Class Review 10


(Masih) Tentang Bumi Cenderawasih
(author: Friska Maulani Dewi)


The Last Class Review


            Argumentative Essay, West Papua, dan Revisi. Mungkin ketiga hal inilah yang akhir-akhir ini dengan suksesnya mengalihkan duniaku. Pertemuan mata kuliah writing 4 kali ini (12 Mei 2014) tidaklah jauh berbeda dengan minggu lalu karena kami masih berkutat dengan tiga hal tadi (Argumentative Essay, West Papua, dan Revisi). Kami masih melakukan konsultasi-konsultasi dengan Mr.Lala perihal tugas akhir mata kuliah writing 4 ini. Revisi, revisi dan revisi, aku hanya bisa berharap aku tidak pernah merasa bosan dengan kata ini.
Sebelum perkuliahan kali ini dimulai, Mr.Lala memberikan tambahan materi yang tentunya masih tentang writing.

A Process View of Writing

ê Writing is problem – solving
Writers use invention strategies and extensive planning to resolve the rhetorical problems that each writing task presents.
ê Writing is generative
Writers explore and discover ideas as they write.
ê Writing is recursive
Writers constantly review and modify their texts as they write and often produce several drafts to achieve a finished product.
ê Writing is collaborative
Writers benefit from focused feedback from a variety of sources.
ê Writing is developmental
Writers should not be evaluated only on their final products but on their improvement.
(Ken Hyland 2009 : 80)



Selain materi yang diambil dari buku Hyland yang berjudul “Teaching and Researching Writing”, Mr.Lala pun berpesan tentang satu hal yang harus kami garis bawahi dan kami jadikan suatu patokan dalam hal menulis yaitu :
“A quality of writing derives from a quality of reading.”
Kata-kata itulah yang akhirnya membangunkanku untuk lebih banyak membaca lagi. Dengan banyak membaca kita akan mendapat banyak materi yang akan memudahkan kita ketika menulis. Karena itulah aku pun semangat untuk banyak membaca segala sesuatu yang berkaitan tentang sejarah Papua Barat, terutama berkenaan dengan apa saja yang telah dilakukan oleh Indonesia untuk Papua Barat.
~XOXO~

            Nama lain dari Papua pada masa lalu adalah “Samudranta” yang menunjukkan bahwa daerah Papua telah dikenal oleh masyarakat pemakai bahasa Sansekerta yang bermukim di wilayah kepulauan Indonesia, baik dalam pengertian geopolitik maupun sosial ekonomi dan budaya dalam arti luas. Romandey menulis bahwa pada masa abad pertama masehi pengaruh Hindu-Budha telah tersebar diseluruh Nusantara saat itu dan tidak hanya terbatas di daerah Jawa dan Sumatera saja tetapi juga menyebar sampai ke daerah timur termasuk Papua. Mungkin saja yang dimaksud dengan “Pulau Ujung Samudranta” itu adalah Papua Nieuw Guinea.
Pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1520), kitab Negara kertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca juga secara eksplisit menyebutkan wilayah Papua sebagai bagian dari wilayah kekuasaan Majapahit. Setelah kedatangan bangsa Eropa, yaitu pada tahun 1660, sebuah perjanjian disepakati antara Ternate dan Tidore dibawah pengawasan Pemerintah Hindia-Belanda yang menyatakan bahwa semua wilayah Papua berada pada kekuasaan Kesultanan Tidore. Perjanjian ini menunjukkan bahwa pada awalnya Pemerintah Hindia Belanda sebenarnya mengakui Papua sebagai bagian dari penduduk di Kepulauan Nusantara.
~XOXO~

Ketika Indonesia menyatakan diri merdeka dari penjajahan Belanda, secara logika memang sudah menjadi hak bangsa Indonesia untuk mendapatkan semua bekas jajahan Belanda, termasuk juga Papua Barat. Namun, dikarenakan kelicikan yang dilakukan oleh pihak Belanda yang seolah-olah tidak ingin melepaskan Papua kepada Indonesia, membuat Indonesia geram. Dalam rangka mengambil haknya kembali (mengembalikan Papua Barat kepangkuan Ibu Pertiwi), Indonesia telah menempuh tiga bentuk perjuangan yang tidak sedikit pula memakan korban. Ketiga bentuk perjuangan itu adalah :
Ø  Diplomasi
Menunjukkan niat baik Indonesia untuk selalu mendahulukan cara damai dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Indonesia telah melakukan perundingan-perundingan untuk masalah papua Barat.
§  Melaksanakan perundingan secraa langsung dengan pihak Belanda
Berdasarkan hasil KMB, masalah Irian Barat (nama Papua Barat saat itu) ditunda satu tahun setelah pengakuan kedaulatan RIS. Kedudukan Irian Barat akan diselesaikan melalui perundingan RIS. Berbagai upaya damai telah ditempuh pemerintah dimulai sejak Kabinet Natsir sampai dengan Kabinet Djuanda. Antara tahun 1950-1953 Indonesia mengajak Belanda untuk merundingkan status Irian Barat, namun ternyata gagal. Akhirnya tanggal 3 Mei 1956, Indonesia membatalkan hubungan dengan Belanda berdasarkan perundingan KMB, secara sepihak dengan UU No. 13 Tahun 1956.
§  Melalui diplomasi di PBB
Sejak tahun 1953 masalah Irian Barat dimasukkan kedalam agenda Sidang Umum PBB.
§  Melalui Konferensi Asia-Afrika
Ø  Konfrontasi Politik dan Ekonomi
Menunjukkan kesungguhan Indonesia untuk memperjuangkan apapun yang memang menjadi haknya.
§  Konfrontasi Politik
1.      Membentuk Provinsi Irian Barat yang beribukota di Soasiu, Tidore.
2.      Membentuk Front Nasional Pembebasan Irian Barat, 10 Februari 1958.
3.      Pada tanggal 17 Agustus 1960, Presiden Soekarno mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik antara Indonesia-Belanda. Semua warga negara Belanda yang bekerja di Indonesia dipecat.
4.      Mengumumkan TRIKORA (19 Desember 1961)
5.      Membentuk Komandan Mandala Pembebasan Irian Barat (2 Januari 1962).
§  Konfrontasi Ekonomi
1.      Pemogokan buruh secara total di perusahaan-perusahaan Belanda pada tanggal 22 Desember 1952.
2.      Melarang peredaran film yang berbahasa Belanda.
3.      Pengambilalihan perusahan-perusahan Belanda, yang diatur dengan PP No. 23 Tahun 1958. Perusahaan yang diambilalih diantaranya:
o   Nederlansche Handle Maatschappij NV diubah menjadi Bank Dagang Negara pada bulan Desember 1957.
o   Bank Escompto, 9 Desember 1957.
o   Perusahaan Phillips dan KLM, Desember 1957.
o   Percetakan De Unie.
o   Berbagai macam perkebunan dan pertambangan.
4.      Melarang pesawat penerbangan Belanda (KLM) terbang dan mendarat di Indonesia.
Ø  Konfrontasi Militer
Menunjukkan sikap tidak kenal menyerah untuk memenangkan persengketaan. Operasi-operasi Militer pembebasan Irian Barat direncanakan melalui 3 tahap, yaitu:
§  Tahap Infiltrasi (sampai akhir 1962)
Operasi ini ditujukan ke sasaran-sasaran tertentu untuk untuk membentuk daerah defacto Irian Barat dan mengikutsertakan rakyat Irian Barat dalam perjuangan Operasi ini terbagi dalam:
a)      Operasi Banteng di Fak-Fak dan Kaimana.
b)      Operasi Serigala di Sorong dan Teminabuan.
c)      Operasi Naga di Merauke.
d)     Operasi Jatayu di Sorong, Kaimana dan Merauke.
Pada tanggal 15 Januari 1962 terjadi pertempuran di laut Aru antara Indonesia dan Belanda. Pada saat itu ada tiga Motor Torpedo Boat, masing-masing bernama RI Macan Tutul, RI Harimau dan RI Macan Kumbang. Dalam petempuran tersebut KRI Macan Tutul tenggelam bersama dengan Komodor Yos Soedarso, Kapten Wiratno dan anak buahnya. Sebelum RI Macan Tutul tenggelam ke dasar Laut Aru, melalui radio telefoni Komodor Yos Soedarso masih sempat mengomandokan combat message yang berbunyi “Kobarkan semangat pertempuran sampai titik darah penghabisan!”
§  Tahap Eksploitasi (direncanakan mulai awal tahun 1963)
Dalam tahap ini akan dilancarkan Operasi Jayawijaya. Tujuannya adalah untuk merebut markas-markas militer Belanda dan menduduki pos-pos penting.
§  Tahap Konsolidasi (direncanakan mulai awal tahun 1964)
Bertujuan menegakkan kekuasaan RI di Irian Barat. Sebelum tahap infiltrasi selesai dan tahap eksploitasi serta konsolidasi belum dimulai, terjadilah perubahan situasi. Beberapa negara merasa khawatir bila terjadi perang besar antara Indonesia-Belanda. Kemudian diplomat Amerika Serikat bernama Ellsworth Bunker mengusulkan suatu rencana penyelesaian masalah Irian Barat. Rencana tersebut kemudian terkenal dengan nama Rencana Bunker. Adapun pokok-pokok Rencana Bunker, Maret 1962, adalah:
a)      Belanda menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia dengan melalui suatu Badan Pemerintahan PBB atau United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA).
b)      Akan diadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Irian Barat secara pemilihan (Act of Free Choice).
Atas dasar Rencana Bunker itu, pada tanggal 15 Agustus 1962 Indonesia dan Belanda menandatangani Persetujuan New York yang berisi:
“Selambat-lambatnya tanggal 1 Oktober 1962, Belanda menyerahkan Irian Barat kepada UNTEA.”
Pada tanggal 31 Desember 1962 UNTEA dengan Indonesia bersam-sama mulai mengatur pemerintahan sementara di Irian Barat. Selambat-lambatnya 1 Mei 1963, UNTEA menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia. Sesuai dengan perjanjian New York (New York Agreement), maka pada bulan Juli sampai Agustus 1969 diadakan Pepera di Irian Barat. Dari hasil Pepera itulah akhirnya Irian Barat (sekarang Papua Barat) menjadi bagian dari Negara Kesatan Republik Indonesia.
~XOXO~

References
Ken Hyland, Teaching and Researching Writing.

Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment