdi (wafat 1266) dan Nasir al-Din
al-Tusi (wafat 1274).
Teori tentang bentuk bumi bundar seperti bola
dinyatakan Geographer dan Cartographer (pembuat peta) Islam dari abad ke-12 M
oleh Abu Abdullah Muhammad Ibnu Al Idrisi Ash Sharif. Pada tahun 1154 M, Al Idrisi ilmuwan dari
Cordoba telah berjaya membuat peta bola bumi atau globe dari perak. Bola bumi yang diciptakannya itu memiliki
berat sekitar 400 kilogram. Dalam
globe itu, Al-Idrisi menggambarkan enam benua dengan dilengkapi jalur
perdagangan, danau, sungai, kota-kota utama, daratan serta gunung-gunung. Tak cuma itu, globe yang dibuatnya itu juga
sudah memuat informasi mengenai jarak, panjang dan tinggi secara tepat. Guna melengkapi bola bumi yang dirancangnya,
Al-Idrisi pun menulis buku berjudul Al- Kitab al-Rujari atau Buku Roger yang
didedikasikan untuk sang raja.

Penjelajah
asal Spanyol, Cristhoper Columbus pun membuktikan kebenaran teori yang
diungkapkan Al-Idrisi. Berbekal peta
yang dibuat Al-Idrisi, Columbus mengelilingi bumi dan menemukan Benua Amerika
yang disebutnya 'New World’. Padahal,
bagi para penjelajah Muslim benua itu bukanlah dunia baru, karena telah
disinggahinya beberapa abad sebelum Columbus.
Dalam ekspedisi yang dilakukannya itulah, Columbus meyakini bahwa bentuk
bumi adalah bulat. Sedangkan Columbus hidup di zaman dimana orang-orang
berasumsi bahwa bumi ini datar. Padahal sejak lama Aristoteles dan Pythagoras
mengeluarkan sebuah teori bahwa bumi itu berputar. Demikian juga di masa kejayaan Islam
(750-1100-an M) ilmuwan-ilmuwan Islam meyakini bumi itu bulat.
Catatan Columbus, data-data historis di atas
adalah bukti shahih yang menunjukkan ekspedisi kaum muslimin dilakukan sebelum
keberhasilan Columbus menginjakkan kakinya ke benua Amerika di tahun 1492,
bahkan mungkin Columbus sendiri mengetahui bahwa dirinya bukanlah orang yang
pertama melakukan hal itu. Columbus berlayar dari Spanyol di tahun yang sama
dengan runtuhnya dinasti Islam terakhir di tanah Iberia. Selain itu banyak
masyarakat Iberia yang beragama Islam dan sangat mengenal sejarah masa keemasan
Islam. Pelayaran Columbus juga banyak diawaki oleh orang-orang Islam yang
dipaksa memeluk Katolik atau dibunuh, Columbus pun bisa dengan mudah mendengar
kisah tentang dunia baru tersebut lalu terinspirasi untuk menuju ke sana.
Setalah Columbus tiba
di Amerika, ia mencatat beberapa hal syi’ar-syi’ar Islam di daerah tersebut. Ia berkomentar mengenai emas yang dimiliki
oleh penduduk asli, dibuat dengan paduan dan tata cara yang sama dengan yang
dibuat oleh kaum mulimin dari Afrika Barat.
Columbus juga mencatatat bahwa kata asli untuk emas di daerah tersebut
disebut dengan ghunain, yang sangat mirip dengan bahasa Mandika untuk menyebut
kata emas, yaitu ghanin, sangat mirip sekali dengan bahasa Arab ghina
yang berarti kekayaan. Catatan Columbus
juga mengisahkan adanya sebuah kapal di tahun 1498 yang memuat banyak barang
dagangan yang diawaki oleh orang-orang Afrika yang menurut keterangan penduduk
asli mereka adalah mitra dagang penduduk lokal.
Sejarah boleh saja disembunyikan, namun
sejarawan di masa Abbasiyah sangat jauh berbeda dengan sejarawan Barat di era
modern ini. Di masa Abbasiyah sisi
objektivitas dan keotentikan sejarah lebih dikedepankan daripada sejarawan
Barat. Barat yang menguasai hegemoni abad modern nyaris
menutupi kelemahan mereka di abad pertengahan dan tingginya peradaban Islam di
masa tersebut.
Sejarah-sejarah peradaban Islam banyak ditulis di masa Dinasti Abbasiyah
sebagai pemenang di periode pertengahan sejarah peradaban Islam. Dan di era modern ini sejarah ditulis oleh
Barat sebagai pihak pemenang dan menguasai berbagai media informasi.
Dalam
perspektif antropologi, ternyata penggunaan bahasa tulis berbanding lurus
dengan tingkat peradaban suatu masyarakat.
Artinya, semakin intensif suatu masyarakat mengungkapkan gagasannya
secara tertulis, semakin tinggi pula tingkat peradaban mereka. (M. Mufti
Mubarok : 2011). “Buku adalah pengusung
peradaban. Tanpa buku, sejarah menjadi
sunyi, sastra menjadi bisu, ilmu pengetahuan lumpuh, serta pikiran dan
spekulasi mandek.” (Barbara Tuchman). “ . . . Membaca buku yang baik itu bagaikan
mengadakan percakapan dengan cendekiawan yang paling cemerlang dari masa
lampau-yakni para penulis itu. Ini semua
bahkan merupakan percakapan berbobot lantaran dalam buku-buku itu mereka
menuangkan gagasan-gagasan mereka yag terbaik semata-mata . . . ”(Rene
Descartes).
Sejarah telah
membuktikan, bahwa ulama tempo dulu seperti Syekh Nawawi Tanara telah
membuktikan kepiawaiannya dalam memajukan dan mengembangkan dunia
pendidikan. Dia seorang ulama besar
sekaligus guru. Namun beliau telah
banyak mencetak (meluluskan) ulama besar, seperti KH. Ahmad Dahlan pendiri
Muhammadiyah, Sykeh Asnawi Caringin dan ulama-ulama besar lainnya yang tak
dapat disebutkan. Dan disela-sela
kesibukannya Syekh Nawawi sangat produktif mengarang kitab-kitab dan
tulisan-tulisan yang dapat dijadikan rujukan bagi para pelajar. Meskipun saat ini kita tidak bisa melihat
wajahnya tetapi kita tetap bisa mempelajari ilmu darinya karena dimasa hidupnya
pernah mengarang atau menuliskannya dalam bentuk kitab. (Bang Mukti El-bantany,
Kabar Banten: 07 Maret 2011).
Salah satu contoh lagi
jika kita melihat riwayat Imam Bukhori (salah satu periwayat hadis shahih)
sejak kecil, terilhami menghafal hadis ketika berumur 10 tahun dan mempunyai
daya ingat yang luar biasa. Walaupun
mendapat julukan Amirul Mukminin fil hadits, beliau juga menguasai ilmu tafsir,
fikih, dan tarikh dengan baik. Taukah
anda bahwa kitab “Shahih Bukhari” yang berisikan 7275 hadis shahih
adalah ditulis selama 16 tahun setelah menyusuri 7 negara, 80.000 perawi dan
mengumpulkan 200.000 hadits yang dihafalnya. Andaikan Imam Bukhari dulu tidak menulis
hadits-hadits yang telah dihapalnya, maka kita tidak akan pernah mendengar
sebuah buku yang bernama kitab ”Shahih Bukhari”. Sa’ad bin Jubair pernah berkata: “Dalam
kuliah-kuliah Ibnu Abbas, aku biasa mencatat dilembaran. Bila telah penuh, aku menuliskannya di kulit
sepatuku, dan kemudian ditangannku. Ayahku sering bertkata: Hafalkanlah, tetapi
terutama sekali tuliskanlah. Bila telah sampai di rumah, tuliskanlah. Dan jika
kau memerlukan atau kau tak ingat lagi, bukumu akan membantumu.”
Pada tahun 1986 James
W. Pennebaker dan reakannya Sandra Beall melakukan riset tentang hubungan
antara kegiatan menulis dan kesehatan. Dalam
riset tersebut disimpulkan bahwa seseorang yang sering menulis lebih jarang
sakit. Dengan menulis seseorang akan lebih tenang dan kegelisahan bisa
terendam. Akibatnya, energi yang
sedianya digunakan untuk merendam kegelisahan bisa terkumpul untuk membangun
sistem kekebalan tubuh. Pennebaker juga menyimpulkan bahwa menulis rutin setiap
hari selama 15-30 menit dengan gaya narasi, mampu membuat kondisi tubuh dan
pikiran menjadi lebih sehat. Dari
berbagai uji coba, terapi ini mampu menyembuhkan banyak orang dengan berbagai
jenis penyakit, dari stres, trauma, sampai penyakit yang lebih berat seperti
kanker. (Majalah Ummi spessial April-Juli 2011).
Karena menulis tidak
akan bisa dipelajari akan tetapi harus dipraktekkan. Dalam sebuah buku yang dikarang oleh Gol A
Gong bahwa ada 3 kunci agar seseorang bisa menulis yaitu, pertama menulis,
kemudian menulis dan menulis. Jadi
jangan buang-buang waktu dan selalu sibuk bertanya bagaimana cara menulis,
apalagi bertanya mengapa kita perlu menulis.
JK Rowling pernah berkata “Mulailah dengan menuliskan hal-hal yang kau
ketahui. Tulislah tentang pengalaman dan perasaanmu sendiri. Itulah yang saya
lakukan.” Anda tidak akan bisa belajar
menulis/mengarang dengan membaca buku ini. Sebab buku ini adalah buku tentang
menulis/mengarang. Artinya, dengan
membaca buku ini anda baru belajar tentang dan sama sekali belum belajar
menulsi/mengarang. Menulis/mengarang
adalah praktek, sehingga dengan melakukannya anda bisa. Dalam sebuah buku (Andrias Harefa: 2002).
Secara
resmi, para sarjana Muslim telah mengelurkan kesepakatan bersama dalam bentuk
ijma tentang bentuk bumi bundar. Teori
bentuk bumi bulat diyakini oleh Ibnu Hazm (wafat 1069), Ibnu Al-Jawi (wafat
1200) dan Ibnu Taimiyah (wafat 1328).
Penegasan ketika tokoh Islam itu untuk memperkuat hasil penelitian dan
penemuan yang dicapai astronom dan matematikus Muslim. Ibnu Taimiyah melandaskannya pada Alquran
surat Az-Zumar ayat 5. Allah SWT
berfirman: “...Dia memutarkan malam atas siang dan memutarkan siang atas
malam...”.
Selain itu, para ulama juga berpegang pada Surat Al-Anbiyaa ayat
33. Allah SWT berfirman,” Dan Dialah
yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar
(falak) di dalam garis edarnya. Kata
“falak” dalam ayat itu, menurut para ulama, berarti bundar. Ibnu Taimiyah secara tegas kemudian
menyatakan bahwa bentuk bumi bulat seperti bola. Penegasan bentuk bumi bundar juga
dinyatakan Abu Ya'la dalam karyanya berjudul
Tabaqatal-Hanabilah. Dalam
kitab itu, Abu Ya'la mengutip sebuah ijma para ulama Muslim yang
bersepakat bahwa bentuk bumi itu bundar.
Pada tahun 1918 ada 2 ilmuwan Inggris yaitu James Jeans dan Harold
Jeffreys mengemukakan suatu teori bagaimana bumi ini terbentuk, yang dinamakan
sebagai teori tidal. Teori tidal atau
dikenal juga dengan peristiwa pasang naik massa gas matahari karena ada bintang
yang melintang di dekat matahari.
Menurut teori tidal, pada saat bintang melintas di dekat matahari, maka
sebagian massanya akan tertarik keluar sehingga membentuk semacam cerutu. Bagian ini telah mengalami pendinginan
akan menjadi planet-planet yang akan berevolusi terhadap matahari.
Ketika
para ilmuwan mulai meneliti lembah-lembah di bumi untuk mengenal struktur dan
unsur-unsurnya, mereka menemukan mitos dan dongeng yang mendominasi abad-abad
terakhir itu tidak memiliki dasar ilmiah. Setelah para ilmuwan menemukan bahwa
bumi berbentuk bulat telur, maka mereka menduga bahwa inti bola bumi ini
mempunyai suatu nukleus, dan cangkangnya adalah kerak bumi yang sangat tipis
jika dibandingkan dengan ukuran bumi.
Dan antara dua lapisan ini ada lapisan ketiga yang biasa disebut dengan
kata mantel. Ini merupakan pengetahuan
awal para ilmuwan.

Al-Qur’an al-Karim, perkataan Tuhan, menuturkan
kepada kita tentang tujuh lapisan langit dan tujuh lapisan bumi di dalam dua
ayat berikut:
‘Yang telah menciptakan tujuh langit
berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha
Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu
lihat sesuatu yang tidak seimbang?’ (al-Mulk: 3)
Allah juga berfirman, ‘Allah-lah yang
menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.’ (ath-Thalaq: 12) Ayat
pertama bericara kepada kedua tentang dua sifat langit: bilangan langit itu,
yaitu tujuh, dan bentuk langit, yaitu berlapis-lapis. Inilah arti kata thibaqan
yang kita temukan di dalam kitab-kitab tafsir al-Qur’an dan kamus-kamus bahasa
Arab. Sedangkan ayat kedua menegaskan bahwa bumi itu menyerupai langit, dan hal
itu diungkapkan dengan kalimat, ‘Dan seperti itu pula bumi.’ Sebagaimana langit itu berlapis-lapis, maka
begitu pula bumi, dan masing-masing jumlahnya tujuh lapisan.
Seandainya kita meneliti hadits-hadits
Rasulullah saw, maka kita menemukan sebuah hadits yang menegaskan keberadaan
tujuh lapis bumi, maksudnya tujuh lapis yang sebagiannya membungkus sebagian
yang lain. Nabi saw bersabda, “Barangsiapa
yang menyerobot sejengkal tanah, maka Allah akan menimbunnya dengan tujuh lapis
bumi.” (HR Bukhari) Kata menimbun di sini diungkapkan
dengan kata thawwaqa yang secara bahasa berarti meliputinya dari semua sisi.
Bukankah hadits yang mulia ini telah menentukan
bilangan lapisan bumi, yaitu tujuh, dan menentukan bentuk lapisan itu, yaitu
meliputi dan menyelubungi. Bahkan hadits
ini memuat sinyal tentang bentuk bulat atau semi-bulat. Al-Qur’an dan Sunnah telah mendahului ilmu
pengetahuan modern dalam mengungkapkan fakta yang ilmiah ini. Selain itu, al-Qur’an juga telah memberi kita
penelasan yang tepat mengenai struktur bumi dengan menggunakan kata thibaqan.
Berikut ini adalah fakta-fakta mengenai tentang
bumi itu bulat, antara lain:
1. Coba
kamu berjalan kearah barat atau timur terus menerus, maka suatu
ketika nanti anda akan sampai ke tempat anda mulakan perjalanan.
ketika nanti anda akan sampai ke tempat anda mulakan perjalanan.

2. Jika
kamu sekarang berada di malaysia pada jam 3 pm, coba anda
hubungi saudara kamu yang berada di Arab Saudi dan tanyakan jam berapa
disana,pasti dia akan menjawab bahawa di Arab Saudi jam 11 am. Juga hubungi saudara kamu atau kawan kamu yang berada di ATLANTIK pasti dia akan mengatakan di sana waktu itu pada jam 4 am. Seandainya bumi itu datar,maka mungkinkah itu terjadi?
hubungi saudara kamu yang berada di Arab Saudi dan tanyakan jam berapa
disana,pasti dia akan menjawab bahawa di Arab Saudi jam 11 am. Juga hubungi saudara kamu atau kawan kamu yang berada di ATLANTIK pasti dia akan mengatakan di sana waktu itu pada jam 4 am. Seandainya bumi itu datar,maka mungkinkah itu terjadi?

3.
Pergilah
ke tepi laut, lihatlah kapal yang pergi berlayar meninggalkan tepi pelabuhan,
maka akan anda saksikan bahawa semakin jauh ia semakin turun dan akhirnya yang
kelihatan hanyalah bahagian atasnya sahaja lalu beberapa waktu kemudian ia akan
menghilang. Seandainya bumi ini datar
maka sepatutnya kapal tersebut semakin lama semakin mengecil lalu akhirnya
hilang di kejauhan.

4.
Yang
lebih mudah dari semua yang diatas, lihatlah ke arah langit,
lihatlah awan yang berada di arah ufuk, maka akan anda lihat bahawa
awan itu seakan-akan muncul dari bumi, padahal dipastikan bahawa awan yang kita lihat muncul dari bumi dan seakan-akan melekat dengan bumi itu adalah setinggi awan yang berada di atas kepala kita, bukankah itu bukti nyata bahawa bumi itu berbentuk bulat? Dan bumi bagaimana dihamparkan” ? (Al-Ghasyiyah 88 : 20)
lihatlah awan yang berada di arah ufuk, maka akan anda lihat bahawa
awan itu seakan-akan muncul dari bumi, padahal dipastikan bahawa awan yang kita lihat muncul dari bumi dan seakan-akan melekat dengan bumi itu adalah setinggi awan yang berada di atas kepala kita, bukankah itu bukti nyata bahawa bumi itu berbentuk bulat? Dan bumi bagaimana dihamparkan” ? (Al-Ghasyiyah 88 : 20)
Kalimat al-Gasyiyah ini ( yang di hamparkan ), meskipun di dalam
Al-Qur’an di gunakan ayat “dihamparkan” akan tetapi ini bukan bererti bahawa
bumi itu bentuknya tidak bulat. Para
ahli tafsir sendiri telah mangatakan bahawa: “Semua bahagian bumi saling
berhubungan yang menyebabkan bentuk planet bumi seperti bola. Meski demikian Allah s.w.t telah
menghamparkan permukaan bumi
ini untuk kita dan Allah
s.w.t telah menempatkan gunung-gunung diatasnya dengan kukuh, menempatkan
haiwan dan laut di atasnya sebagai kurniaan nikmat Allah s.w.t untuk kita. Dan ini adalah dalam pandangan MIKRO hubungan
bumi dengan manusia. “Dan bumi itu kami
hamparkan, Maka sebaik-baik yang menghamparkan (adalah Kami)”. (Adz-Dzariyaat:
51).
Di dalam ayat yang di terangkan di dalam surah (Adz-Dzariyaat:
51). Jelas sekali Allah s.w.t
memberitahu kita bahawa Allah s.w.t adalah sebaik-baik yang menghamparkan
maknanya walaupun bumi ini bulat namun segala isi-isinya tidak akan jatuh. Jadi Allah s.w.t menegaskan bahawa Dia adalah
sebaik-baik yang menghamparkan.
Sebagaimana yang telah di sebutkan di dalam Al-Qur’an Surah
Adz-Dzariyaat ayat 51 tadi. Bumi yang
Allah s.w.t ciptakan ini dalam keadaan datar dilihat dari permukaannya sehingga
manusia dapat hidup diatasnya dan tinggal di atasnya dengan baik. Fakta bahawa bumi bulat tidak pula menafikan
bahawa permukaan bumi adalah datar (dihamparkan).
Betapa hebatnya Allah s.w.t,walaupun bumi ini bulat namun Allah
s.w.t menjadikannya sebagai hamparan pada pandangan kita,dan kita selesa
tinggal di dalamnya. Yang jelas, memang
banyak terdapat di dalam Al-Quran kata hamparan namun kita harus fahami bahawa
ungkapan-ungkapan Al-Quran mempunyai bahasa sastera yang tinggi. Ingatlah, akal hanya wajib membenarkan apa
yang datang dari wahyu, sedangkan wahyu tidak wajib membenarkan apa yang datang
dari akal. Sehingga apabila suatu waktu
terjadi pertembungan antara wahyu dengan logik akal, maka wajib mendahulukan
wahyu di atas akal.
Banyak orang bertanya, apakah bumi itu bulat? Tapi ada pula yang
bertanya apakah bumi itu datar? Dua pertanyaan ini sudah berlangsung selama
beratus-ratus tahun, bahkan mungkin ribuan tahun lamanya. Ada orang yang percaya bumi ini bulat,
namun ada pula yang percaya bahwa bumi ini datar, tidak bulat. Selama kepercayaan itu tidak dikait-kaitkan
dengan agama, maka tidaklah akan menjadi masalah besar. Tapi manakala sudah dibawa ke ranah
agama, maka persoalan ini menjadi masalah yang sangat serius, karena menyangkut
masalah keimanan!