Class Review 4: Oh My God! Salah Gerbong


Oh My God! Salah Gerbong

Author: Astri Rahayu


Waduh! Ternyata menulis critical review itu sangat susah. Berkali-kali saya mengganti tulisan saya dengan tulisan yang baru, beribu cara saya fikirkan supaya saya bisa menghasilkan ide yang brilliant tetapi apa yang saya hasilkan sekarang. Ternyata saya salah gerbong!  Salah dalam memulai tulisan ini, yang seharusnya saya memasuki bagian class discourse terlebih dahulu, tetapi saya berubah haluan yaitu memasuki masalah kurangnya pendidikan multicultural untuk generasi intelek. Sungguh suatu perubahan haluan yang fatal, namun kereta terus berjalan walau tujuan pertama gagal.

Pengalaman adalah guru yang terbaik”. Benar, itu adalah ungkapan yang sudah sering kita dengar di telinga kita, bahkan  mungkin sudah bosan kita mendengar dari orang-oang yang berusaha memotivasi ketika kita merasa gagal dalam melakukan sesuatu. Energi semangat kembali merasuki jiwa ini, saya tidak boleh gagal lagi selanjutnya. Saran dan kritik dari teman-teman semakin berputar seperti “kemidi putar” yang berputar-putar sepanjang malam di otak saya. Saya harus cepat memperbaiki ini semua. Harus bisa!

Saya harus menyadari di pertemuan keempat ini, 24 Februari 2014. Ternyata  jalannya semakin berkelok dengan jalanan yang bukan hanya berbatu tetapi penuh dengan kabut. Kita harus benar-benar menyiapkan diri kita yang diibaratkan mobil Jep dengan roda dan body yang kuat serta lampu yang terang menyala, supaya bisa sampai di atas gunung. Perjalanan di Writing Composition 4 ini seperti sedang melakukan perjalanan menaklukan gunung tertinggi di dalam kehidupan kita. Gunung itu adalah tumpukan ide-ide yang brilliant. Harus ada sesuatu yang beda yang bisa saya sajikan, apalagi kita di jurusan bahasa Inggris.

Sejenak teringat perkataan pelatih writing, Mr.Lala bahwa “kalian adalah angkatan yang paling produktif “, apakah benar?  Sungguh tidak bisa dipungkiri ada perasaan senang, namun terasa semakin berat beban di pundak ini karena saya dan teman-teman harus membuktikan bahwa kita bisa mempertanggungjawabkan pernyataan beliau.

Apakah yang anda lakukan saat malam mulai menjelang?  Apakah anda asyik dengan buku dan pena sebagai teman dalam sepi malam itu?  Atau anda hanya ditemani dengan computer atau laptop yang penuh akan lagu-lagu dan games sebagai bestfriend dalam keheningan malam?  Bahkan apakah anda masih sibuk berfikir memecahkan masalah dalam kehidupan anda seperti masalah keluarga, anak, atau project anda kedepan?  Saya rasa bisa terjawab lewat terapi dalam SEPI.

Ketika sepi, suasana hati terdengar lebih jernih. Ketika sepi, kita seakan-akan sedang bersahabat dan menilai diri kita sendiri, ketika sepi juga kita bisa menyeleksi stimulus-stimulus yang di kala siang hari begitu mengganggu berdengung di telinga kita, namun ketika sepi mulai menghantui semua lalu lintas stimulus itu bisa kita pilih. Aliran inspirasi yang kadang tak bisa kita temukan di siang hari saat hiruk pikuk kehidupan masih ramai akan aktifitas keduniawian manusia.

Be close to empty, because in quiet there [moments] in the discovery of what restless boisterous sought”. Bersahabat dengan sepi bukan hanya sebagai refleksi diri tetapi tempat mediasi kita. Bagaimana kita bisa menemukan ilmu baru, menemukan fakta baru, bahkan bisa menemukan sesuatu yang bisa merubah hidup kita. Mr.Lala menyatakan bahwa mediasi itu seperti menulis karena ketika kita menulis kita pasti membutuhkan suasana yang harus mendukung. Suasana yang sepi. Sepi merupakan kata kunci yang harus diperhatikan ketika kita menulis. Semua ide akan terbang bebas ketika kita dalam kondisi tidak berkonsentrasi dan saat yang tepat ketika orang bisa berkonsentrasi adalah di waktu suasana sunyi senyap.

Akhirnya pelatih mempertanyakan, “bagaimana paper kalian?  Apakah ada sesuatu yang special dari paper yang kalian tulis?  “Coba koreksi masing-masing paper yang kalian buat, catat apa saja yang masih kurang dan belum tepat?”  Wow, benar-benar sesuatu yang lumayan berat, hasilnya sudah dibayangkan bahwa tidak sesuai dengan harapan, ternyata kebanyakan teman-teman di kelas dan saya telah salah memasuki gerbong ketika menulis. Seharusnya pertama kali yang kami masuki adalah tentang Class Discourse kemudian baru menjalar ke religious harmony.

Pertama di Class Discourse itu seperti situs yang sangat suci, mengapa demikian?  Karena tidak sembarang orang bisa masuk ke dalamnya. Pengemis, pengamen, bahkan premanpun tidak akan boleh masuk ke dalam class discourse seenaknya saja. Ada dua motion untuk class discourse ini bisa dilihat dari teks dan kontek. Dalam hal  konteks, class discourse ini bersifat formal karena terdapat peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

Di dalam class discourse terdapat ritual-ritual juga yang bersifat complicated. Complicated disini diartikan bahwa adanya rangkaian interaksi-interaksi yang berbeda cara berinteraksinya. Sehingga kadang menyebabkan banyak munculnya berbagai perbedaan, bahkan masalah.

Perbedaan background?  Adanya perbedaan di dalam class discourse, tentunya dipengaruhi oleh background masing-masing individu di dalamnya. Tidak mungkin manusia dilahirkan sama kedudukan dan kondisinya ke dunia ini, semua pasti berbeda. Perbedaan itu kita bisa lihat seperti yang digambarkan di atas, bahwa ada beberapa hal yang merupakan baagian-bagian dari background di dalam class discourse. Bidang sosial, ekonomi, language, dan budaya merupakan faktor-faktor yang harus diwaspadai, ini semua karena faktor-faktor tersebut bukan hanya bisa mempersatukan tetapi lebih mengarah kearah konflik apabila tidak ada penyesuaian.

Selanjutnya yaitu strategi komunikasi. Chester Barnard  menulis  “fungsi  eksekutif  pertama  adalah mengembangkan  dan  memelihara  system  komunikasi”  (1938:82). Pernyataan  Barnard  ini  terbukti,  dalam  penelitian  atas  para  pimpinan  dari seratus  perusahaan  terbesar  di  Amerika,  96%  percaya  bahwa  ada “hubungan yang pasti” antara komunikasi dan produktivitas pekerja (Lull etal., 1955). Penjelasan singkatnya seperti ini, ketika kita bersosialisasi di dalam masyarakat maka yang harus kita punya adalah cara bersosialisasi dan berinteraksi yang bagus. Bagus yang seperti apa?  Dikatakan bagus ketika orang-orang di sekitar kita bisa menerima kita dengan baik serta nyaman akan kehadiran kita di sekitar mereka. Di dalam class discourse juga dibutuhkan strategi komunikasi yang baik agar bisa tercapainya tujuan keberhasilan belajar di kelas.

R Wayne  Pace,  Brent.  D.  Petersen  dan  M.  Dallas  Burnett  dalam bukunya   “Theniquet  for  Effective  Communication”  menyatakan  bahwa tujuan sentral dari strategi komunikasi adalah :

a)      To secure understanding: komunikan mengerti pesan yang disampaikan. 

b)       To establishes acceptance: pembinaan kepada penerima setelah pesan dimengerti dan diterima. 

c)       To motivation action: memotivasi kegiatan organisasi. 

Contoh kisah sukses dari tokoh yang sukses karena strategi komunikasi adalah Noke Kiroyan. Apakah anda mengenal sosok Noke Kiroyan?  Dia adalah seorang dengan latar belakang pendidikan di bidang komunikasi, ia memulai karier di industri elektronik. Dia ternyata ‘baru’ mengenal dunia pertambangan pada 1997 tetapi dia akhirnya sukses di dunia pertambangan. Karier Noke dimulai di Siemens Group pada 1974 pada posisi Management Trainee hingga 1991 mencapai puncak sebagai Presiden Direktur. Kemudian berlanjut ke Salim Group hingga 1997. Noke yang menguasai bahasa Inggris, Jerman, dan Belanda ini mulai terjun di dunia pertambangan saat dipercaya menjabat sebagai Presiden Direktur PT Rio Tinto Indonesia hingga 2001, kemudian Presiden Direktur PT Kaltim Prima Coal (KPC) hingga 2003, Presiden Komisarir PT Rio Tinto Indonesia, dan Presiden Direktur PT Newmont Pacific Nusantara hingga 2006. Namun karena dia memanfaatkan dan mengasah kemampuannya sebagai sarjana di bidang komunikasi. Apalagi, kata Noke, perusahaan juga banyak menggunakan jasa konsultan komunikasi. Ketika berhenti dari Newmont, dia memutuskan kuat untuk mempraktikkan strategi-strategi komunikasi yang dijalankannya selama di pertambangan.

Kemudian setelah strategi komunikasi yang banyak menentukan keberhasilan dalam kegiatan komunikasi, ada juga elemen yang penting adalah Goals- driven. Goal disini adalah pencapaian yang kita capai di dalam class discourse seperti dalam hal psikomotorik, kognitif dan afektif. Tujuannya adalah membangun sesuatu, sesuatu disini adalah membangun impian kita di masa depan yang berkaitan dengan pencapaian karir, pendidikan dan bahkan popularitas juga.

Tak lupa ada “value” juga yang berpengaruh dalam class discourse. Value yang sedang dipertahankan seperti sikap dari siswa yang disiplin pasti berbeda valuenya dengan yang malas, kemudian dari sikap dan karakter siswa yang mempunyai value dan tidak dari bagaimana mereka mengerjakan tugas. Ada yang menggunakan system copy-paste, ada juga yang murni dari pikirannya sendiri, semua tergantung dimana mereka dididik. Menurut Mr.Lala, siswa yang dididik kebanyakan di rumah oleh orang tuanya maka attitudenya akan jauh lebih baik dari pada di luar rumah.

Berkaitan dengan class discourse yang menjadi salah satu permasalahan sekarang adalah “bagaimana cara yang tepat untuk memotivasi siswa?  Ada 2 cara yaitu motivasi instrinsik dan ekstrinsik. Motivasi instrinsik cenderung pada nilai motivasional dari isi pelajaran yang dipaparkan. Terkadang suatu mata pelajaran begitu asyik dan menyenangkan bagi siswa sehingga mereka mau untuk mengerjakan tugas dari mata pelajaran itu. Sementara itu, motivasi ekstrinsik berhubungan dengan penggunaan pujian, balikan (feedback), dan insentif (ganjaran). Banyak dari apa yang dipelajari di sekolah tidak dengan sendirinya mengasyikkan dan menarik bagi siswa. Ada banyak contoh-contoh yaitu diantaranya:

a)      Melalui media pembelajaran, contohnyai melalui media elektronik facebook dalam pembelajaran PPKN guna memahami sejarah dan semangat komitmen para pendiri Negara dalam merumuskan dan menetapkan pancasila sebagai dasar Negara.

b)      Memberikan hadiah setelah para siswa berlomba menggambar di kelas, maka akan timbul perasaan senang dan semangat dalam mengikuti pelajaran.

c)      Memberika reward berupa hadiah atau pujian ketika siswa berhasil berani untuk menjawab pertanyaan atau menjelaskan walaupun jawaban atau penjelasan mereka belum tentu benar tetapi kita harus memberikan penghargaan walau tidak seberapa, tetapi mempunyai pengaruh yang besar terhadap mereka.

Walaupun di dalam kelas yang pelajar-pelajarnya terdiri dari kelompok yang memiliki kemampuan yang sama namun berbeda keperibadian dan minat maka variasi prinsip-prinsip dan teknik-teknik yang dipakai akan lebih banyak. Di dalam kelas mungkin kita akan menemui beberapa orang pelajar yang mampu memotivasi dirinya sendiri. Pelajar-pelajar seperti ini tidak banyak memerlukan pertolongan dari guru untuk merangsang minat mereka dalam belajar, kerana mereka mampu mendorong diri mereka sendiri.

Kebanyakan pelajar mempunyai motivasi belajar jika kita menggunakan berbagai teknik untuk memotivasi mereka, namun ada pula sejumlah pelajar yang baru akan termotivasi jika kita melakukan usaha-usaha khusus bagi mereka. Oleh kerana itu kita sebagai guru hendaklah fleksibel dalam memakai berbagai pendekatan dalam merangsang minat pelajar dalam belajar, serta mampu menerapkan berbagai prinsip dan teknik yang berbeza sesuai dengan keperluan masing-masing pelajar.

Pembahasan selanjutnya kita mulai memasuki gerbong “Religious Harmony”. di dalam religious harmoni terdapat toleransi yang dimana berfungsi sebagai bumbu di kelas. Perbedaan agama di kelas biasanya akan menjadi perdebatan yang hebat apabila terdapat banyak perbedaan dalam memandang sesuatu hal, seperti perbedaan pendapat antara golongan muhammadiyah dan NU tentang pentingnya Qunut di dalam sholat shubuh. Hal kecil itu saja apabila diperdebatkan maka imbasnya akan terjadi perpecahan di dalam kelas bahka kekerasan di masyarakat.

Oleh karena itu, pentingnya “TALK” antar umat beragama di kelas maupun di masyarakat. Bagaimana cara kita menjawab dengan tidak menyinggung perasaan orang lain. Hal itu sangat dibutuhkan agar kenyamanan akan tetap terjaga. Seperti kita ketahui, bahwa di dalam sebuah institute atau lembaga agama seperti KEMENAG dan institute-institute pendidikan seperti UIN dan IAIN. Masih banyak mahasiswa dan mahasiswi yang tidak memperhatikan religious harmony. Namun karena adanya perguruan tinggi seperti IAIN dan UIN maka semua membantu meredakan konflik akibat karakteristik konflik di Indonesia sangat luas, hal ini butuh kapasitas resolutor konflik yang mumpuni, itu ada di perguruan tinggi.

Contohnya penambahan mandat PTAIN untuk ikut serta dalam penyelesaian konflik. Di Cirebon misalnya, ada banyak sempalan aliran. IAIN Cirebon bisa menjadi mediator. Begitu juga konflik antara Syiah-Sunny di Bondowoso dan lain sebagainya. PTAIN bisa sedikit mengurai benang kusut berbagai problem bangsa, terutam dalam beberapa hal yang bisa dicapai, semisal merukunkan masyarakat yang sedang bergejolak (http://www.kemenag.go.id).

Menyangkut masalah religious harmony, umat islam harus waspada adanya buku-buku bacaan yang sebenarnya mengungkap kebenaran yang tidak benar. Seperti Dikutip dari buku berjudul: Islam Dihujat; karya Hj. Irena Handono yaitu Pakar Kristologi dan Pendiri Irena Center (dengan perubahan seperlunya) yang berisi:

“Dr. Robert Morey menyatakan bahwa Allah adalah nama dari Dewa Bulan yang disembah di Arab sebelum Islam. Hal ini ia kuatkan dengan pernyataan bahwa :
Nama Allah sudah dikenal masyarakat Arab sebelum kenabian Muhammad.
Adanya nama-nama seperti Qomaruddin, Syamsuddin. Kepercayaan Jahiliyah (PraIslam), agama Astral. Berhala yang ada di Ka'bah Simbol bulan sabit. Yang agak memalukan bahwa dalam membuktikan tuduhan-tuduhannya tersebut Pak Doktor ini banyak memanipulasi pernyataan dari penulis-penulis yang menjadi rujukannya. Sebagai Contoh: Untuk menguatkan pendapatnya bahwa "dewa bulan dipanggil dengan berbagai nama, salah satunya adalah Allah'" ia merujuk pada halaman 7 dari Buku Guillame yang berjudul Islam. Tetapi sebenarnya Guillame mengatakan di halaman yang sama : "Di Arab, Allah telah dikenal dari sumber umat Kristen dan Yahudi sebagai Tuhan yang Esa, dan tidak ada keraguan meslvpun dia telah dikenal oleh Pagan Arab di Mekkah sebagai yang Tertinggi."

Dr. Morey juga mengutip dari penulis non-Muslim Caesar Farah di ha128. Tetapi pada saat dirujuk dalam buku tersebut didapati bahwa Dr. Morey hanya mengutip sebagian dan meninggalkan pokok bahasan dari buku tersebut. Buku tersebut sebenarnya menyatakan bahwa Tuhan yang dipanggil il oleh orang Babilon dan EI oleh orang Israel telah dipanggil ilah, al-ilah, dan Allah di Arab. Farah mengatakan lebih lanjut pada halaman 31 bahwa sebelum Islam orang pagan telah mempercayai bahwa Allah adalah dewa tertinggi. Dikarenakan mereka sudah mempunyai 360 berhala, tetapi Allah bukan salah satu dari 360 berhala tersebut. Sebagaimana Caesar Farah menyatakan di halaman 56, bahwa Nabi Muhammad SAW telah menghancurkan berhala-berhala tersebut”.

Kemudian lagi tentang nama Allah sebelum Islam. Adanya kata Allah sebelum masa Islam, seperti yang dikatakan Robert Morey bahwa Ayah Rasulullah bernama Abdullah (hamba Allah), tidak sepantasnya dijadikan alas an bahwa Allah tersebut adalah dewa bulan. Seperti El, Eloy, Allah, Yahweh, Ya Hua, Elohem, Allahumma; adalah kata-kata yang dipakai oleh masing-masing bangsa saat itu untuk menyebut Tuhan. Dan kata Allah adalah kata yang dipakai oleh bangsa Arab untuk menyebut Tuhan khususnya oleh para Ahnaf (masyarakat Arab yang mengikuti tradisi Ibrahim). Dan nama itu tidak termasuk dalam jajaran nama-nama berhala dan dewa-dewa Arab. Permasalahannnya bukan hanya pada kata-kata itu saja, kemudian kita menilai paham suatu masyarakat. Tapi pada cara penyikapan kepada "Tuhan" yang disebut menurut bahasa mereka sendiri-sendiri.

Bangsa Israel yang menggunakan kata Yahweh untuk merefleksikan pemahaman mereka tentang konsep "Tuhan" dibimbing oleh rasul dan nabi mereka untuk meluruskan pemahaman dan penyikapan terhadap Tuhan yang mereka sebut Yahweh. Begitu juga masyarakat Arab yang pada masa jahiliyah memakai kata Allah untuk menyebut Tuhan dibimbing oleh Rasulullah Sholallahu’alayhi wassalaam untuk menyikapi dan memahami apa yang mereka sebut Allah itu. Cara penyikapan inilah yang diajarkan oleh masing-masing rasul dan nabi kepada umatnya, yaitu meng-ESA-kan. Kalau ukurannya hanya pada tataran kata saja untuk menilai paham suatu umat, maka Yahudi dan Kristen juga pagan, karena nama "EL' yang dipakai IsraEL adalah Tuhan dari bangsa Kan'an yang menurut mereka pagan”.

Jelas-jelas pemurtadan berdampak besar bagi kehidupan umat islam, peraturan pemerintah Indonesia seakan-akan munutup mata dan tidak mendengar permasalahan seperti itu. Kebanyakan konflik keagamaan terjadi tetapi tidak ditulis bahkan diselesaikan. Seperti kasus konflik penistaan agama di Temanggung tahun 2011 dan konflik keagamaan antara jema’ah Ahmadiyah dengan non Ahmadiyah yang tidak kunjung selesai. Bahkan cenderung semakin memprihatinkan, fenomena mutakhir menunjukkan konflik semakin tajam dan meluas disertai dengan aksi kekerasan.

Belum lama ini yang terjadi di Pandegelang Banten, yang menelan korban jiwa dan harta benda. Kasus ini menunjukkan klaim kebenaran atas pemahaman keagamaan masih menjadi praktek keagamaan di tengah-tengah ruang demokrasi yang sedang dijalani. Tragisnya justru melalui pintu demokrasi, mayoritas (pandangan agama mainstream) bertindak agresif. Kenyataan ini lebih buruk lagi ketika negara melalui otoritas regulasinya ikut serta membiarkan tindakan mainstream melakukan anarkisnya. Proses demokrasi yang sedang dijalani bangsa Indonesia saat ini, dalam beberapa hal tampak sepertinya tidak menjadi berkah bagi sebagian kelompok-kelompok keagamaan minoritas.

Jadi intinya bahwa semua hal yang terjadi di class discourse sangat berhubungan dengan religious harmony yang dimana sub-sub tersebut saling berkaitan satu sama lain. Di class discourse, semua siswa bermediasi dengan komponen-komponen yang akan menumbuhkan value, strategi komunikasi, dan religious harmony yang baik untuk generasi umat beragama yang berintelektual dan berakhlak baik.
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment