Class Review 4: Interaksi Menjalin Keharmonisan


Interaksi Menjalin Keharmonisan
(by:  Fitriatuddiniyah)

Senin kembali menyapa dan itu itu artinya kami harus kembali berdialog dengan writing and composition 4.  Di pertemuan keempat ini, saya tersadar inilah menulis yang berintelektual.  Dilatih oleh pelatih yang berintelektual tinggi, dengan targetnya mengintelektualisasikan para pemainnya lebih berintelektual, khususnya dalam menulis.  Saya bangga berada di team ini, dilatih beliau yang tidak semua team punya pelatih seintelektual beliau.
Kali ini kita berlatih dengan critical review.  Critical review pertama kita yaitu mengkritik goresan pena A. Chaedar Alwasilah, dengan artikel yang berjudul “Classroom Discourse Torture to Harmony Religion”.  Saya berhasil dengan 2659 kata tepatnya, jumlah yang sedikit melampaui target utama yaitu 2500  kata.  Berharap sesuai dengan tujuan, maksud, dan  inti yang beliau targetkan.

Apa yang telah saya komunikasikan di dalamnya? Saya beritakan tentang permasalahan perbedaan, konflik dan masalah yang ditimbulkannya, khususnya dalam agama, kemudian betapa indahnya kerukunan, dan pentingnya pendidikan dengan menyapa classroom discourse.  Namun, sayangnya point terakhirlah yang terlupakan dan beritakan dalam artikel saya ini.
Oleh karena itu, di sini kita akan membahas apa yang telah hilang dalam topik pembicaraan sebelumnya, yaitu tentang classroom discourse.  Classroom discourse merupakan situs suci yang tidak semua orang dapat masuk, bahkan mengenal area ini.  Begitu sulit kita untuk mendapatkan di area ini, dan perjuanganlah yang harus ditempuh untuk memasukinya.  Dimana area ini tidak hanya ada guru dan murid saja, melainkan adanya interaksi antara satu dengan yang lainnya, interaksi antara murid dan teman sebayanya, interaksi antara murid dan gurunya, bahkan yanglainnya.
Kelas merupakan suatu hal yang kompleks, hal itu didasarkan pada:
Ø  Background
Dalam suatu kelas, setiap individu (murid) memiliki latar belakangyang berbeda.  Berbeda bahasa, budaya, ras, suku, ekonomi, sosial, kebiasaan, agama, dan lain sebagainya.  Oleh karena itu, pengorganisasian kelas yang terstrukturlah yang harus diperhatikan oleh guru maupun pihak-pihak yang berperan di dalamnya, yaitu interaksi.
Ø  Communicative Strategi
Discourse artinya gabungan antara teks dan konteks.  Konteks itu sendiri bersifat formal, dimana hal itu merupakan cara berkomunikasi dengan teman sebaya atau dosennya (atau guru) dengan lebih aktif dan interaktif.
Ø  Goals-Driven
Goals-Driven merupakan konsep yang ada di dalam kelas.  Yaitu konsep kognitif, afektif, dan psikomotorik. 
1.      Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif.  Ranah kognitif  memiliki enam jenjang atau aspek, yaitu:
1. Pengetahuan/hafalan/ingatan (knowledge)
2. Pemahaman (comprehension)
3. Penerapan (application)
4. Analisis (analysis)
5. Sintesis (syntesis)
6. Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation)
Tujuan aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut. Dengan demikian aspek kognitif adalah subtaksonomi yang mengungkapkan tentang kegiatan mental yang sering berawal dari tingkat pengetahuan sampai ke tingkat yang paling tinggi yaitu evaluasi.
2.      Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku.
Ranah afektif menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu:
1. Receiving atau attending ( menerima atua memperhatikan)
2. Responding (menanggapi) mengandung arti “adanya partisipasi aktif”
3. Valuing (menilai atau menghargai)
4. Organization (mengatur atau mengorganisasikan)
5. Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan  suatu   nilai atau kompleks)
3.      Psikomotorik
Ranah psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) tau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan dan hasil belajar afektif (yang baru tampak dalam bentuk kecenderungan-kecenderungan berperilaku). Ranah psikomotor adalah berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya.
Hasil belajar keterampilan (psikomotor) dapat diukur melalui: (1) pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama proses pembelajaran praktik berlangsung, (2) sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, dan sikap, (3) beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak dalam lingkungan kerjanya.
Ø  Value
Disiplin, kejujuran, dan ideologis merupakan nilai dari hasil interaksi dalam classroom discourse yang baik dan efektif.
          Pada buku Classroom Discourse Analysis: A Tool For Critical Reflection oleh Betsy Ryms (2008) denga tujuannya menulis buku ini adalah untuk memberikan, menyediakan gugu-guru alat untuk menganalisis pembicaraan mereka di kelas.  Mengapa harus buang-buang waktu untuk menganalisis hal tersebut?  Betsy mempunyai alasannya, yaitu:
1.      Wawasan yang diperoleh dari analisis wacana kelas telah meningkatkan saling mengerti antara guru dan siswanya.
2.      Dengan menganalisis wacana kelas sendiri, guru telah mampu memahami perbedaan lokal dalam kelas berbicara melampaui stereotip atau generalisasi budaya lainnya.
3.      Ketika para guru menganalisis wacana di kelas mereka sendirir, prestasi akademik akan meningkat, dan
4.      Proses melakukan analisis wacana kelas dapat dengan sendirinya menumbuhkan intrinsik dan cinta seumur hidup untuk praktek mengajar dan umum meneguhkan potensial hidupnya.

Manfaat pertama mempelajari analisis wacana kelas adalah untuk memahami, secara umum, perbedaan komunikasi antara kelompok-kelompok sosial.  Kedua adalah sekolah dilengkapi dengan metode analisis wacana, situasi terbaik guru untuk mempelajari wacana lokal dan selalu merubah pola khusus untuk kelas mereka sendiri. (Betsy Ryms, 2008:8)
    Wacana kelas memang bukan hal yang kecil.  Pandangan awal saya tentang wacana kelas runtuh seketika.  Istilah wacana kelas sering dikaitkan dengan bahasa dalam kelas (Classroom Language).  Hal ini dikarenakan istilah juga menunjukkan jenis wacana, sehingga bahasa di kelas identik dengan classroom reguler.  (Halliday, 1917:610)

Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan adanya struktur kelas yangbaik, interaksi kelas yang aktif dan interaktif, classroom discourse berjalan dengan efektif, kerukunan pun akan terjalin satu dengan yang lainnya.  Begitu pun dengan kerukunan beragama.   Religious Harmony dapat diciptakan dan dicapai dengan adanya toleransi, pembangunan karakter yang baik, dan tentunya dengan classroon discourse.  Dengan hal itu kita berintelektual dan mampu menciptakan keharmonisan.
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment