Critical Review 2: Terkuaknya Sejarah



TERKUAKNYA SEJARAH
By: Daroni

Bumi serta segala isinya merupakan bidang kajian yang menarik perhatian para ilmuwan Islam di era keemasan.  Peradaban Islam terbukti lebih awal menguasai ilmu bumi dibandingkan masyarakat Barat.  Ketika Eropa terkungkung dalam kegelapan dan masih meyakini bahwa bumi itu datar, para sarjana Muslim pada abad ke-9 M telah menyatakan bahwa bumi bundar seperti bola.  Para ilmuan mulai dari India kuno, Yunani kuno, dan Eropa dan Arab di zaman pertengahan menjelang Renaissanse.  Menariknya justru China tidak menemukan bahwa bumi itu bulat, namun menurut China, bumi berbentuk persegi dan langit berbentuk bulat.

Di Yunani kuno, paradigma kalau bumi itu bulat telah dimulai semenjak abad ke-enam sebelum masehi oleh Pitagoras.  Sebelum Pitagoras, kepercayaan di Yunani kuno adalah bumi itu datar.  Aristoteles tahun 330 SM menerima pendapat Pitagoras kalau bumi ini bulat dan ia sudah memiliki banyak bukti empiris yang menunjukkan demikian.  Semenjak itu pengetahuan mengenai bulatnya bumi telah menyebar di kalangan intelektual Yunani kuno.  Sebagaimana ditentukan dengan alat modern, bumi berbentuk bulat namun tidak sempurna. Ketidak sempurnaan ini karena rotasi bumi pada porosnya yang membuat bagian tengah bumi sedikit lebih menggelembung dari kutub.
Pitagoras mendasarkan keyakinannya pada pengamatan mengenai ketinggian bintang yang bervariasi di berbagai tempat di Bumi. Ia juga mendapat dukungan dari pengamatan bagaimana kapal lenyap di cakrawala saat ia pergi dari pelabuhan.  Saat kapal datang ke pelabuhan, yang pertama terlihat adalah ujung atas layar kapal, kemudian layarnya dan akhirnya badan kapal perlahan terlihat.  Aristoteles menambah bukti dari bagaimana bayangan Bumi terlihat di bulan saat gerhana matahari.  Saat cahaya menyinari sebuah bola, ia menunjukkan bayangan yang sama.
Erastothenes pada abad ke 3 SM juga memberikan bukti tambahan.  Beliau saat itu bekerja di Mesir dan menemukan kalau sinar matahari memberikan bayangan yang berbeda di dua kota berbeda pada saat yang sama.  Di kota Syene ia melihat sinar matahari tegak lurus pada jam X. Tapi di kota Iskandariah  ia melihat sinar matahari tidak tegak lurus, padahal jamnya sama. Bukan hanya jamnya yang sama, tapi tanggalnya juga sama, walaupun terpisah satu tahun lamanya.  Ia menyuruh orang mengukur jarak antara kedua kota tersebut dan kemudian dengan bayangan kalau bumi itu bulat, ia mengukur sudutnya dan memperkirakan diameter dan keliling bumi dengan rumus bola.  Ia menghitung kalau Bumi berbentuk bulat dengan keliling 40 ribu kilometer.  Nilai yang nyaris  tepat dan sesuai dengan ukuran bumi berdasarkan perhitungan modern, yaitu 40075.16 km untuk keliling di khatulistiwa.
Bentuk bumi bundar baru berkembang di Barat pada abad ke-16 M,  di tengah kekuasaan Gereja yang dominan, Copernicus yang lahir di Polandia melawan arus dengan menyatakan bahwa seluruh alam semesta merupakan bola.  Sejarah Barat kemudian mengklaim bahwa Copernicus-lah ilmuwan pertama yang menggulirkan teori bumi bulat.  Klaim Barat selama berabad-abad itu akhirnya telah terpatahkan.  Sejarah kemudian mencatat bahwa para sarjana Islam-lah yang mencetuskan teori bentuk bumi itu.  Para sejarawan bahkan memiliki bukti bahwa Copernicus banyak terpengaruh oleh hasil pemikiran ilmuwan Islam. Hasil penelitian yang dilakukan  Edward S Kennedy dari  American University of Beirut  menemukan adanya kesamaan antara matematika yang digunakan Copernicus untuk mengembangkan teorinya dengan matematika yang digunakan para astronom Islam –dua atau tiga abad sebelumnya. Copernicus ternyata banyak terpengaruh oleh astronom Muslim seperti  Ibn al-Shatir (wafat 1375), Mu'ayyad al-Din al-'Urdi (wafat 1266) dan Nasir al-Din al-Tusi (wafat 1274).
Teori tentang bentuk bumi bundar seperti bola dinyatakan Geographer dan Cartographer (pembuat peta) Islam dari abad ke-12 M oleh Abu Abdullah Muhammad Ibnu Al Idrisi Ash Sharif.  Pada tahun 1154 M, Al Idrisi ilmuwan dari Cordoba telah berjaya membuat peta bola bumi atau globe dari perak.  Bola bumi yang diciptakannya itu memiliki berat sekitar 400 kilogram.  Dalam globe itu, Al-Idrisi menggambarkan enam benua dengan dilengkapi jalur perdagangan, danau, sungai, kota-kota utama, daratan serta gunung-gunung.  Tak cuma itu, globe yang dibuatnya itu juga sudah memuat informasi mengenai jarak, panjang dan tinggi secara tepat.  Guna melengkapi bola bumi yang dirancangnya, Al-Idrisi pun menulis buku berjudul Al- Kitab al-Rujari atau Buku Roger yang didedikasikan untuk sang raja.


Image
Penjelajah asal Spanyol, Cristhoper Columbus pun membuktikan kebenaran teori yang diungkapkan Al-Idrisi.  Berbekal peta yang dibuat Al-Idrisi, Columbus mengelilingi bumi dan menemukan Benua Amerika yang disebutnya 'New World’.  Padahal, bagi para penjelajah Muslim benua itu bukanlah dunia baru, karena telah disinggahinya beberapa abad sebelum Columbus.  Dalam ekspedisi yang dilakukannya itulah, Columbus meyakini bahwa bentuk bumi adalah bulat.  Sedangkan Columbus hidup di zaman dimana orang-orang berasumsi bahwa bumi ini datar. Padahal sejak lama Aristoteles dan Pythagoras mengeluarkan sebuah teori bahwa bumi itu berputar.  Demikian juga di masa kejayaan Islam (750-1100-an M) ilmuwan-ilmuwan Islam meyakini bumi itu bulat.
Catatan Columbus, data-data historis di atas adalah bukti shahih yang menunjukkan ekspedisi kaum muslimin dilakukan sebelum keberhasilan Columbus menginjakkan kakinya ke benua Amerika di tahun 1492, bahkan mungkin Columbus sendiri mengetahui bahwa dirinya bukanlah orang yang pertama melakukan hal itu.  Columbus berlayar dari Spanyol di tahun yang sama dengan runtuhnya dinasti Islam terakhir di tanah Iberia.  Selain itu banyak masyarakat Iberia yang beragama Islam dan sangat mengenal sejarah masa keemasan Islam. Pelayaran Columbus juga banyak diawaki oleh orang-orang Islam yang dipaksa memeluk Katolik atau dibunuh, Columbus pun bisa dengan mudah mendengar kisah tentang dunia baru tersebut lalu terinspirasi untuk menuju ke sana.
Setalah Columbus tiba di Amerika, ia mencatat beberapa hal syi’ar-syi’ar Islam di daerah tersebut.  Ia berkomentar mengenai emas yang dimiliki oleh penduduk asli, dibuat dengan paduan dan tata cara yang sama dengan yang dibuat oleh kaum mulimin dari Afrika Barat.  Columbus juga mencatatat bahwa kata asli untuk emas di daerah tersebut disebut dengan ghunain, yang sangat mirip dengan bahasa Mandika untuk menyebut kata emas, yaitu ghanin, sangat mirip sekali dengan bahasa Arab ghina yang berarti kekayaan.  Catatan Columbus juga mengisahkan adanya sebuah kapal di tahun 1498 yang memuat banyak barang dagangan yang diawaki oleh orang-orang Afrika yang menurut keterangan penduduk asli mereka adalah mitra dagang penduduk lokal.
Sejarah boleh saja disembunyikan, namun sejarawan di masa Abbasiyah sangat jauh berbeda dengan sejarawan Barat di era modern ini.  Di masa Abbasiyah sisi objektivitas dan keotentikan sejarah lebih dikedepankan daripada sejarawan Barat.  Barat yang menguasai hegemoni abad modern nyaris menutupi kelemahan mereka di abad pertengahan dan tingginya peradaban Islam di masa tersebut.  Sejarah-sejarah peradaban Islam banyak ditulis di masa Dinasti Abbasiyah sebagai pemenang di periode pertengahan sejarah peradaban Islam.  Dan di era modern ini sejarah ditulis oleh Barat sebagai pihak pemenang dan menguasai berbagai media informasi.
Dalam perspektif antropologi, ternyata penggunaan bahasa tulis berbanding lurus dengan tingkat peradaban suatu masyarakat.  Artinya, semakin intensif suatu masyarakat mengungkapkan gagasannya secara tertulis, semakin tinggi pula tingkat peradaban mereka. (M. Mufti Mubarok : 2011).  “Buku adalah pengusung peradaban.  Tanpa buku, sejarah menjadi sunyi, sastra menjadi bisu, ilmu pengetahuan lumpuh, serta pikiran dan spekulasi mandek.” (Barbara Tuchman).  “ . . . Membaca buku yang baik itu bagaikan mengadakan percakapan dengan cendekiawan yang paling cemerlang dari masa lampau-yakni para penulis itu.  Ini semua bahkan merupakan percakapan berbobot lantaran dalam buku-buku itu mereka menuangkan gagasan-gagasan mereka yag terbaik semata-mata . . . ”(Rene Descartes).
Sejarah telah membuktikan, bahwa ulama tempo dulu seperti Syekh Nawawi Tanara telah membuktikan kepiawaiannya dalam memajukan dan mengembangkan dunia pendidikan.  Dia seorang ulama besar sekaligus guru.  Namun beliau telah banyak mencetak (meluluskan) ulama besar, seperti KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah, Sykeh Asnawi Caringin dan ulama-ulama besar lainnya yang tak dapat disebutkan.  Dan disela-sela kesibukannya Syekh Nawawi sangat produktif mengarang kitab-kitab dan tulisan-tulisan yang dapat dijadikan rujukan bagi para pelajar.  Meskipun saat ini kita tidak bisa melihat wajahnya tetapi kita tetap bisa mempelajari ilmu darinya karena dimasa hidupnya pernah mengarang atau menuliskannya dalam bentuk kitab. (Bang Mukti El-bantany, Kabar Banten: 07 Maret 2011).
Salah satu contoh lagi jika kita melihat riwayat Imam Bukhori (salah satu periwayat hadis shahih) sejak kecil, terilhami menghafal hadis ketika berumur 10 tahun dan mempunyai daya ingat yang luar biasa.  Walaupun mendapat julukan Amirul Mukminin fil hadits, beliau juga menguasai ilmu tafsir, fikih, dan tarikh dengan baik.  Taukah anda bahwa kitab “Shahih Bukhari” yang berisikan 7275 hadis shahih adalah ditulis selama 16 tahun setelah menyusuri 7 negara, 80.000 perawi dan mengumpulkan 200.000 hadits yang dihafalnya.  Andaikan Imam Bukhari dulu tidak menulis hadits-hadits yang telah dihapalnya, maka kita tidak akan pernah mendengar sebuah buku yang bernama kitab ”Shahih Bukhari”.  Sa’ad bin Jubair pernah berkata: “Dalam kuliah-kuliah Ibnu Abbas, aku biasa mencatat dilembaran.  Bila telah penuh, aku menuliskannya di kulit sepatuku, dan kemudian ditangannku. Ayahku sering bertkata: Hafalkanlah, tetapi terutama sekali tuliskanlah. Bila telah sampai di rumah, tuliskanlah. Dan jika kau memerlukan atau kau tak ingat lagi, bukumu akan membantumu.”
Pada tahun 1986 James W. Pennebaker dan reakannya Sandra Beall melakukan riset tentang hubungan antara kegiatan menulis dan kesehatan.  Dalam riset tersebut disimpulkan bahwa seseorang yang sering menulis lebih jarang sakit. Dengan menulis seseorang akan lebih tenang dan kegelisahan bisa terendam.  Akibatnya, energi yang sedianya digunakan untuk merendam kegelisahan bisa terkumpul untuk membangun sistem kekebalan tubuh. Pennebaker juga menyimpulkan bahwa menulis rutin setiap hari selama 15-30 menit dengan gaya narasi, mampu membuat kondisi tubuh dan pikiran menjadi lebih sehat.  Dari berbagai uji coba, terapi ini mampu menyembuhkan banyak orang dengan berbagai jenis penyakit, dari stres, trauma, sampai penyakit yang lebih berat seperti kanker. (Majalah Ummi spessial April-Juli 2011).
Karena menulis tidak akan bisa dipelajari akan tetapi harus dipraktekkan.  Dalam sebuah buku yang dikarang oleh Gol A Gong bahwa ada 3 kunci agar seseorang bisa menulis yaitu, pertama menulis, kemudian menulis dan menulis.  Jadi jangan buang-buang waktu dan selalu sibuk bertanya bagaimana cara menulis, apalagi bertanya mengapa kita perlu menulis.  JK Rowling pernah berkata “Mulailah dengan menuliskan hal-hal yang kau ketahui. Tulislah tentang pengalaman dan perasaanmu sendiri. Itulah yang saya lakukan.”  Anda tidak akan bisa belajar menulis/mengarang dengan membaca buku ini. Sebab buku ini adalah buku tentang menulis/mengarang.  Artinya, dengan membaca buku ini anda baru belajar tentang dan sama sekali belum belajar menulsi/mengarang.  Menulis/mengarang adalah praktek, sehingga dengan melakukannya anda bisa.  Dalam sebuah buku (Andrias Harefa: 2002).
Secara resmi, para sarjana Muslim telah mengelurkan kesepakatan bersama dalam bentuk ijma tentang bentuk bumi bundar.  Teori bentuk bumi bulat diyakini oleh Ibnu Hazm (wafat 1069), Ibnu Al-Jawi (wafat 1200) dan Ibnu Taimiyah (wafat 1328).  Penegasan ketika tokoh Islam itu untuk memperkuat hasil penelitian dan penemuan yang dicapai astronom dan matematikus Muslim.  Ibnu Taimiyah melandaskannya pada Alquran surat Az-Zumar ayat 5.  Allah SWT berfirman: “...Dia memutarkan malam atas siang dan memutarkan siang atas malam...”.
Selain itu, para ulama juga berpegang pada Surat Al-Anbiyaa ayat 33.  Allah SWT berfirman,” Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan.  Masing-masing dari keduanya itu beredar (falak) di dalam garis edarnya.  Kata “falak” dalam ayat itu, menurut para ulama, berarti bundar.   Ibnu Taimiyah secara tegas kemudian menyatakan bahwa bentuk bumi bulat seperti bola.  Penegasan bentuk bumi bundar juga dinyatakan  Abu Ya'la  dalam karyanya berjudul  Tabaqatal-Hanabilah.  Dalam kitab itu, Abu Ya'la mengutip sebuah ijma para ulama Muslim yang  bersepakat bahwa bentuk bumi itu bundar.
Pada tahun 1918 ada 2 ilmuwan Inggris yaitu James Jeans dan Harold Jeffreys mengemukakan suatu teori bagaimana bumi ini terbentuk, yang dinamakan sebagai teori tidal.  Teori tidal atau dikenal juga dengan peristiwa pasang naik massa gas matahari karena ada bintang yang melintang di dekat matahari.  Menurut teori tidal, pada saat bintang melintas di dekat matahari, maka sebagian massanya akan tertarik keluar sehingga membentuk semacam cerutu.  Bagian ini telah mengalami pendinginan  akan menjadi planet-planet yang akan berevolusi terhadap matahari.
Ketika para ilmuwan mulai meneliti lembah-lembah di bumi untuk mengenal struktur dan unsur-unsurnya, mereka menemukan mitos dan dongeng yang mendominasi abad-abad terakhir itu tidak memiliki dasar ilmiah. Setelah para ilmuwan menemukan bahwa bumi berbentuk bulat telur, maka mereka menduga bahwa inti bola bumi ini mempunyai suatu nukleus, dan cangkangnya adalah kerak bumi yang sangat tipis jika dibandingkan dengan ukuran bumi.  Dan antara dua lapisan ini ada lapisan ketiga yang biasa disebut dengan kata mantel.  Ini merupakan pengetahuan awal para ilmuwan.
7 lapisan bumi
Al-Qur’an al-Karim, perkataan Tuhan, menuturkan kepada kita tentang tujuh lapisan langit dan tujuh lapisan bumi di dalam dua ayat berikut:
‘Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?’ (al-Mulk: 3)
Allah juga berfirman, ‘Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.’ (ath-Thalaq: 12) Ayat pertama bericara kepada kedua tentang dua sifat langit: bilangan langit itu, yaitu tujuh, dan bentuk langit, yaitu berlapis-lapis. Inilah arti kata thibaqan yang kita temukan di dalam kitab-kitab tafsir al-Qur’an dan kamus-kamus bahasa Arab. Sedangkan ayat kedua menegaskan bahwa bumi itu menyerupai langit, dan hal itu diungkapkan dengan kalimat, ‘Dan seperti itu pula bumi.’  Sebagaimana langit itu berlapis-lapis, maka begitu pula bumi, dan masing-masing jumlahnya tujuh lapisan.
Seandainya kita meneliti hadits-hadits Rasulullah saw, maka kita menemukan sebuah hadits yang menegaskan keberadaan tujuh lapis bumi, maksudnya tujuh lapis yang sebagiannya membungkus sebagian yang lain.  Nabi saw bersabda, “Barangsiapa yang menyerobot sejengkal tanah, maka Allah akan menimbunnya dengan tujuh lapis bumi.” (HR Bukhari) Kata menimbun di sini diungkapkan dengan kata thawwaqa yang secara bahasa berarti meliputinya dari semua sisi.
Bukankah hadits yang mulia ini telah menentukan bilangan lapisan bumi, yaitu tujuh, dan menentukan bentuk lapisan itu, yaitu meliputi dan menyelubungi.  Bahkan hadits ini memuat sinyal tentang bentuk bulat atau semi-bulat.  Al-Qur’an dan Sunnah telah mendahului ilmu pengetahuan modern dalam mengungkapkan fakta yang ilmiah ini.  Selain itu, al-Qur’an juga telah memberi kita penelasan yang tepat mengenai struktur bumi dengan menggunakan kata thibaqan.
Berikut ini adalah fakta-fakta mengenai tentang bumi itu bulat, antara lain:
1.      Coba kamu berjalan kearah barat atau timur terus menerus, maka suatu
ketika nanti anda akan sampai ke tempat anda mulakan perjalanan.
Image
2.      Jika kamu sekarang berada di malaysia pada jam 3 pm, coba anda
hubungi saudara kamu yang berada di Arab Saudi dan tanyakan jam berapa
disana,pasti dia akan menjawab bahawa di Arab Saudi jam 11 am.  Juga hubungi saudara kamu atau kawan kamu yang berada di ATLANTIK pasti dia akan mengatakan di sana waktu itu pada jam 4 am.  Seandainya bumi itu datar,maka mungkinkah  itu terjadi?
Image
3.      Pergilah ke tepi laut, lihatlah kapal yang pergi berlayar meninggalkan tepi pelabuhan, maka akan anda saksikan bahawa semakin jauh ia semakin turun dan akhirnya yang kelihatan hanyalah bahagian atasnya sahaja lalu beberapa waktu kemudian ia akan menghilang.  Seandainya bumi ini datar maka sepatutnya kapal tersebut semakin lama semakin mengecil lalu akhirnya hilang di kejauhan.
Image
4.      Yang lebih mudah dari semua yang diatas, lihatlah ke arah langit,
lihatlah awan yang berada di arah ufuk, maka akan anda lihat bahawa
awan itu seakan-akan muncul dari bumi, padahal dipastikan bahawa awan yang kita lihat muncul dari bumi dan seakan-akan melekat dengan bumi itu adalah setinggi awan yang berada di atas kepala kita, bukankah itu bukti nyata bahawa bumi itu berbentuk bulat? Dan bumi bagaimana dihamparkan” ? (Al-Ghasyiyah 88 : 20)
Kalimat al-Gasyiyah ini ( yang di hamparkan ), meskipun di dalam Al-Qur’an di gunakan ayat “dihamparkan” akan tetapi ini bukan bererti bahawa bumi itu bentuknya tidak bulat.  Para ahli tafsir sendiri telah mangatakan bahawa: “Semua bahagian bumi saling berhubungan yang menyebabkan bentuk planet bumi seperti bola.  Meski demikian Allah s.w.t telah menghamparkan permukaan bumi
 ini untuk kita dan Allah s.w.t telah menempatkan gunung-gunung diatasnya dengan kukuh, menempatkan haiwan dan laut di atasnya sebagai kurniaan nikmat Allah s.w.t untuk kita.  Dan ini adalah dalam pandangan MIKRO hubungan bumi dengan manusia.  “Dan bumi itu kami hamparkan, Maka sebaik-baik yang menghamparkan (adalah Kami)”. (Adz-Dzariyaat: 51).
Di dalam ayat yang di terangkan di dalam surah (Adz-Dzariyaat: 51).  Jelas sekali Allah s.w.t memberitahu kita bahawa Allah s.w.t adalah sebaik-baik yang menghamparkan maknanya walaupun bumi ini bulat namun segala isi-isinya tidak akan jatuh.  Jadi Allah s.w.t menegaskan bahawa Dia adalah sebaik-baik yang menghamparkan.  Sebagaimana yang telah di sebutkan di dalam Al-Qur’an Surah Adz-Dzariyaat ayat 51 tadi.  Bumi yang Allah s.w.t ciptakan ini dalam keadaan datar dilihat dari permukaannya sehingga manusia dapat hidup diatasnya dan tinggal di atasnya dengan baik.  Fakta bahawa bumi bulat tidak pula menafikan bahawa permukaan bumi adalah datar (dihamparkan).
Betapa hebatnya Allah s.w.t,walaupun bumi ini bulat namun Allah s.w.t menjadikannya sebagai hamparan pada pandangan kita,dan kita selesa tinggal di dalamnya.  Yang jelas, memang banyak terdapat di dalam Al-Quran kata hamparan namun kita harus fahami bahawa ungkapan-ungkapan Al-Quran mempunyai bahasa sastera yang tinggi.  Ingatlah, akal hanya wajib membenarkan apa yang datang dari wahyu, sedangkan wahyu tidak wajib membenarkan apa yang datang dari akal.  Sehingga apabila suatu waktu terjadi pertembungan antara wahyu dengan logik akal, maka wajib mendahulukan wahyu di atas akal.
Banyak orang bertanya, apakah bumi itu bulat? Tapi ada pula yang bertanya apakah bumi itu datar? Dua pertanyaan ini sudah berlangsung selama beratus-ratus tahun, bahkan mungkin ribuan tahun lamanya.  Ada orang yang percaya bumi ini bulat, namun ada pula yang percaya bahwa bumi ini datar, tidak bulat.  Selama kepercayaan itu tidak dikait-kaitkan dengan agama, maka tidaklah akan menjadi masalah besar.  Tapi manakala sudah dibawa ke ranah agama, maka persoalan ini menjadi masalah yang sangat serius, karena menyangkut masalah keimanan!
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment