OBVIOUS FULL STOP
(by.
Endah Jubaedah)
Sebuah penjelasan kadang tak selamanya mampu
memberikan kejelasan karena ternyata sebuah definisi “jelas” bukan hanya
sekedar bacaan atau argumen yang beragam namun jelas adlah ketepatan. Seperti seorang sniper yang melepaskan
pelurunya tepat di jantung serangan, tak melesat; tak ada pergerakan yang
berubah (tetap) dan tepat. Menulis pun
demikian, ketika kita menulis, tuntutan kejelasan ini akan menuntun kita
menjadi seorang penulis yang dibekali kejelasan untuk menulis. Jelas. Titik.
Selain nilai positif untuk sang penulis, “jelas” juga mempermudah
pembaca untuk memahami isi bacaan tentunya.
Berangkat dari sebuah tulisan yang jelas, sebuah
komposisi makna pun harus terkandung didalamnya. Mengapa? Jelas, bahwa menulis bersifat
simogenesis; bermkna. Sebuah makna
memang selalu penting dan menjadi sebuah kepentingan. Bagaimana tidak? Hilangnya kebermaknaan membuat
lunturnya cita rasa sebuah tulisan bahkan meruntuhkan komponen yang
dibangun. Tulisan tanpa makna:
“ROBOH!”. Membangun kembali bangunan
yang runtuh tak semudah menyebutkan huruf alphabet, kita harus berjuang
mengumpulkan puing-puing yang terpisah dan mendirikannya kembali dengan
kekuatan baru.
Kekuatan seorang penulis adalah malu untuk menyerah,
seperti sebuah komentar dari Milan Kundera (L’Art duroman, 1986) : “Bahwa untuk
menulis (para penulis) haruslah dapat melewati atau menghancurkan dinding
penghalang, dan dinding yang menghalangi selalu ada.” Mau tak mau harus mau mengobarkan seluruh
kekuatan yang dimiliki agar dapat merobohkan dinding yang menghambat kelancaran
proses menulis. Bukan hal yang mudah
memang, namun diam dan pasrah tak ada usaha tentu tak akan memudahkan sebuah
kesulitan yang mencoba mengakrabkan diri dengan kita.
Sebuah penulisan sejarah atau menulis sejarah
mempunyai kesamaan dengan linguistic, yakni sama-sama memahami sebuah nilai
yang terkandung didalamnya. Hal ini
menjadi catatan penting sebab betapa pun arti sebuah nilai tak mungkin
dihilangkan dalam hal apapun, efek dan maknanya begitu krusial sehingga wajib
dihadirkan dan dipahami.
Memahami suatu nilai dapat didapatkan dengan
berbagai cara, seperti membaca, mendengarkan kemudian mengplikasikan dengan
cara berucap dengan baik dan benar merupakan langkah terbaik. Ya, membaca membantu seseorang mampu
mengambil nilai dari tulisan yang ia baca.
Namun tak semua tulisan mampu memberi pembermaknaan nilai, tergantung
pembaca dan tentu isi tulisannya. Selain
menjadi pembaca yang baik, komposisi sebuah tulisan tentu harus mampu
mentransfer sebuah makna terhadap pembaca.
Pembahasan materi kali ini juga tentang “creating
offorlances: to inspiring people” (Lehtonen).
Penulis dalam klasifikasi baik adalah ia yang mampu memberi “in-come”
yang baik dan jelas, juga mampu memberi inspirasi dengan sebuah harapan mampu
mengubah kehidupan seseorang menjadi lebih dinamis dan penuh makna. Memaknai hidup dari sebuah bacaan tentulah
menjadi hal yang begitu meng-ilhami.
Berlanjut pada progress belajar, terutama dalam mata
kuliah “writing”; critical review masih menjadi titik fokus sebagai bagian dari
materi “bagaimana menulis”. Ini sebagai
batu loncatan agar kita dapat melompat leih tinggi dan lebih jauh menjangkau
dunia. Menggenggam dunia dengan indah
lewat tulisan yang berkerlip di atas awan menggantikan bintang dan langit
malam.
Seperti sejarah yang tersembunyi, Zinn pun mempumyai
hal-hal yang ia sembunyikan. Saatnya kita
mengungkap ketertutupan Zinn menjadi nyata dalam critical review kali ini. Mengungkap ulang apa yang masih tersembunyi
dan disembunyikan, dengan memerhatikan pola paragraf yang baik dan sesuai. Sejarah yang tak pernah putus diperlukan
koneksi atau benang penghubung, dan kita adalah salah satu benang yang hilang
dan harus kembali.
Menghasilkan tulisan yang baru tidaklah terlepas
dari makna, tata cara, dan isi tulisan yang menghasilkan produksi baru. Penelitian dan analisa yang mendalam
merupakan bahan kebutuhan sebagai perkokohan sebuah tulisan. Kejelasan tak boleh terlupakan apalagi hilang
dari sebuah tulisan. Jangankan menulis yang tata caranya begitu teratur,
berbicara pun mempunyai aturan kejelasan tak boleh terlupakan apalagi hilang
dari sebuah tulisan. Jangankan menulis
yang tata caranya begitu teratur, berbicara pun mempunyai aturan
kejelasan. Harus jelas. Titik.