Kreatifitas Menulis Sebuah Praktek Literasi



Class Review 6
Kreatifitas Menulis Sebuah Praktek Literasi
(By: Evi Alfiah)

Pagi-pagi buta ketika hari masih gelap dan berkabut diselimuti oleh dingin yang memaksa saya harus terbangun dari mimpi malam itu.  Hari ini tidak seperti biasa. Jam 05.00 tepat saya harus berangkat ke kampus, karena perkuliahan dimulai pada jam 05.45 WIB.  Waktu yang cukup pagi untuk memulai perkuliahan. Namun dengan semangat para mahasiswa antusias mengikuti perkuliahan.
Jum’at 14 Maret 2014, merupakan hari dimana Mata Kuliah Writing and Comprehention berlanjut.  Mr. Lala Bumela masih semangat menyampaikan ilmunya kepada para mahasiswa. Pada pertemuan kali ini saya mengikuti make up kelas di kelas TBI-D, karena pada hari senin tidak mengikuti Mata Kuliah Writing seperti biasanya di kelas TBI-A.  Kamipun memulai perkuliahan kami.
Pada pertemuan kali ini Mr.Lala memberikan sebuah kutipan yang isinya mengenai literasi.  Kaum literat adalah mereka yang tercerahkan oleh ilmu pengetahuan dan keterampilan.  Mereka yang baru fase awal ; peniru.  Meniru adalah bagian penting dari menemukan lalu menciptakan, dari memahami affordance dan meaning potential.  Literasi harus ditumbuh kembangkan dalam ranah kehidupan ini agar hidup kita tercerahkan.
Berlanjut pada slide berikutnya, Mr. lala melanjutkan penjelasannya.  Kutipan pada slide beliau adalah Fowler (1996 : 10) : “Like the historian critical linguist aims to understand the values which underpin social, economic, dan political formations and diachronically, changes in values and changes in formations, yang artinya seperti para linguist pengkritik sejarawan yang bertujuan untuk memahami nilai-nilai yang mendukung formasi social, ekonomi, politik, diakronis, perubahan dalam penilaian dan perubahan formations.  Kutipan selanjutnya yaitu : Fowler (1996: 12) “Ideology is of course both a medium and an instrument of historical processes”, yang artinya ideology ini tentu saja baik media, alat proses sejarah.  Values merupakan factor yang sangat penting untuk diperhatikan dipahami.    
Setiap sejarah pasti memiliki values yang berbeda-beda ada yang baik ada juga yang buruk.  Cara memahami values tergantung ideology setiap orang.  Values dipahami untuk menilai sesuatu dan di dalam praktek literasi tidak ada yang netral karena ideology tidak netral.  Ideology is omnipresent in every single text (spoken, written, audia, visual, or the combinations of all of them) (Fowler : 1996) text productions is never neutral ( Fairclough 1989 ; 1992; 1995; 2000; Lehtonen 2000).  Literacy is never neutral (Alwasilah 2001-2002).  Therefore, reading and writing is always ideologically motivated.  Writing in college often takes the form of persuasion convincing others that you have an interesting, logical point of view on the subject you are studying.   Persuasion is a skill you practice regularly in your daily life.   In college, course assignments often ask you to make a persuasive case in writing.
Berlanjut pada slide berikutnya yaitu : You are asked to convince your reader of your point of view. This form of persuasion, often called academic argument, follows a predictable pattern in writing. After a brief introduction of your topic, you state your point of view on the topic directly and often in one sentence. This sentence is the thesis statement, and it serves as a summary of the argument you’ll make in the rest of your paper.
Ideologi itu ada dan hadir dimana-mana.  Baik di teks tertulis, lisan audio, visual atau kombinasi dari semuanya.  Membaca dan menulis selalu termotivasi secara ideology.  Dalam menulis, ideology kita bermain.  Menulis tentu di dalamnya memiliki ideology yang sesuai dengan penulisnya.  Disini identitas seorang penulis diketahui.  Pembaca dan penulis memiliki sudut pandang yang berbeda, namun penulis harus bisa meyakinkan dan membuat menarik pembaca atas tulisan kita.  Bentuk persuasi sering disebut dengan argument academic. Di dalam tulisan argument penulis muncul setelah dia menjelaskan pengenalan singkat dari sebuah topic.  Berikut adalah tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh penulis :
1.      Emulate
Emulate adalah salah satu tugas perkembangan yang perlu dilalui oleh seorang pelajar dalam menciptakan suatu karyanya, terkhusus dalam pembuatan karya ilmiah.  Sebelum masuk pada keterampilan-keterampila yang lainnya.  Pemahaman konsep menulis menjadi hal yang penting bagi kita, termasuk pelajar karena dalam praktek kesehariannya banyak yang terampil dalam membaca tetapi mengalami kesulitan dalam menulis.
2.      Discover
Setelah proses emulate sudah dilakukan, ternyata emulate ini kurang efektif jika dilakukan terus menerus dan menjadi kebiasaan bahkan menjadikan itu sebagai suatu keharusan.  Discover ini adalah kegiatan tahap ke dua yang dilakukan seorang penulis untuk mencipatakan karya tulisnya.  Pada tahap ini biasanya baru belajar bagaimana menyusun kalimat yang baik, bagaimana menciptakan gagasan atau ide-ide yang akan dituangkannya.  Setelah mereka melewati tahap awal yaitu emulate maka mereka akan menentukan gambaran-gambaran ide-ide yang akan mereka tuliskan nanti.
3.      Create
Selanjutnya tahap create.  Terkadang kita kagum pada keterampilan menulis seseorang yang semakin baik setiap hari, terkadang kita iri pada hal tersebut, maka practice adalah cara yang tepat untuk bisa menyeimbangkan dengan penulis yang lebih baik.  Sebelum melakukan tahap create, penulis harus sudah melalui tahap-tahap sebelumnya.

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis adalah isi dari praktek literasi.  Penulis seyogyanya mampu berfikir kreatif untuk dapat menulis dengan baik dan tulisan tersebut mampu menarik pembaca untuk menyukai tulisannya.  Terdapat tahap-tahap yang membimbing seorang yang ingin menjadi penulis agar progresif.





Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment