MAHA DASYATNYA MENULIS (Class Review 5)



MAHA DASYATNYA MENULIS
Author: Dwi Arianti

Bukan menjadi hal yang aneh ketika mendengar kata “WRITING”. Hal ini karena, hidup kita tidak akan terlepas dari yang namanya writing. Writing inilah yang akan membuat seseorang memiliki kemampuan berliterasi. Literasi adalah faktor yang sangat dahsyat. Hal ini penting terhadap kemajuan kehidupan di dunia ini. Berbicara mengenai writing, maka pasti berkaitan dengan teks atau tulisan. Dimana teks berisi sekumpulan kata-kata bermakna yang diciptakan penulis. Makna suatu teks diciptakan oleh seorang pembaca. Disinilah, penulis harus menciptakan teks yang mudah dipahami oleh pembaca dalam memahami dan menciptakan makna, sehingga penulis haruslah memahami mengenai intertekstualitas.
Intertextuality (intertekstualitas) adalah pembentukan makna teks oleh teks lain yang lain. Menurut Bakhtin yang dikutip dari Key Hyland (2002:33), intertextuality adalah wacana selalu terkait dengan wacana lain, baik saat wacana tersebut berubah dari waktu ke waktu atau kesamaan wacana tersebut pada setiap titik. Ini menghubungkan teks pengguna pada teks sebelumnya dan menyediakan sistem pilihan untuk membuat makna yang telah dihubungkan tersebut.
Menurut Kristeva, intertextualitas dapat digambarkan sebagai:
1.        Kehadiran suatu teks di dalam teks yang lain.
2.        Adanya petunjuk yang menunjukkan hubungan antar teks dengan teks yang sebelumnya.
3.        Adanya fakta bahwa penulis suatu teks pernah membaca teks-teks yang berpengaruh sehingga nampak jejak-jejaknya.
4.        Pembaca suatu teks tidak akan pernah bisa membaca teks secara terpisah dengan teks yang lain.
Fairclough (1992:117) membedakan intertekstualitas menjadi dua jenis yaitu:
·           Intertekstualitas manifest
Jenis ini mengacu pada berbagai cara untuk menggabungkan atau menanggapi teks-teks lain melalui kutipan, parafrase, ironi, dan sebagainya.
·           Interdiscursivitas
Jenis ini menyakut penggunaan teks yang diambil dari jenis teks yang dikenali atau genrenya. Teks tersebut selanjutnya dikaitkan dengan beberapa makna institusi dan sosial.
James E. Porter membagi intertekstualitas menjadi dua bagian yaitu iterability dan presupposition. Iterability berarti semua teks berisi jejak dari teks-teks lain yang membantu pembaca untuk memahami dan membuat makna. Sedangkan presupposition adalah asumsi sebuah teks yang membuat tentang pembaca, referensi serta konteksnya. Dalam hal ini, penulis harus menciptakan ide-ide baru. Ini berarti bahwa penulis harus memiliki kemampuan untuk mengubah teks dan cara berpikir dari masyarakat.
Hyland (2002; 2009) dalam bukunya yang berjudul “Writing Research and Teaching” mengatakan bahwa ada beberapa key issue yang mengikuti current  understandings of writing” diantaranya yaitu context, literacy, culture, technology, genre dan identity.
1.    Writing and context
Seseorang memiliki cara untuk memahami teks (tulisan) yang dikembangkannya melalui pemahaman yang semakin cangkin mengenai konteks. Perlu disadari bahwa makna bukanlah sesutu yang berada di dalam kata-kata yang ditulis yang kemudian dikirim kepada orang lain. Akan tetapi makna diciptakan melalui interaksi penulis dan pembaca dalam memahami kata-kata tersebut dengan cara yang berbeda. Menurut Cutting (2002:3) menyatakan bahwa ada tiga aspek penafsiran konteks yaitu:
·         konteks situasi (Situasional Context), apa yang diketahui seseorang mengenai  apa yang dapat mereka lihat di sekitarnya.
·         Konteks latar belakang pengetahuan (background knowledge context), apa yang diketahui seseorang mengenai dunia, aspek kehidupan, dan satu sama lainnya.
·         Konteks co- tekstual (Co-textual Context), apa yang diketahui seseorang mengenai apa yang telah mereka katakan.
Menurut Halliday, konteks budaya bergerak dalam konteks yang lebih luas dan lebih abstrak. Hal ini mengacu pada cara-cara struktur soaial, hirarki, ideologi institusi dan disiplin dapat mempengaruhi bahasa yang digunakan dalam keadaan tertentu. Halliday melihat konteks budaya seperti yang diungkapkan dalam konteks yang lebih spesifik dari situasi, sehingga kita menggambarkan situasi sosial sebagai bagian dari budaya yang lebih luas. Dimensi konteks menurut Halliday (1985) ada tiga jenis, yakni
·         Field (what is happening) merupakan jenis dari tindakan sosial atau hal apa yang terkandung dalam teks tersebut.
·         Tenor (who is taking part) merupakan aturan atau hubungan dari partisipan.
·         Mode (what the part the languange is playing) mengenai bahasa yang diperlukan seseorang untuk melakukan sesuatu.

2.    Writing and literacy
Literasi adalah kemampuan membaca dan menulis atau dapat dikatakan dengan kemampuan seseorang menggunakan bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Konsepsi modern literasi mendorong seseorang untuk melihat tulisan sebagai praktik sosial, bukan sebagai keterampilan abstrak dipisahkan dari orang-orang dan tempat-tempat di mana mereka menggunakan teks. Menurut Scribner dan Cole (1981: 236) mengatakan bahwa “literasi bukan hanya mengetahui cara membaca dan menulis teks tertentu, tetapi menerapkan pengetahuan untuk tujuan tertentu dalam menggunakan konteks tertentu”. Dimana peran literasi adlaha membantu seseorang untuk memahami bagaimana orang memahami hidup mereka melalui praktik rutin (membaca dan menulis).
Sekolah yang berbasis tradisional menganggap keaksaraan sebagai kemampuan belajar yang memfasilitasi berpikir logis, akses informasi, dan partisipasi dalam peran masyarakat modern. Pandangan ini, melihat literasi psikologis dan tekstual, sesuatu yang dapat diukur dan dinilai. Berbeda dengan literasi sosial dimana literasi (menulis dan membaca) merupakan cara menghubungkan seseorang dengan  orang lain dengan membawa makna sosial tertentu. Dari sini jelas bahwa literasi dapat disesuaikan dengan konteksnya dan tidak mengarah ke satu set kemampuan kognitif atau teknis .
Ada beberapa pandangan sosial mengenai literasi (Barton, 2007:34-5), yaitu:
1.      Literasi adalah kegiatan sosial dan jauh lebih baik dijelaskan dalam bentuk praktek literasi seseorang.
2.      Seseorang memiliki literasi berbeda yang dihubungkan dengan berbagai bidang kehidupan yang berbeda pula.
3.      Praktek literasi seseorang terletak dalam hubungan sosial yang lebih luas, sehingga perlu penggambaran pengaturan peristiwa literasi.
4.      Praktek literasi dibentuk oleh lembaga sosial, kekuasaan, dan beberapa literasi yang terlihat dan berpengaruh lebih dominan.
5.      Literasi didasarkan pada sistem simbol sebagai cara untuk menunjukkan dunia kepada orang lain dan pribadi kita sendiri.
6.      Sikap seseorang dan nilai-nilai yang berkaitan dengan panduan literasi membimbing tindakan seseorang untuk berkomunikasi.
7.      Sejarah kehidupan pasti mengandung banyak peristiwa literasi dimana seseorang belajar serta berperan pada saat ini.
8.      Peristiwa literasi mempunyai sejarah sosial yang membantu menciptakan prakteknya pada saat ini.

      Barton dan Hamilton (1998:6), mendefinisikan bahwa praktek literasi sebagai cara budaya umum menggunakan bahasa tulis yang menarik dalam hidup mereka. Oleh karena itu, menekankan pada sentralitas konteks dan menunjukkan bagaimana kegiatan literasi yang berkaitan dengan struktur sosial yang mereka tanam. Tidak semua praktek literasi itu sama. Arti dari praktek literasi dibangun dari konteks yang memiliki kekuatan yang cukup besar dalam sebuah masyarakat seperti pendidikan dan hukum.
3.        Writing dan culture
Praktek literasi dalam masyarakat yang berbeda akan mempengaruhi pilihan linguistik seseorang. secara umum, budaya dipahami sebagia sejarah yang ditransmisikan dan jaringan sistematis maknayang memungkinkan seseorang memahami, mengembangkan, serta mengkomunikasikan pengetahuan dan keyakinan mengenai dunia. (Lantolf, 1999). Hal ini mengakibatkan, languange and learning are inextricably bound up with culture (Kramsch,1993). Menulis dan pengajaran merupakan bidang Retorika Konstratif.
Retorika konstratif adalah area penelitian dalam akuisisi bahasa kedua yang mengidentifikasi masalah dalam komposisi yang dihadapi oleh penulis. Retorika konstratif mempertahankan bahasa dan menulis sebagai fenomena budaya. Seseorang memiliki presepsi tertentu mengenai teks yang mereka pelajari dalam budaya mereka sendiri.

4.    Writing and technology
       Di era globalisasi ini, teknologi merupakan faktor penting bagi kehidupan seseorang. orang yang berliterasi, harus mampu mengendalikan berbagai media elektronik dan cetak. Teknologi memiliki dampak yang sangat besar pada cara dan genre yang ditulis, identitas pengarang, hasil akhir yang diciptakan, serta cara penulis terlibat dengan pembaca. Beberapa pengaruh teknologi terhadap writing, diantaranya:
·         Mengubah proses creating, editing, proof reading dan formatting.
·         Memadukan text tertulis dengan media visual dan audio secara lebih mudah.
·         Mendorong menulis non-linear dan proses membaca melalui hypertext link.
·         Tantangan pemikiran tradisional tentang authorship, authority dan intellectual proverty.
·         Memudahkan penulis untuk akses informasi ledi lanjut serta menghubungkan informasi tersebut dengan cara yang baru.
·         Mengubah hubungan reader dan writer bahwa membaca dapat sering “write back”.
·         Memperluas berbagai genre dan peluang untuk mencapai audience yang lebih luas.
·         Mengaburkan perbedaan saluran budaya tulis dan lisan.
·         Memperkenalkan kemngkinan untuk membangun dan memproyeksikan identitas sosial yang baru.
·         Memasilitasi masuk ke komunitas wacana online yang baru.
·         Meningkatkan marginalisasi penulis yang terisolasi dari teknologi menulis yang baru.
·         Menawarkan writing teacher tantangan dan peluang baru untuk praktek di kelas.
Fitur penulisan berbasis komputer adalah cara untuk memfasilitasi menulis dengan elektronik, secara dramatis mengubah kebiasaan tulisan kita. Fitur ini memungkinkan kita untuk memotong dan menyisipkan, menghapus dan menyalin, memeriksa ejaan dan tata bahasa, gambar impor dan mengubah setiap aspek format berarti bahwa teks-teks kita sekarang lebih cantik dan mudah direvisi. Perubahan yang signifikan sama hasil dari cara media elektronik memungkinkan kita untuk mengintegrasikan gambar dengan mode lainnya makna relatif mudah.
Teknologi elektronik ternyata mempercepat pertumbuhan suatu preferensi untuk gambar di atas teks dalam banyak domain sehingga kemampuan untuk memahami dan bahkan menghasilkan teks multimodal semakin menjadi kebutuhan praktek literasi di bidang pendidikan, bisnis, media dan lainnya. Menulis berarti “perakitan teks dan gambar“ dalam desain visual yang baru sehingga penulis harus memahami cara tertentu untuk mengkonfigurasi dunia yang menawarkan modus yang berbeda. Menurut Kress (2003), modus yang berbeda memiliki affordances yang berbeda, atau potensi dan keterbatasan makna.
5.      Writing and genre
Genre adalah salah satu konsep yang paling penting dalam bahasa pendidikan pada saat ini. Setiap orang harus terbiasa mengahadapi genre  yang akan dihadapi ketika berpartisipasi dalam acara sosial. Hyon (1996) mengidentifikasi tiga pendekatan genre, diantaranya:
·         Pandangan Systemic Fungsional
Genre adalah sesuatu (anggota suatu budaya) yang berinteraksi dan berorientasi pada tujuan proses sosial. Genre dapat diartikan sebagai proses bahasa. Pada pendekatan ini genre dikaitkan dengan grammar. Dalam writing, genre tersebut dikodifikasikan dengan cara yang berbeda. Cara tersebut, mempertimbangkan bagaimana teks terstruktur dan terorganisir pada seluruh teks yang terkait dengan tujuannya, audience dan pesan. Kemudian membuat bagian dari teks efektif, seperti paragraf dan kalimat harus terstruktur dan terorganisir.
·         English for Spesific Purposes (ESP)
Orientasi ini mengikuti SFL dalam penekanannya kepada sifat formal dan komunikatif dari tujuan genre, tetapi berbeda dalam mengadopsi kosep genre secara lebih sempit. Genre adalah sumber daya yang tersedia dalam budaya yang luas dalam wacana masyarakat tertentu. Genre adalah pengatur kehidupan dari discourse community.
·         Retorika baru
Pada pendekatan ini, genre dilihat lebih fleksibel dan kurang mudah diterapkan dalam mengajar. Penekanan dari pendekatan ini lebih besar pada cara-cara genre berkembang. Genre adalah hubungan fungsional antara teks dan situasi retoris. Ini berari bahwa genre bukan merupakan jenis teks atau situasi, tetapi merupakan hubungan dari keduannya. Dimana jenis teks bertahan karena teks tersebut bekerja untuk merespon secara efektif terhadap situasi yang berulang.
6.    Writing and identity
Menulis dan identitas penulis memiliki hubungan yang sangat dekat. Benwell dan Stokoe (2006: 6) mengatakan bahwa identitas mengacu pada cara seseorang menampilkan dirinya. Identitas merupakan kinerja dimana hal itu harus dilakukan bukanlah harus dimiliki. Pada dasrnya teks atau tulisan adalah sesuatu yang dapat membangun pribadi seseorang. teks adalah cerminan dari identitas seseorang. Identitas melibatkan interaksi antara praktek konvensiona literasi dan nilai-nilai, kepercayaan dan budaya.

Berdasarkan penjelasan yang telah dipaparkan, maka disimpulkan bahwa intertekstualitas adalah pembentukan makna teks oleh teks lain yang lain. Ini berarti bahwa, adanya hubungan antara teks pengguna pada teks yang bertujuan untuk membuat pembaca memahami dan mengerti makna dari teks tersebut. Hyland (2002) dalam bukunya yang berjudul “Writing Research and Teaching” mengatakan bahwa ada beberapa key issue yang mengikuti current  understandings of writing” diantaranya yaitu context, literacy, culture, technology, genre dan identity. Issue ini tenyata memiliki keterkaitan dengan writing yang sangat kuat.
Writing ternyata memiliki kekuatan yang berpengaruh terhadap faktor lain. Hal ini berarti bahwa writing sangatlah hebat. Faktor inilah yang dapat membuat seseorang memiliki kemampuan literasi. Literasi inilah yang menjadi faktor yang mempunyai pengaruh terhadap faktor yang lain, yang dapat menunjang kemajuan bangsa.
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment