Class Review 8


Benang Merah dari Konflik di Papua Barat
Serta Pengenalan Argumentative Essay
Author: Aulia Priangan

Telah tiga minggu lamanya saya dan teman sekelas tidak berjumpa dan bertatap muka dengan pelatih kami. Selama tiga minggu itu, rasanya hidup dalam ketidak tahuan, entah harus berbuat apa dan bagaimana. Tak ada penuntun dan pembimbing. Hanya ada beberapa informasi yang menjadi acuan dalam berbuat sesuatu. Bersumber dari informasi itulah, selama tiga minggu dalam “pengasingan” itu kami melakukan “gerilya” dalam perkuliahan ini.

Minggu pertama dari “pengasingan” kami, pembagian kelompok dilaksanakan dan anggotanya lima orang. Kelompok saya terdiri dari Alfinia, Aneu, Asy-Syifa dan Friska. Kelompok saya melakukan eksekusi terhadap artikel Eben Kirksey yang berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow.” Diskusi pertama kelompok saya membahas mengenai judul artikel dan paragraf awalnya. Hasilnya:
Aulia               : data itu jangan disimpan sendiri saja seperti halnya bantal tapi harus berguna
   untuk orang lain.
Friska              : setelah mendapatkan data harus melakukan sesuatu, jangan untuk kepentingan
  sendiri.
Alfinya            : data jangan hanya sebagai “data” saja tetapi data itu adalah awal masalah yang
  harus dipecahkan.
Aneu               : jangan biarkan data yang ada mati, harus ada penghidupan yang baru.
Syifa                : jangan gunakan data hanya sebagai sandaran (bantal) untuk sender saja tetapi
  data harus dikembangkan agar dapat bermanfaat bagi orang lain.
Kesimpulannya : data bukanlah akhir dari sebuah penelitian tetapi awal dari masalah yang harus
    kita pecahkan, kita  tidak boleh merasa puas setelah mendapat data tetapi harus
    memutar otak lagi untuk  membuat data tersebut dapat berguna bagi orang lain
    bukan hanya untuk kita seorang.
Minggu kedua dalam “pengasingan”. Berdasarkan informasi dari oknum-oknum tertentu mengenai apa yang harus dilakukan oleh kami, para gerilyawan, kami pun berselancar di internet (red: google) untuk mencari informas-informasi yang terkait dengan artikel Eben tersebut. Artikel Eben berisi mengenai Papua, wilayah timur Indonesia. Setelah dirasa cukup mencari informasi, kemudian kami berdiskusi kembali.
            Minggu ketiga, akhir dari “pengasingan” kami. Di minggu ini kami mendapat informasi bahwa pembahasan artikel “Don’t Use Your Data as a Pillow” harus perkalimat. Setelah itu, kami pun melakukan pembagian tugas dan berdiskusi kembali. Hasil diskusi kali ini akan menjadi draf 2 dan ke-3 dari kelompok kami.
            Perpisahan selalu berujung dengan perjumpaan, itu sebuah siklus yang digariskan oleh Tuhan. Setelah masa “pengasingan” berakhir, rutinitas pun kembali seperti semula. Pertemuan kali ini terjadi di minggu keempat di bulan April, tepatnya Jum’at, 25 April 2014. Ini merupakan tatap muka perdana dengan Mr. Lala setelah masa “pengasingan” kami. Berbeda dengan tatap muka sebelumnya yang berlangsung pukul 9.10 pagi, kali ini tatap muka kami dimulai pukul 6 pagi dan hadir minimal 15 menit sebelum perkuliahan dimulai. Spesialnya lagi tempat yang digunakan untuk tatap muka adalah ruangan sidang. Pagi itu, menjadi pertanda bahwa tatap muka sekarang dan kedepannya bukanlah tatap muka biasa. Hal ini karena setiap tatap muka dimulai pukul 6 tepat dan dilaksanakan di ruang sidang. Ini menjadi “seleksi alam” yang akan memusnahkan gerilyawan-gerilyawan yang setengah-setengah. Serta menjadikan gerilyawan terkuatlah yang mampu bertahan sampai akhir, kemerdekaan seutuhnya.
            Setelah tatap muka berakhir tepat pukul 7.15 pagi, kelompok saya mulai mendiskusikan eksekusi apa yang harus dilakukan selanjutnya terhadap artikel Eben. Perjanjian yang disepakati kelompok saya adalah membaca ulang artikel tersebut dan di hari yang lain mengeksplorsi secara mendalam artikel Eben yang berjudul “Don’t Use Your Data as a Pillow” secara bersama-sama.
            Setelah mengeksplorasi artikel Eben secara lebih mendalam, kelompok saya sedikit demi sedikit menemukan benang merah dari konflik yang sering terjadi di Papua, wilayah timur dari bumi pertiwi. Konflik yang sering terjadi di Papua diawali pada tahun 1961, muncul keinginan Belanda untuk membentuk negara Papua Barat terlepas dari Indonesia. Akan tetapi, sejak 1 Mei 1963, Papua menjadi bagian dari bumi pertiwi. Setelah 2 tahun Papua dibawah pemerintahan Indonesia tidak terjadi perkembangan signifikan. Oleh karenanya, terbentuklah OPM (Organisasi Papua Merdeka) pada tahun 1965 untuk menjatuhkan pemerintahan Indonesia di Papua. Dua kubu yang berbeda, yaitu pemerintahan Indonesia dan OPM menjadikan di Papua banyak terjadi konflik. Belanda sukses membuat Papua menjadi negara bonekanya. Sejak saat itulah konflik sering terjadi di bumi Cendrawasih.
Berdasarkan artikel Eben, konflik (red: pembantaian satu peleton polisi oleh OPM, operasi isola) yang terjadi di Papua Barat atau lebih tepatnya Wasior merupakan konflik yang direncanakan atau settingan. Otak dibalik konflik settingan tersebut adalah perusahaan asing yang berada di tanah Papua Barat, yakni Beyond Petroleum (BP) yang dulunya bernama British Petroleum. Beyond Petroleum memanfaatkan konflik antara OPM dan aparat keamanan Indonesia (Polisi dan Militer) yang sudah terjadi sebelumnya. Tujuannya adalah agar bumi Cendrawasih tidak ditempati oleh perusahan-perusahaan asing yang lain. Agar lebih jelasnya, kelompok saya menggambar bagan seperti dibawah ini:
(bagan)
            Dari bagan di atas dapat kita lihat bahwa BP merupakan otak dibalik semua konflik yang terjadi di Papua. Pihak BP mengadu domba antara polisi dengan militer yang bekerja sama dengan OPM (dalam bagan di atas, militer yang dimaksud adalah double agen Papua). Seperti yang terlihat dalam bagan bahwa militer sendiri terbagi menjadi dua, yakni militer yang pada pendirian semula atau masih mendukung Indonesia dengan militer yang bekerja sama dengan OPM (Pro-OPM/ double agen Papua). Para agend ganda Papua-lah yang melakukan pembantaian bersama-sama dengan OPM terhadap satu peleton polisi di Papua Barat. Peristiwa pembantaian tersebut dijadikan alasan oleh Polisi untuk melaksanakan operasi Isolat, penyisirian OPM di Papua Barat. Dalam melaksanakan operasi Isolat, para polisi pun meminta perlindungan HAM dan jaminan keamanan dari BP. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa polisi juga bekerja sama dengan BP. Dengan kata lain BP-lah yang mendalangi konflik yang terjadi di wilayah timur Indonesia. British Petroleum melakukan hal tersebut karena perusahaan tersebut menginginkan bumi Cendrawasih dipenuhi konflik dan menjadi daerah horor sehingga hanya perusahaannya saja yang dapat mengeksploitasi Sumber Daya Alam yang melimpah ruah di Papua Barat.
            Perbuatan British Petroleum membuat rakyat Papua Barat menderita. Dengan adanya konflik-konflik yang sering muncul menyebabkan wilayah timur Indonesia selalu dijaga ketat oleh militer. Rakyat Papua tidak dapat bergerak secara leluasa di wilayahnya. Akibat perbuatan BP, masyarakat bumi Cendrawasih mengalami banyak kerugian; kerugian berkurangnya SDA di wilayahnya dan kerugian karena kebebasannya berkurang di wilayahnya sendiri.
***

Argumentative Essay
Argumentative essay adalah sebuah genre tulisan yang mengharuskan siswa untuk menyelidiki topik; mengumpulkan, menghasilkan, dan mengevaluasi bukti; dan membentuk posisi pada topik secara ringkas.
Note: Beberapa kebingungan mungkin terjadi antara esai argumentatif dan esai ekspositori. Kedua genre ini serupa, tetapi esai argumentatif berbeda dari esai ekspositori dalam jumlah pre-writing (penemuan) dan penelitian yang terlibat. Esai argumentatif umumnya ditugaskan sebagai puncak atau tugas akhir secara tertulis tahun pertama atau kursus komposisi maju dan melibatkan penelitian yang lama dan terperinci selai itu esai argumentatif juga panjang. Sedangkan esai eksplositori melibatkan penelitian yang tidak terlalu banyak atau mendetail serta lebih pendek dari argumentatif esai.  Esai ekspositori sering digunakan untuk latihan menulis di kelas atau tes, seperti GED atau GRE.
Menurut Fitzpatrick (2005) dalam menulis argumentatif essay, penulis harus mengajak (persuade) pembaca untuk mempertimbangkan sudut pandang yang digunakan oleh penulis, bahkan jika mereka tidak setuju dengan pendapat penulis. Argumentatif essai memerlukan perhatian dan skill khusu karena:
1.      kita perlu menunjukkan rasa hormat untuk sudut pandang yang menentang kita,
2.      kita harus memilih kosa-kata secara hai-hati karena setiap kata mempunyai ruhnya tersendiri,
3.      dan yang terpenting dari semuanya adalah kita harus menulis secara jelas dan logis. 
Setelah mengetahui tentang apa itu argumentatif essai dan apa saja yang perlu diperhatikan dalam menulis argumentatif essai, kita harus mengetahui eksekusi apa yang harus dilakukan selanjutnya. Berdasarkan powerpoint, langkah selanjutnya adalah:
1.      define the topic : mendefinisikan topik karena terkadang beberapa topik memerlukan definisi.
2.      Limit the topic : membuat batasan terhadap topik agar tidak terlalu melebar/ jauh.
3.      Analyze the topic : sebelum memutuskan menggunakan sudut pandang yang mana, kita seharusnya melakukan analisi terhadap topik secara menyeluruh. Kebanyakan topik argumentatif mempunya dua sudut pandang, for (setuju) dan against (tidak setuju) dan dapat di stated sebagai pertanyaan yes/no.
4.      Menulis thesis statment : thesis statment dalam agrumentatif essai harus memuat sebuah opini. Pendapat biasanya dinyatakan dengan modal verb “should” atau penilaian seperti baik dan buruk. Sebuah thesis statment yang lengkap juga memuat alasan-alasan atau argument pendukung. Bagi penulis yang sudah ahli, thesis statment dalam argumentatif essay juga memuat pandangan yang menentang.
Berikut adalah struktur dari argumentatif essay:
1.      Introduction:
2.      Body
First point and supporting info
Second point and supporting info
Third point and supporting info
3.      Conclusion:

***
Draft of Argumentative Essay

Indonesia Should Maintain West Papua
Introduction:
·         Tell location of West Papua and its boundaries.
·         Tell about the reason why West Papua belong to Indonesia.
·         Reason why West Papua wants to disintegration with Indonesia.
Separation Is Not the Answer
1.      To keep wholeness of Indonesia.
2.      To Continue what is Indonesia government has been doing to West Papua.
3.      To respect struggle from Indonesian hero.
Conclusion:
Freedome is not guarantee to solve West Papua’s problems.
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment